Judul:
Safari
Penulis:
Muhammad Najib
Terbit :
April 2009
Penerbit:
Ufuk Press
ISBN:
602-8224-13-0
Tebal:
348 hlm.
|
Safari merupakan novel yang mengisahkan
perjalanan seorang mahasiswa Indonesia melanglang buana: Eropa, Afrika,
Australia, Amerika, dan Asia. Di setiap negara, tokoh utamanya, Jamal bin
Mujahid, tak hanya mengunjungi tempat wisata, melainkan pula tempat-tempat
bersejarah, masjid, serta bertemu aktivis Muslim. Setiap lokasi yang dikunjungi
digambarkan secara detail seakan-akan pembaca dilibatkan turut serta melanglang
buana.
Kisah yang pernah dimuat sebagai cerita
bersambung di Republika ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Sarat ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai sejarah. Di sisi lain, kisah ini mengupas kenyataan
gesekan politik yang terjadi antara kelompok Barat dan kawasan Timur Tengah.
Barat yang selalu mengagungkan hak asasi
manusia, realitanya nothing. Diskriminasi terhadap umat Islam terang-benderang
dilakukan kelompok Barat. Hal sederhana, larangan berkerudung bagi pelajar
masih berlaku di beberapa negera Eropa. Cap Islam teroris terus didengungkan
Barat.
Kisah ini diawali kebahagiaan Jamal meraih
beasiswa melanjutkan S2 di Universitas ternama di Jerman. Pria yang tinggal di
Pulau Dewata ini kuliah di Aachen University of Technologi, kampus bonafid
tempat mantan presiden RI, BJ Habibie, menimba ilmu pesawat terbang. Sebelum
berangkat, Amal mendapat ‘warisan’ dari ayahnya yang sedang dipenjara di
Grobokan, Denpasar: Sebuah Alquran kecil. “Bacalah selalu! Dan jangan
tinggalkan shalat. Insya Allah kau akan terjaga,” pesan ayah Jamal.
Ayah Jamal seorang aktivis Mujahidin yang ikut
angkat senjata ke Afghanistan melawan komunis Soviet. Ketika terjadi kasus bom
Bali, ayahnya dianggap terlibat, akhirnya dipenjara. Kebutuhan hidup keluarga
ditopang ibunya membuka toko roti.
Kesibukan utama Jamal adalah kuliah. Kegiatan
lainnya aktif mengikuti kajian ilmiah di kampus. Kegiatan ini membuatnya
semakin berwawasan dan menambah teman Muslim dari berbagai negara. Sedangkan di
luar kampus, lulusan ITB ini aktif mengikuti kegiatan yang diadakan Kedubes RI
di Berlin. Kesibukannya bertambah ketika dia dipilih sebagai ketua umum PPI
(Persatuan Pelajar Indonesia) Jerman. Semua kegiatan ini menjadi gerbang
terbuka bagi Jamal menyambangi berbagai negara di dunia.
Perjalanan dimulai dari Aachen, kota tempatnya
kuliah. Kota lain di Jerman yang dikunjungi adalah Berlin sebagai pusat
kepengurusan PPI. Tak hanya tempat bersejarah seperti Tembok Berlin yang
didatangi, Jamal pun sangat tertarik berkunjung ke Islamic Center dan
masjid-masjid di kota tersebut. Di antaranya, Masjid Sehitlik yang merupakan
masjid terbesar di Berlin. Masjid itu dikenal sebagai masjid Turki, karena
pengelolanya komunitas Turki. Ada pula masjid lain yang dikelola komunitas Arab
dan Pakistan.
Dari Jerman, perjalanan dilanjutkan ke
Palestina. Kesempatan berkunjung ke Masjid Al-Aqsha, karena kedekatannya dengan
Azam sahabat karibnya di kampus. Azam aktivis pengajian di kampus, asli dari
Palestina. Azam menawarkan, kapan Amal bisa pergi ke Palestina. Modalnya hanya
tiket pesawat, sedangkan selama di Negeri Yaser Arafat, Azam yang akan
menanggung akomodasinya.
Di kampus, Azam sangat antusias menceritakan
bagaimana perlawanan masyakat Palestina menghadapi Zionis Yahudi. “Maaf jangan
gunakan istilah bom bunuh diri. Itu istilah yang diciptakan musuh. Gunakan
istilah bom syahid,” tegas Azam saat di kampus. Rangkaian cerita Azam terekam
kuat di pikiran Jamal. Saat berkunjung ke Palestina, Jamal bagaikan menapak
tilas membuktikan semua penjelasan Azam.
Menuju Palestina Jamal melalui Amman, Yordania,
lalu melewati Israel. Pemeriksaan sangat ketat lengkap dengan tentengan
senjata. Perbedaan kota di Palestina dengan di Israel terlalu jomplang.
Yerusalem penuh dengan bangunan pencakar langit, tidak demikian dengan
Palestina. Orang Palestina miskin, sebaliknya Israel kaya. Pemerintah Israel
mengembangkan politik apartheid mendiskriminasi etnis Arab.
Khalid yang menjadi guide mengajak Jamal mengunjungi
tempat bersejarah ‘milik’ tiga agama di dunia. Masjid Al-Aqsha riwayat
perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Sebelah barat daya masjid menempel
dinding kapur tempat pemujaan Yahudi yang dikenal Tembok Ratapan. Bagian
selatan Yerusalem adalah kota Betlehem yang diyakini tempat lahir Nabi Isa.
“Karena itu para peziarah beragama Yahudi, Nasrani, maupun Islam menganggap
tempat ini sebagai tempat suci mereka,” papar Khalid.
Kembali ke kampus, Azam menegaskan kembali,
bagaimana perlakuan Zionis Israel terhadap umat Islam. Negera yang didukung
Barat itu tidak konsisten menegakkan HAM. Bahkan mereka sendiri terang-terangan
melanggar HAM.
Posisi sebagai ketua PPI Jerman mengantarkan
Jamal berangkat ke London. Tujuannya menghadiri pembentukan PPI se-Eropa yang
diikuti perwakilan mahasiswa di negara-negara Eropa. Jamal beruntung terpilih
sebagai ketuanya. Acara PPI tujuan utama, sampingannya mengunjungi kawasan
bersejarah di London. Dia pun mengunjungi komunitas pemuda Muslim di
Birmingham. Menurut Gulam, ketua Pemuda Muslim tersebut, masalah yang dihadapi
umat Islam di London, antara lain pendidikan, rumah ibadah, dan makanan halal.
Sebagai ketua PPI se-Eropa, Jamal berhasil
memasyarakatkan PPI di semua negera Eropa. Komunitas Pemuda Islam dari negara
lain antusias melibatkan PPI. Salah satunya Himpunan Pelajar Islam Prancis
(AEIF) mengundangnya ke Paris. Kesempatan emas kembali datang menyambangi
Jamal. Tak beda dengan di negara Eropa lainnya, Islam di Prancis pun penuh
dengan tekanan. Jamal menyimak setiap permasalah tersebut. Di waktu luang dia
mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang sangat eksotik di Negeri Menara
Eiffel itu. Dia pun sempat menyambangi kampung kelahiran Zidane, La Castellane
Marseille. Pemain bola kebanggaan Prancis ini berasal dari keluarga Muslim
Aljazair yang hijrah ke Prancis.
Penelusuran Jamal berlanjut ke Turki, Mesir,
Australia, Amerika, bahkan sempat mampir kembali ke Bali, tempat tinggalnya. Di
negera-negera tersebut pun banyak pengalaman berharga yang diperolehnya. Apa
sajakah? Lanjutkan membaca di buku setebal 346 halam ini.
Bab akhir buku ini diberi judul ‘Air Mata
Perpisahan’. Jamal harus berpisah dengan Azam yang putus kuliah di tengah
jalan. Langkah ini ditempuh Azam karena ada tugas negara. Namun Azam tak mau
menjelaskan secara rinci. Rasa penasaran itu terjawab ketika Jamal menyaksikan
Azam di layar kaca. Ternyata, di Palestina, Azam bukan orang sembarang.
Siapakah Azam?
Sebagai penambah aroma, novel ini dibumbui kisah
cinta anak Dubes RI di Jerman yang menyukai Jamal. Ada juga mahasiswi sekampus
yang taat beragama simpati terhadap Jamal. Siapakah pilihannya, silakan
melanjutkan membaca buku karya Muhammad Najib yang telah menelurkan 12 karya
buku itu.
Ditegaskan kembali bahwa novel ini syarat dengan
ilmu pengetahuan dan nilai sejarah. Dipastikan penulis sendirilah yang telah
mengarungi negara-negara tersebut. Pengalaman penulis menginjakkan kaki di 30
negara di lima benua memperkaya novel ini. Dia menjelaskan, sejarah peninggalan
Nabi-nabi masih bertebaran di negara yang dikunjunginya. Penulis pun
mengingatkan kembali betapa hebatnya kejayaan Islam saat menguasai Eropa,
Afrika, hingga Asia. Kisah tokoh-tokoh Islam di negara yang dikunjunginya
dikupas pula dalam buku ini. Jika melihat dari kandungan sejarah, siapa pun
layak membaca novel yang diterbitkan Penerbit Ufuk Press, Jakarta, itu. (*) [vie]
Dimuat
di harian Republika, Minggu, 19 April 2009
Sumber:
http://resensibuku.com/?p=281
http://resensibuku.com/?p=281
Tidak ada komentar:
Posting Komentar