Judul: Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan, dan Tekanan Ibrahim
Penulis: Zuhairi Misrawi Penerbit: Kompas Cetakan: 1, 2009 Tebal : xviii+374 halaman
Peresensi:
Muhammadu A.S*)
|
Ada dua kota suci
yang dirindukan umat Islam untuk selalu disinggahi. Yakni, Makkah dan Madinah.
Nabi Muhammad dilahirkan di Makkah, dan di kota inilah Nabi Muhammad mulai
menyebarkan risalah agamanya. Sedangkan Madinah menjadi persinggahan kedua
Nabi, sehingga Islam semakin maju dalam menciptakan peradaban zaman. Nabi pun
akhirnya dikuburkan di Madinah.Karena keagungannya, kedua kota suci ini
dikatakan sebagai al-haramain; dua kota suci yang diharamkan berbuat kejahatan
dan kenistaan. Mustahil kiranya mau mengkaji jejak Nabi dan jejak Islam tanpa
memahami secara mendalam atas seluk-beluk Makkah dan Madinah.
Buku bertajuk
Mekkah; Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim karya Zuhairi Misrawi ini
merupakan bentuk penjelajahan dalam memotret Makkah secara biografis.
Penelusuran biografis atas Makkah dilakukan penulis dengan mengetengahkan unsur
lokal dan pengalaman hidup dan belajarnya selama menuntut ilmu di Timur Tengah.
Kesan-kesan hidup sentimental yang disuguhkan dalam memotret Makkah secara
biografis inilah yang memberikan nuansa tersendiri bagi pembaca dalam menguak
jejak sosio-historis dan geopolitik yang melingkupi Makkah sepanjang hayatnya.
Penulis melihat
jejak historis Makkah memberikan indikasi kuat bahwa Makkah sebagai kota suci.
Selain secara teologis Makkah memang mendapatkan legitimasi kuat dari kitab
suci, secara sosio-historis, Makkah juga menunjukkan letak geografis yang penuh
tanda kesucian. Di Makkah inilah, bagi Zuhairi, banyak Nabi yang singgah, sejak
Nabi Adam. Pertemuan Adam dengan Hawa setelah berpisah lama dari surga, juga
ada di sudut gunung di Makkah. Kegigihan Nuh, Hud, dan Syu’aib dalam menegakkan
agama Allah juga berada di Makkah
Terlebih lagi Nabi
Ibrahim, Nabi Ismail, dan Siti Hajar, yang banyak meletakkan batu teologis
agama monotes dalam jejak geografis di Makkah. Bahkan, hampir semua prosesi
dalam ibadah haji adalah napak tilas yang dilakukan Ibrahim. Mulai ihram,
tawaf, sai, melempar jumrah, sampai wukuf di Arafah, merupakan jejak Nabi
Ibrahim dalam membuktikan keimanannya kepada Yangkuasa. Karena Ibrahim mampu
menjalankan ujian keimanannya, tak salah kemudian lelaku Nabi Ibrahim menjadi
tonggak kekal yang diabadikan oleh nabi sesudahnya. Dan, Muhammad juga
memberikan isyarat umatnya untuk menapaktilasi Ibrahim yang dikenal pemberani
dan dermawan itu.
Besarnya jejak para
nabi yang singgah di Makkah adalah indikasi lahirnya para tokoh dan pembesar
suatu kaum yang berdiam di Makkah. Pembesar kaum Quraisy pastilah berdiam di
Makkah, karena mereka menjadi panutan yang menggerakkan arah tradisi masyarakat
yang berkembang di sana.
Di masa pra-Islam,
Makkah sudah menjadi kota metropolis yang maju, perdagangan yang berkembang,
dan tradisi keilmuan yang sudah mengenal baca tulis. Tetapi, karena tidak
adanya pemimpin suku yang definitif, akhirnya sering terjadi konflik antarsuku.
Kesepakatan ihwal hukum, aturan, norma, dan etika sangatlah absurd, sehingga
masyarakat berjalan sesuai dengan ambisi suku dan pemimpin sukunya.
Baru setelah
Muhammad terpilih untuk menegakkan risalah islamiyah, beliau akhirnya terpilih
sebagai al-amin (yang tepercaya). Nabi bisa berdiri di tengah-tengah lintas
suku, sehingga memungkinkan beliau menyebarkan ajaran agama dengan jalan
persuasif. Walaupun demikian, bukanlah semulus yang diperkirakan, karena banyak
pembesar Quraisy yang menolak ajaran agama baru yang disebarkan Muhammad. Hijrah
Nabi ke Madinah bukanlah strategi langkah mundur, tetapi sebagai upaya
mendakwahkan risalahnya dengan jalan damai, dan itu dimulai dari Madinah.
Walaupun terkesan
telah diusir dari Makkah saat melakukan hijrah, bukanlah langkah mundur yang
dijalankan Nabi. Justru karena jalan perdamaian dan persaudaraan yang ingin
ditempuh Nabi, hijrah ke Madinah menjadi bagian niscaya dalam sejarah hidup
Nabi.
Terbukti, ketika
fathu makkah (pembebasan Makkah), Nabi tidak memaksakan ajaran agama kepada
masyarakat Makkah. Beliau justru menawarkan jalan damai bagi semua warga.
Bahkan, pembesar Quraisy pun mendapatkan pemaafan dari Nabi.
Ketika Makkah sudah
di tangan umat Islam, Makkah semakin ramai. Tak lain karena di Makkah ada
Kakbah dan Masjidilharam yang mendapatkan keistimewaan luar biasa dari umat
Islam. Nabi juga memerintahkan umat Islam untuk berhaji, bertahannuts, dan
bermunajat di Kakbah dan Masjidilharam. Perintah Nabi ini tak lain adalah wujud
apresiasinya atas jejak Nabi Ibrahim yang sangat istimewa untuk diteladani umat
Islam.
Para jamaah haji
tidak akan melewatkan waktu istimewanya dalam menjelajah pesona di balik
Makkah. Setahun sekali, umat Islam berduyun-duyun untuk menjalankan rukun Islam
kelima itu. Bulan Zulhijah menjadi pertemuan agung umat Islam dalam memenuhi
panggilan Allah sebagai tamu istimewa. Bukan saja bulan haji, tetapi ketika
Ramadan tiba, umat Islam juga sangat antusias untuk bermunajat di Makkah.
Hampir semua yang berkunjung tak bisa melukiskan kebesaran Makkah, karena
memang pengalaman ruhaninya begitu mendalam.
Di sinilah penulis
telah memperlihatkan Makkah sebagai kota suci yang menerangi peradaban dunia
Islam. Pengalaman haji, umrah, serta iktikaf di Kakbah dan Masjidilharam telah
menciptakan ruang teologis dan sosial yang melekat dalam diri seorang muslim.
Peradaban dunia Islam akan semakin bercahaya dengan semakin bercahayanya mereka
yang meresapi substansi ibadahnya dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. (*)
*) Pengelola
perpustakaan Al-Hikma Pati, Jawa Tengah
Sumber:
Jawa Pos, 29
November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar