Judul:
Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik
Berbasis Pendidikan Pesantren
Penulis: Imam Bawani dkk Penerbit: LKiS, Yogyakarta Cetakan: I, 2011 Tebal: 350 Halaman ISBN: 979-25-5341-X Peresensi: Romel Masykuri *) |
Kehidupan buruh
pabrik di kota-kota besar sangatlah rumit. Selain tuntutan kerja dari
pabrik-pabrik besar dan upah yang belum sesuai dengan UMR, mereka juga
dihadapkan pada masalah internal mereka sendiri, dalam interaksinya dengan
lingkungan masyarakat sekitar, maupun tempat mereka tinggal. Bahkan tidak
jarang, mereka menjadi sumber kerawanan sosial yang mengganggu masyarakat
sekitar.
Ditambah lagi
persoalan ekonomi kapital (pemilik modal) yang sangat tidak memihak kepada
buruh, akibatnya kesejahteraan masyarakat buruh selalu menjadi kenangan yang
tak kunjung terwujud. Impian untuk bisa hidup sejahterapun pupus ditelan
kenyataan bahwa perusahaan atau tempat mereka (baca: buruh) bekerja tidak bisa
memberikan mediasi yang baik untuk merealisasikannya. Akibatnya, berbagai macam
ekspresi kekecewaan yang dilakukan oleh kaum buruh muncul, mulai dari boikot
mogok kerja, demonstrasi sampai pada pembakaran tampat usaha.
Diakui atau tidak,
realitas di atas memanglah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya.
Sehingga, harus ada solusi cerdas untuk mengatasi persoalan ini. Artinya, tidak
bisa kaum buruh memaksakan kehendak dengan situasi yang seperti ini karena
mayoritas perusahaan atau pabrikan itu pemiliknya adalah kaum kapital, yang
sudah jelas tidak akan memihak kepada masyarakat kecil, sedangkan negara saat
ini sudah tidak bisa melindungi rakyatnya. Lantas harus dengan apa?
Buku “Pesantren
Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik Berbasis Pendidikan Pesantren”, hasil
penelitian Imam Bawani dkk merupakan kontribusi produktif sebagai bahan dasar
untuk mengatasi persoalan buruh saat ini. Penelitian ini dilakukan di
pusat-pusat kota industri Jawa Timur, seperti Surabaya, Sidoarjo, Mojokoerto,
dan Gersik.
Pertanyaan
mendasar, kenapa harus dari pesantren? Salah satu elemen mendasar dari proses
pendidikan Islam yang tidak bisa ditinggalkan adalah dimensi teologis
pendidikan Islam, yakni tujuan dan target dari sebuah proses pembelajaran.
Artinya, secara konseptual, pendidikan harus berfungsi sebagai wahana bagi
proses humanisasi individu manusia, yakni mengembangkan seluruh potensi
kemanusian dasar yang inheren dalam diri manusia, seperti dimensi fisik,
psikologis, spritual, intelektual dan sosial. (Hal 72).
Persoalan mendasar,
kenapa selama ini kebanyakan buruh tak kunjung sejahtera karena buruh dianggap
sebagai komuditas pekerja oleh perusahaan, bukan sebagai objek untuk
menumbuhkan potensi dan kreatifitasnya. Akibatnya, buruh itu tak ubahnya robot
yang bisa dikontrol sesuai keinginan pemilik modal. Sehingga, tidak heran jika
buruh tak kunjung berkembang, baik secara pengalaman, pengetahuan dan
finansial. Kenapa? Karena tidak ada kemandirian berfikir dan bekerja dikalangan
buruh, dan kondisi ini memang didesign demikian. Saat ini, hanya pesantren yang
masih memegang teguh prinsip memanusiakan manusia dalam upaya mensejahterakan
masyarakat.
Dalam paradigma
pesantren buruh pabrik ini, disadari sepenuhnya bahwa masalah kehidupan buruh
pabrik dengan segala suka dan dukanya merupakan persoalan kemanuasian dan
kemasyarakatan yang sudah sedemikian rupa kecendrungannya mengiringi hadirnya
era industrialisasi. Kesadaran itu kemudian diwujudkan dengan menawarkan
formulasi pemecahan secara riil masalah yang berdimensi psikologis, ekonomis,
sosiologis, dan cultural tersebut.
Dalam artian sederhana,
pesantren buruh pabrik ini memposisikan diri sebagai jembatan penghubung antara
kepentingan buruh sebagai pekerja dan sekaligus santri dengan tidak menimbulkan
masalah baru. Sebagai contoh, di Surabaya, salah satu kota industri terbesar di
Indonesia yang menjadi objek penelitian dalam buku ini, keberadaan embrio
pesantren buruh pabrik sangat berdampakn positif, tidak hanya kepada
masayarakat sekitar, melainkan juga berdampak bagi para pendatang yang menjadi
buruh pabrik.
Manfaat adanya
pesantren buruh pabrik ini dapat memberikan sesuatu yang sangat berguna bagi
masyarakat, khususnya bagi pekerja buruh pabrik. Diantaranya. Pertama,
pemecahan masalah ekonomi. Persoalan ekonomi merupakan persoalan klasik
sekaligus krusial bagi para pemilik modal dan buruh pabrik., dua kelompok yang
mempunyai kepentingan yang bertolak belakang. Pemilik modal ingin buruh pabrik
sebisa mungkin dieksploitasi dengan imbalan upah semurah-murahnya. Sebaliknya,
buruh pabrik menuntut upah yang seimbang dengan jam kerja yang dikeluarkan.
Adanya pendirian
pesantren buruh pabrik dari aspek ekonomi sangat menolong santrinya yang juga
buruh pabrik di daerah sekitarnya. Dengan tersedianya fasilitas pemondokan
dengan hanya membayar uang infaq atau sedekah yang sangat murah dibanding tinggal
di kamar kos-kosan. Uang infaq yang dibayarkan kepada santri, termasuk santri
buruh pabrik sekitar Rp. 5.000,00 s/d Rp. 10.000,00 per bulannya. Tentu hal ini
sangat membantu dan mengurangi biaya pengeluaran bagi buruh pabrik dalam hal
tempat. Selain itu, ada sebagian pesantren yang juga menyediakan jasa ketering
makan yang harganya sangat murah dibanding harga makanan di luar.
Kedua, pemacahan
masalah sosial. Di pasantren buruh pabrik, santri diajarkan untuk hidup
sederhana dan peka terhadap lingkungan sekitar. Santri atau buruh pabrik
dibimbing untuk mempunyai sikap yang ramah, tolong menolong dan toleransi yang
tinggi. Sehingga, sekalipun industrialisasi berkembang pesat tidak merusak
kearifan lokal sekitar.
Ketiga, pemecahan
masalah religius. Persoalan religius merupakan masalah krusial dalam kehidupan
umat manusia. Keagamaan seseorang merupakan benteng terakhir dalam menghadapi
persoalan-persoalan hidup. Namun, mayoritas masyarakat buruh pabrik pemahaman
keagamaannya sangat minim, dari situlah pesantren buruh memberikan pelajaran
materi agama yang berkaitan dengan masalah tauhid (teologi), fiqh (hukum
Islam), dan akhlak. Dengan ketiga materi itu diharapkan santri buruh pabrik
dapat mengatasi persoalan-persoalan keagamaan baik di lingkungan pabrik maupun
di luar.[*]
*) Kader muda NU
dan PMII Ashram Bangsa Yogyakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar