Judul
Buku: Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw
Penulis: K.H. M. Syarwani Abdan Editor: Noviana Herlianti Penerbit : Muara Progresif Suarabya Cetakan : Pertama 2012 Tebal: vi + 66 Halaman Peresensi : Masduri*) |
Seringkali
peringatan maulid Nabi Muammad Saw masih dianggap bi’ah yang menyesatkan.
Dengan alasan pemurnian tauhid, sebagian kelompok Islam menolak
mentah-mentah peringatan maulid Nabi, tanpa melihat sisi lain yang mesti tidak
boleh diabaikan. Sebab hukum dalam Islam mesti melihat konteks dan manfaat bagi
pelakuknya. Sehingga tidak serampangan dan tergesa-gesa dalam memutusakan suatu
hukum dalam Islam.
Orang yang
berpandangan bahwa peringatan maulid Nabi tidak boleh dilaksanakan karena takut
terjerumus kepada lembah kemusyrikan, bagi saya hanya bentuk pesimisme yang
berlebihan, sebab peringatan maulid Nabi hanya sebatas bentuk penghormatan dan
ungkapan rasa syukur umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad Saw. Berkat
kelahiran beliau kita mengenal Islam dan Iman. Sehingga kehidupan manusia menjadi
beradab dan berperikemanusian.
Nabi sendiri juga
mengagungkan hari kelahirannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt.
Ungkapan syukur nabi diwujudkan dalam bentuk puasa hari tiap Senin. Hal ini
secara implisit megegaskan bahwa Nabi juga merayakan hari kelahirannya, hanya
saja dalam bentuk yang berbeda dengan perayaan maulid Nabi yang sekarang biasa
kita lakukan, namun maksud dan tujuannya sama.
Wajar bilamana umat
Islam juga melaksanakan peringatan maulid Nabi, karena bentuk penghormatan dan
ungkapan rasa syukur atas kelahiran Nabi merupakan hal penting, agar sosok
beliau senatiasa menjadi panutan yang mesti diikuti. Bukankah Allah Swt telah
menegaskan dalam Al-Quran bahwa pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan
yang baik (baca: QS. Al-Ahzab: 21).
Melalui peringatan
maulid kita mencoba seolah-olah menghadirkan Nabi Muahmmad sebagai upaya agar
kita dapat mencontoh beliau. Bukan untuk menyembah atau mengagungkan Nabi
secara berlebihan. Dalam Islam itu sudah jelas bahwa hanya Allah Tuhan yang mesti
disembah dan Nabi Muhammad hanya sebatas utusan yang diberikan amanah
menyampaikan risalahNya kepada umat Manusia.
Pemaknaan
Bid’ah
Peringatan maulib
Nabi seperti yang kita lakukan sekarang ini memang tidak pernah dilaksanakan
pada waktu Nabi masih hidup. Karenanya secara sosial kemasyarakatan umat Islam,
peringatan maulid Nabi tergolong bid’ah
hasanah, sebab tidak ada ayat Al-Quran atau hadist yang secara
jelas menganjurkan peringatan maulid Nabi. Namun bila dirunut dari satu persatu
isi kandungan maulid Nabi, seperti dzikir, mendengarkan riwayat hidup Nabi,
membaca shalawat, pujian-pujian kepada Nabi, bergembira atas lahirnya beliau ke
muka bumi, dan bersedekah sebagai jamuan saat maulid, hal tersebut sudah ada
dalam dalil-dalil syara’
dan kaidah-kaidah kulliyat
yang telah ada pada masa Nabi, sehingga dalam perspektif ini maulid
nabi tidak tergolong bid’ah.
Lagi pula tidak
semua bid’ah tergolong haram. Sebab jika semua bid’ah haram, otomatis
kodifikasi Al-Quran yang pernah dilakukan Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit
yang ditulis dalam bentuk mushaf juga haram. Oleh karena mereka khawatir
akan hilangnya Al-Quran karena meninggalnya para penghafal Al-Quran, kemudian
mereka memngumpulkannya dalam bentuk mushaf. Jadi, sebenarnya haram tidaknya suatu
bid’ah dalam Islam tetap tergantung kepada maslahah dan mafsadatnya. Bahkan
pernah suatu ketika dalam rangka mengumpulkan umat Islam agar shalat tarawih
dengan satu Imam umar berkata
“Ni’matil Bid’atu Hadzihi (Inilah sebaik-baiknya bid’ah)”.
Termasuk pula misalnya
pendirian pesntren, rumah sakit, panti asukan dan hal lain yang bermanfaat,
tidak haram. Ulama’ memberikan qayid
(ikatan hukum) dalam memaknai hadis “kulla bid’atin dhalalah (setiap bid’ah
itu sesat)” dengan bid’ah sayi’ah
(bid’ah buruk). Oleh karena itu semua aktifitas yang belum pernah dilakukan
Nabi pada masanya, namun dilakukan oleh sahabat dan tabi’in tidak bisa disebut
bid’ah. Imam syafi’i pernah berkata, “perkara yang baru dan menyalahi Al-Quran,
sunnah, ijma’ dan atsar adalah
bid’ah dhalalah.
Namun suatu hal yang pada dasarnya baik, maka hal itu terpuji”.
Dalam Al-Quran
Allah berfirman “Dan semua kisah dari para rasul kami ceritakan padamu yang
dengannya kami teguhkan hatimu” (QS. Hud: 120). Sudah jelas, melalui peringatan
maulid Nabi, umat Islam akan mendengarkan sejarah kehidupan Nabi, sehingga
melalui kisah tersebut, umat Islam diharapkan dapat meneguhkan keimanannya
kepada Allah Swt. dan dapat mencontoh Nabi dalam kehidupannya sehari-hari.
Lebih jelasnya,
buku “Peringatan Maulid
Nabi Muhammad Saw” karya KH M Syarwani Abdan, secara jelas dan
terperinci akan membahas penjelasan tentang maulid Nabi dengan argumentasi yang
dapat dipertanggungjawab-kan dengan landasan nash.
Sehingga pembaca dapat memahami peringatan maulid Nabi secara komprehensif dan
tidak terjebak pada klaim bid’ah yang selama ini sering digembor-gemborkan oleh
kelompok yang mengaku dirinya kelompok pemurnian tauhid. [*]
*) Masduri, Kader Muda NU di IAIN Sunan Ampel Surabaya, alumnus Pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Sumenep.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar