Judul:
Mimpi Sang Garuda
Penulis:
Benny Rhamdani
Terbit: Maret 2009 Penerbit: Dar Mizan ISBN: 978-979-066-016-8
Tebal:
128 Halaman
|
Namaku Bayu, tapi
teman-teman biasa memanggilku Garuda. Itu karena aku mahir bermain sepak bola.
Kata mereka, bola di kakiku susah direbut seperti burung garuda
mencengkeramkannya dengan kaki-kaki yang kuat.
Aku pun bisa
berlari cepat, persis seperti garuda yang terbang melesat di angkasa.
Menyambar bola di kaki lawan, kata orang mirip garuda yang menyambar mangsanya.
Suatu saat, aku ingin menjadi pesepak bola terkenal dan membawa Indonesia ke
Piala Dunia.
Prekuel Film Itulah
sepenggal kisah tentang cita-cita seorang anak mengharumkan negeri ini di
kancah sepak bola internasional. Sayang, kisah itu baru sebatas mimpi. Mimpi yang
dituangkan dalam bentuk novel berjudul Mimpi
Sang Garuda. Ini adalah novel pertama dari trilogi novel dengan
sasaran pembaca anak-anak.
Benny Rhamdani,
pengarang buku ini, menulis adegan-adegan dalam novel tersebut setelah dia
menonton cuplikan-cuplikan film Garuda
di Dadaku. Pemerannya antara lain aktris Maudy Koesnaedi, Ikra
Negara, dan Emir Salim. Nah, novel tersebut itu dibuat sebagai prekuel sebelum
film tersebut tayang di bioskop-bioskop Tanah Air mulai 18 Juni 2009.
“Setelah naskah
skenario yang dibuat Salman Aristo jadi, dan filmnya jadi, saya diminta
menonton dan membuat tulisan prekuel dari film tersebut. Semacam tulisan
pengantar untuk masuk ke film tersebut,” tutur Benny dalam acara peluncuran
novel Mimpi Sang Garuda,
di Gramedia Grand Indonesia, Jakarta, Jumat (20/3).
Sebuah Mimpi Buku
ini, menurut Salman, bukan sekadar mimpi. Ada beberapa fakta sejarah yang mesti
diketahui oleh generasi masa depan kita, anak-anak kita. Salman menyebutkan
contohnya seperti Indonesia pernah mengalahkan Belanda dan Jerman di tahun
1960-an. “Itu nyata,” tegas Salman.
Bicara sepak bola
Indonesia, baik Salman maupun Benny sepakat bahwa ada degradasi dalam waku yang
panjang. “Dulu Korea Selatan itu belajar sepak bola di Indonesia, sekarang
malah sudah menjadi tuan rumah Piala Dunia, sedangkan kita jalan di tempat,”
sesal Salman.
“Untuk itu, novel ini terbit (tentu juga nanti dengan filmnya) sebagai usaha memoria momentum. Sebuah usaha pengingatan kembali apa yang dulu pernah kita capai. Harapan ke depannya, bangsa Indonesia bisa tembus Piala Dunia 2022,” harap Salman yang pernah menjadi kiper ketika sekolah dulu.
“Untuk itu, novel ini terbit (tentu juga nanti dengan filmnya) sebagai usaha memoria momentum. Sebuah usaha pengingatan kembali apa yang dulu pernah kita capai. Harapan ke depannya, bangsa Indonesia bisa tembus Piala Dunia 2022,” harap Salman yang pernah menjadi kiper ketika sekolah dulu.
Maka, bukanlah
ketidaksengajaan jika sasaran pembaca novel ini adalah anak-anak. Bukan berarti
membebankan tanggung jawab pada anak-anak, melainkan untuk membangun gairah
sepak bola di generasi mendatang. Buku dan film ini juga mengharapkan adanya
komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan prestasi sepak bola nasional yang
makin mumpuni.
Menurut keyakinan
Salman, mimpi itu bisa terwujud. “Kuncinya kita memiliki potensi. Kita memiliki
SDM yang banyak. Penduduk kita, yang saya lihat, banyak yang menyenangi sepak
bola,” kata Salman.
Sikap optimistis
Salman semakin besar setelah ia melihat semangat besar yang ditunjukkan
suporter sepak bola di setiap pertandingan di Gelora Bung Karno. Para
pencinta sepak bola Tanah Air selalu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
dengan lantang. Ini menunjukkan adanya patriotisme dalam sepak bola dan menjadi
modal kuat untuk memajukan sepak bola nasional.
Setelah Mimpi Sang Garuda, dua
novel berikutnya, Garuda
di Dadaku dan Garuda
Menantang Matahari, akan segera menyusul. Kiranya baik bagi
kita mengikuti ke mana arah dari jalinan mimpi yang tersurat dalam
lembar-lembar novel anak. Tentunya sambil menatap ke dunia nyata mau ke manakah
persepakbolaan Indonesia. [*]
Sumber:
Kompas, Sabtu 21
Maret 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar