Judul: Parenting With Love, Panduan Islami
Mendidik Anak Penuh Cinta dan Kasih
Sayang
Penulis: Maria Ulfah Anshor dan Abdullah Ghalib Penerbit: Mizania, Bandung Cetakan: Pertama, Mei 2010 Tebal: 268 Halaman Peresensi: Ubaidillah Sadewa*) |
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia” (QS Al-Kahfi [18]:46)
Anak
adalah merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia,
karena pada masa anak-anaklah sesungguhnya karakter dasar seseorang dibentuk
baik yang bersumber dari fungsi otak maupun emosionalnya. Berkualitas atau
tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan
pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya. Dengan kata lain, kondisi
seseorang di masa dewasa adalah merupakan hasil dari proses pertumbuhan yang
diterima di masa anak-anak. Adapun faktor-faktor dominan yang mempengaruhi
pembentukan dan pertumbuhan anak adalah orang tua, sekolah dan lingkungan.
Ketiga faktor tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam
konteks pengasuhan dan perlindungan anak, orang tua dan keluarga mempunyai
peran sentral, karena anak sangat tergantung pada orang dewasa. Bagi anak yang
memiliki orang tua, pengasuhan anak menjadi tanggung jawab orang tuanya, tetapi
bagi anak yang dalam kondisi tertentu tidak memiliki orang tua, maka negara
berkewajiban mencarikan keluarga alternatif melalui hukum adopsi atau lembaga
asuh pengganti keluarga agar mereka dapat berkembang sebagaimana layaknya
anak-anak yang hidup dalam keluarganya yang asli.
Setiap
anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a) diskriminasi; b) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c) penelantaran;
d) kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; e) ketidakadilan; dan f)
perlakuan salah lainnya.
Pasal-pasal
yang berkaitan dengan lingkungan keluarga dan pengasuhan anak dalam Konvensi
Hak Anak adalah pasal 5, 18 (ayat 1-2), pasal 9-11, pasal 19-21, pasal 25,
pasal 27 ayat 4 dan pasal 39. Isi dari pasal-pasal tersebut berkaitan dengan
tanggung jawab orang tua, bimbingan orang tua, hak anak yang terpisah dari
orang tuanya, hak anak untuk berkumpul dengan keluarganya, perlindungan
terhadap pengambil alihan anak secara ilegal, pemulihan pemeliharaan anak,
adopsi, dan perlindungan dari kekerasan dan penelantaran anak dalam keluarga.
Anak-anak
supaya dapat berkembang secara baik membutuhkan pendidikan, pelatihan maupun
pendidikan ketrampilan, serta rekreasi dan kegiatan seni-budaya. Adapun
pasal-pasal yang berkaitan dengan kebutuhan pendidikan anak adalah Pasal 28, 29
dan 31. Pasal 28 menyatakan bahwa negara akan menyediakan pendidikan dasar
wajib bagi semua anak secara cuma-cuma, termasuk berbagai fasilitas pendidikan.
Pasal 29 berisi arah pendidikan bahwa pendidikan diarahkan pada pengembangan
kepribadian anak, bakat dan kemampuan mental dan fisik, hingga mencapai potensi
yang optimal. Pasal 31 ayat 1, Negara-negara peserta sepakat mengakui hak anak
untuk beristirahat dan bersantai, bermain dan turut serta dalam
kegiatan-kegiatan rekreasi sesuai dengan usianya. Ayat 2, negara-negara peserta
sepakat untuk menghormati dan meningkatkan hak anak untuk turut serta
sepenuhnya dalam kehidupan budaya dan seni dan akan mendorong pengadaan peluang
yang layak dan sama untuk kegiatan seni, budaya, santai dan rekreasi.
Di
dalam tradisi masyarakat maupun secara normatif orang tua memiliki kewajiban
untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Perintah tersebut sangat beralasan karena kualitas
sumberdaya manusia di muka bumi ini sangat ditentukan oleh faktor pendidikan
dasar yang diberikan oleh orang tuanya. Anak-anak yang diasuh secara baik dan
dibekali dengan pendidikan yang memadai diharapkan akan menjadi anak yang baik
(shalih/shalihah), dan setelah dewasa menjadi orang-orang yang beruntung,
berguna bagi bangsa dan agamanya. Karena dengan bekal ilmu yang bermanfaat yang
dimilikinya, seseorang dapat melakukan banyak hal yang jauh lebih baik dan bermartabat
dibanding dengan orang yang tidak memiliki ilmu. Begitu juga dalam pandangan
agama (Islam), peran orang tua sangat penting dalam menentukan masa depan
anaknya. Pernyataan Nabi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
menganalogkan peran orang tua terhadap agama yang dianut anaknya sebagai
berikut : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang
tuanyalah yang membuat Yahudi, Nasrani, atau Majusi”
Untuk
mempersiapkan generasi yang berkualitas, orangtua dalam menyambut kelahiran
bayi selain mengazankan dan mengiqamahkan, selamatan atau aqiqah, memberi nama
yang baik, yang terpenting adalah membuatkan akte kelahiran bagi sang anak.
Akte kelahiran berfungsi untuk memperjelas kedudukan anak dalam keluarga, sebab
di dalamnya tercantum nama ayah dan ibunya. Dengan adanya kejelasan status anak
tersebut, dia memiliki hak untuk memperoleh harta waris yang ditinggalkan oleh
orangtuanya. Bagi anak yang tidak memiliki akte kelahiran akan mengalami
kesulitan untuk memperoleh pengakuan sebagai ahli waris ketika orangtuanya
meninggal dunia saat ia belum dewasa.(hlm.137-138)
Selain
itu, pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin sudah diberikan kepada anak
dengan memberikan pemahaman terhadap apa yang mereka alami dalam kehidupan
sehari-hari berkaitan organ dan fungsi reproduksinya. Beberapa hal yang bisa
disampaikan kepada anak terkait dengan kesehatan reproduksi, antara lain: a)
membiasakan membersihkan alat kelamin; b) mengenalkan organ-organ reproduksi
dan fungsinya; dan c) memisahkan tidur anak antara laki-laki dan perempuan.
Memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini dengan bahasa yang mudah
dimengerti akan menghindarkan perilaku menyimpang terhadap organ reproduksinya
di saat dewasa. (hlm. 170-176)
Keteladanan
orangtua dapat memberikan kesan positif yang sangat mendalam pada jiwa dan
kepribadian anak. Mereka memiliki pengaruh langsung yang kuat untuk diikuti
oleh anak-anaknya, apalagi jika komunikasi di anatar mereka terbuka, sehingga
dapat langsung memberikan penjelasan dengan bahasa yang dimengerti oleh anak.
Penulis
merupakan pakar soal kesetaraan gender. Pola pendidikan yang berperspektif
jender adalah suatu model pendidikan non seksis yang mewarnai semua proses
pendidikan dengan menanamkan pemahaman bahwa jender feminin dan jender maskulin
memiliki nilai yang sama dan sama pentingnya dalam kehidupan sosial. Pendidikan
non seksis ini harus dimulai sejak anak-anak masih kecil bahkan sejak bayi. Ada
beberapa persyaratan yang harus dilakukan dalam menerapkan pola pendidikan yang
adil jender, antara lain : tidak membedakan jenis kelamin, menumbuhkan sikap
kritis terhadap anak, tidak diskriminatif dan menghargai perbedaan, serta
demokrastis.(67-71)
Buku
ini mengupas tuntas persoalan pendidikan dan pengasuhan anak dimulai sejak
kedua orangtuanya akan menyatukan ikatan suci mereka dalam tali perkawinan
hingga dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran dan teladan kehidupan keluarga
Rasulullah juga bisa diambil di sini. Pada bab terakhir buku ini, diuraikan
juga persoalan anak dan kerentanan sosial. Banyaknya persoalan anak yang
muncul ke permukaan dewasa ini dipotret secara lengkap oleh penulis.
Membaca
buku ini, selain mendapatkan wawasan lengkap seputar pendidikan anak dan
cita-cita membangun keluarga sakinah, anda juga diajak untuk menjadi Ibu-Ayah
yang baik bagi anak-anak: memberi dan bukan menuntut, mengasihi dan bukan
menyakiti. Selamat membaca! [*]
*) Direktur Student Crisis Centre (SCC) PP IPNU
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar