Judul: Sang Alkemis
Pengarang: Paulo Coelho Penerbit: Pustaka Alvabet, 2005 Cetakan: VII Halaman: 193 |
Karya
klasik modern Paulo Coelho ini memang cukup memukau. Novel garapan penulis
Brazil ini berkisah tentang suka duka peziarahan bocah kecil bernama Santiago,
bocah gembala di Andalusia, mencari harta karun. Perjalanan dimulai dari
Spanyol menuju Tangier. Perjalanan panjang memakan ribuan kilometer. Di
rentetan jejak langkahnya, Santiago bertemu dengan beragam orang dan beragam
pengalaman unik. Ia menyeberangi gurun Mesir. Di sebuah oasis, ia mengalami
perjumpaan yang menentukan dengan seorang Alkemis. Di gurun, ia pun menemukan
kekasih hatinya, Fatima. Perjumpaan-perjumpaan yang menjadi ruang pembelajaran
secara spiritual soal pencapaian cita-cita hidup.
Kejutan
pertama ketika Santiago berjumpa dengan orangtua bernama Melchizedek. Obrolan
dibuka dengan topik buku yang ditenteng bocah itu. Dari buku itu, ada perhatian
soal usaha mewujudkan Legenda Pribadi. Masing-masing orang punya Legenda
Pribadi atau mimpi dan cita-citanya. Orangtua yang mengaku Raja Salem itu
melihat banyaknya ketidakmampuan orang untuk memilih Legenda Pribadinya.
Bahkan, banyak orang yang akhirnya menyerahkan hidupnya pada nasib. Orangtua
itu juga menasihati, saat orang menginginkan sesuatu, alam semesta bersatu
untuk membantu orang itu meraihnya.
Santiago
terus berjuang menggapai mimpinya. Ia terus membaca tanda tanda kehidupan,
seperti yang Melchizedek katakan, untuk cita-citanya itu. Sebelum berpisah,
Melchizedek memberikan dua buah batu penolong membaca tanda. Keduanya diberi
nama Urim dan Thummim. Raja tua berbaju lusuh itu hanya berpesan, “Jangan
pernah berhenti bermimpi, ikutilah pertanda.”
Anak
muda ini melanjutkan perjalanan ke Tangier, sebuah kota pelabuhan di Afrika. Di
sana, ia bekerja di sebuah toko kristal. Perjumpaan dengan si empunya toko
membuat Santiago semakin terbuka pada cita-citanya. Si empunya toko digambarkan
sebagai orang merasa terlambat untuk mewujudkan Legenda Pribadinya. Ia takut
pada perubahan. Ia lebih menikmati hidupnya di ruang tokonya selama 30 tahun.
Konon, ia punya mimpi untuk pergi ke Mekah dengan menyusuri gurun, dan
mengitari Kabah tujuh kali. Tapi, ia ragu dan takut gagal. Ia memutuskan
tinggal memimpikannya saja.
Setelah
bekal dirasa cukup, Santiago melanjutkan perjalanan. Ia bertemu dengan lelaki
Inggris yang bertahun-tahun mencari Sang Alkemis, Batu Filsuf, dan Obat Hidup.
Kata orang, Alkemis termasyur ada di Arab, di oasis Al-Fayoum. Pada momen ini,
Santiago menemukan gadis gurun bernama Fatima. Ia jatuh cinta. Santiago
memberanikan diri bilang cinta. Fatima berujar, “Seorang dicintai karena ia
dicintai. Tak perlu ada alasan untuk mencintai.” Lagi-lagi, sebuah refleksi
mendalam yang masuk dalam novel ini.
Pada fase padang gurun ini, dimana dilatari perang antar suku, Santiago berjumpa dengan penunggang kuda. Tak lain adalah Sang Alkemis. Sebuah perjumpaan yang sangat menentukan. Keduanya terlibat dalam dialog-dialog menarik yang menambah bobot pada novel ini. Novel ini mampu melibatkan pembaca untuk terlibat dalam dialog dan berrefleksi atas kehidupannya sendiri. Tak lain karena apa yang didialogkan dalam novel ini dekat sekali dengan kehidupan pembaca. Tentunya, pembaca seperti Santiago mempunyai mimpi dan cita-cita dalam hidupnya.
Pada fase padang gurun ini, dimana dilatari perang antar suku, Santiago berjumpa dengan penunggang kuda. Tak lain adalah Sang Alkemis. Sebuah perjumpaan yang sangat menentukan. Keduanya terlibat dalam dialog-dialog menarik yang menambah bobot pada novel ini. Novel ini mampu melibatkan pembaca untuk terlibat dalam dialog dan berrefleksi atas kehidupannya sendiri. Tak lain karena apa yang didialogkan dalam novel ini dekat sekali dengan kehidupan pembaca. Tentunya, pembaca seperti Santiago mempunyai mimpi dan cita-cita dalam hidupnya.
Sang
Alkemis mengatakan, untuk memahami Jiwa Buana, jiwa meraih cita-cita, orang
harus mempunyai keberanian. Mewujudkan impian memang tidak mudah, bahkan
menakutkan. “Memang menakutkan dalam mengejar impianmu, kau mungkin kehilangan
semua yang telah kau dapatkan,” kata Alkemis. Bagi Alkemis, hanya satu hal yang
membuat mimpi tidak dapat diraih, yakni perasaan takut gagal. Santiago mendapat
pelajaran berharga dari Sang Alkemis. Tapi, setelah mendapat bekal berharga
itu, apakah Santiago berhasil menemukan harta karun dan mewujudkan mimpinya?
Novel
ini memang layak dimasukan dalam genre novel spiritual tentang realisasi sebuah
impian. Paulo Coelho berhasil dalam mengawinkan refleksi spiritual dengan
sastra. Mengajak pembaca tidak hanya menikmati hiburan kisah saja, tetapi terlibat
dalam narasi karena apa yang dibaca tak lain adalah cermin kehidupan. Kekuatan
ini pula yang tampak dalam novelnya yang lain, ‘Veronika Memutuskan Mati’, ‘Di
Tepi Sungai Piedra, Aku Duduk Tersedu’ dan ‘O Zahir.’ Coelho pun dianggap
sebagai satu dari lima pengarang terbesar sepanjang sejarah dan meraih beragam
penghargaan.[*]
--Sigit
Kurniawan
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar