AMRON
Oleh
Azyumardi Azra
Pendidikan Islam tidak ragu lagi
merupakan salah satu kekayaan utama Islam di Asia Tenggara. Dan, Asia
Tenggara sendiri adalah wilayah konsentrasi Muslim di muka bumi ini; dan
bahkan negara yang memiliki paling banyak penduduk beragama Islam di Dunia
Muslim adalah Indonesia. Pendidikan Islam punya sejarah panjang,
sepanjang perjalanan Islam di kawasan ini; dan terus bertahan
sampai kini di tengah berbagai perubahan sejak masa kesultanan,
kolonialisme, kemerdekaan, dan masa kontemporer.
Harus diakui perkembangan dan
realitas pendidikan Islam di Asia Tenggara beragam. Di Indonesia,
pendidikan Islam dengan berbagai bentuk lembaganya, sejak dari pesantren,
madrasah, sekolah Islam sampai perguruan tinggi telah terintegrasi ke
dalam sistem pendidikan nasional sejak awal 1970-an. Sebagian besar
lembaga pendidikan Islam berada dalam tangan masyarakat Muslim sendiri;
jumlah lembaga pendidikan Islam negeri relatif sangat terbatas. Tetapi.
juga jelas pemerintah-khususnya melalui Kementerian Agama-memiliki
peran instrumental dalam modernisasi lembaga-lembaga pendidikan Islam
sejak dari tingkat TK sampai ke tingkat pendidikan tinggi.
Sebaliknya, di Malaysia dan Brunei
jumlah lembaga pendidikan Islam jauh lebih sedikit; dan sebagian besar adalah
milik negara, yang berada dalam tangan masyarakat Muslim sendiri relatif
terbatas. Sedangkan di Singapura-di mana kaum Muslimin hanya sekitar 15
persen dari total penduduk-madrasah seluruhnya adalah milik komunitas
Muslim sendiri, yang berada dalam koordinasi Majelis Ugama Islam
Singapura (MUIS). Sementara itu, pondok dan madrasah di Thailand Selatan
dan Filipina Selatan yang merupakan daerah konflik-masih juga menghadapi
berbagai masalah.
Kondisi pendidikan Islam yang
berada dalam taraf berbeda-beda jelas tidak menguntungkan. Berbagai upaya
sebenarnya telah dilakukan. Dari Indonesia, khususnya NU, Muhammadiyah, dan
Kementerian Agama berupaya memajukan pondok dan madrasah di kawasan
Patani dan Mindanau; tetapi sejauh ini belum terwujud. Sementara
itu, jaringan pendidikan Islam di Asia Tenggara belum terbentuk pula;
atau kalaupun pernah terwujud, karena berbagai alasan dan sebab tidak
dapat berfungsi. Akibatnya, pertukaran pengalaman dalam memajukan pendidikan
Islam juga tidak terwujud pula.
Dalam konteks itu, inisiatif
Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan mendirikan ASEAN Muslim
Research Organization Network (AMRON) merupakan sebuah terobosan penting.
Peluncuran AMRON dilakukan melalui Konferensi Internasional I AMRON bertema
'ASEAN Islam Education: Change from Within' pada 2-3 Oktober 2010 lalu di
Walailak University, Nakhon Si Thammarat. Menyampaikan keynote speech
dalam hari pertama konferensi, saya kembali menyatakan, pendidikan Islam
sebagai warisan Islam Asia Tenggara memberikan kontribusi besar
dalam dinamika Islam di kawasan ini; memunculkan 'ledakan intelektual'
dan sekaligus menjadi sumber kebangkitan kelas menengah Muslim yang
memainkan perubahan besar dalam kehidupan keagamaan, sosial-budaya, dan
juga politik.
AMRON diharapkan dapat
mengakselarasikan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam. Seperti
ditegaskan Surin Pitsuwan dalam orasi pembukaan konferensi AMRON, dunia
sekarang bergerak sangat cepat, termasuk 'integrasi' ASEAN pada 2015 yang
menghilangkan banyak restriksi di antara negara-negara ASEAN dalam
berbagai bidang kehidupan. Karena itu, kaum Muslim Asia Tenggara mesti
mempercepat kemajuan lembaga-lembaga pendidikannya, sehingga lebih
memungkinkan bagi generasi muda Muslim kawasan ini merebut kesempatan dan
peluang yang kian terbuka.
AMRON bertujuan memperkuat
jaringan di antara lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam berbagai bentuk
dan tingkatannya; bukan hanya dalam riset, tetapi juga dalam
bidang-bidang lain yang terkait dengan pengembangan dan peningkatan
kualitas pendidikan Islam dalam berbagai aspeknya. Melalui jaringan
AMRON, pendidikan Islam dapat diakselerasikan agar kian mampu merespons
tantangan zaman.
Optimisme Surin Pitsuwan bukan
tanpa alasan. Perubahan-perubahan keagamaan, sosial-budaya, dan politik
yang terjadi pada hampir seluruh negara ASEAN membukakan peluang lebih besar
bagi pendidikan Islam. Kian banyak lembaga pendidikan Islam sejak dari
tingkat dasar sampai perguruan tinggi yang menjadi madrasah, sekolah
Islam, pesantren, dan perguruan tinggi favorit yang menawarkan pendidikan
berkualitas. Tapi, itu belum cukup, perlu upaya bersama untuk mengangkat
dan memajukan lembaga-lembaga pendidikan yang masih terkebelakang dan
menghadapi masalah di berbagai tempat di negara-negara ASEAN.[]
Tulisan
ini pernah dimuat di Republika, 14 Oktober 2010
Sumber:
Jumat, 15 Oktober
2010 11:26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar