Judul:
Tionghoa Surabaya Dalam Sepak Bola 1915-1942
Penulis: RN Bayu Aji Penerbit : Ombak, 2010 Jumlah Halaman: xxi + 141 hlm
Peresensi:
Dina Mahardinia*)
|
Di mana dan kapan
saja, sepak bola selalu menarik dan memesona manusia. Kendati terjadi krisis, perang,
bencana, skandal suap, pelanggaran nilai fair play dalam olahraga, sepak bola
tidak pernah mati dan justru tetap menghibur karena sepak bola telah menjadi
olahraga rakyat.
Sindhunata pernah
menyatakan bahwa, dunia sepak bola juga dapat menunjukkan bagaimana sebenarnya
pergulatan hidup yang terkadang keras karena sepak bola tidak selalu berakhir
dengan kemenangan. Sepak bola juga mengajarkan bagaimana menerima kekalahan.
Sepak bola juga secara tegas melibatkan penonton untuk senantiasa berani dalam keadaan
menang dan kalah. Oleh sebab itu, sepak bola mengajari orang untuk menghadapi
pengalaman realisme nasib.
Bagaimana dengan
persepakbolaan di Indonesia, tepatnya ketika masih bernama Hindia Belanda?
Bagaimana pula awal sepak bola tumbuh di Surabaya dan kota besar di Hindia
Belanda? Buku yang ditulis oleh RN Bayu Aji dengan judul Tionghoa Surabaya
dalam Sepak Bola 1915-1942 ini akan menjelaskan bagaimana sepak bola di
Indonesia terbangun berdasarkan etnisitas yang ada.
Perkembangan sepak
bola di Hindia Belanda awal abad ke-20 tidak bisa terlepas dari pengelompokan
masyarakat menjadi tiga kelas yakni kelas atas Belanda (Eropa), kelas menengah
yakni Vreemde Oosterlingen (Tionghoa, Arab, Timur Jauh) dan kelas bawah yakni
Bumiputera (Inlander).
Pembedaan tersebut
merupakan salah satu faktor penguat bahwa sepak bola bisa tumbuh mengakar
melalui etnisitas dan suku. Tiga kelas masyarakat di Hindia Belanda, secara
perlahan melalui proses kolonialisasi mengenal sepak bola dan kemudian
mempraktikkannya melalui komunitas dan kelompok masyarakat masing-masing.
Kedudukan
orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda yang sedikit lebih mapan daripada
Bumiputera menyambut baik hal tersebut. Sekolah-sekolah Tionghoa sedikit maju
dan bahkan bisa bersaing dengan sekolah Belanda, baik melaui sisi finansial
serta manajemen pengelolaan dibanding dengan sekolah Bumiputera. Bukan tidak
mungkin orang Tionghoa dalam realitanya lebih siap menerima sepak bola melalui
ranah pendidikan.
Selain kuat dan
dapat menguasai faktor ekonomi (wilayah yang tidak bisa disentuh dan dikelola
oleh orang Belanda dan Bumiputera), orang Tionghoa di Hindia Belanda juga
terkenal perhatian dalam ranah olahraga karena olahraga dapat mengharumkan nama
bangsa. Pembentukan Perkumpulan Olahraga (POR) merupakan jawaban dan perhatian
orang Tionghoa terhadap olahraga yang di kemudian hari berhasil membesarkan
bond-bond sepak bola.
Keberadaan
perkumpulan sepak bola Tionghoa terutama di Surabaya tidak bisa terlepas dari
peranan POR Gymnastiek en Sportvereeniging Tiong Hoa yang berdiri pada 31
Desember 1908. Keberadaan POR tersebut menjadikan Tionghoa Surabaya sebagai
kesebelasan sepak bola kalangan orang Tionghoa, sehingga bisa berbangga diri
dalam dunia olahraga dan sepak bola. Tionghoa Surabaya paling tidak berpacu dan
ikut mewarnai sejarah sepak bola di Surabaya dan kejuaraan antar-bond Tionghoa
di Hindia Belanda.
Tionghoa Surabaya
sebagai representasi kiblat sepak bola Tionghoa di Surabaya dan Hindia Belanda
dengan cepat mengikuti perkembangan kemajuan sepak bola Tionghoa, memiliki
pengelolaan dan manajemen klub yang teratur dan rapi. Semenjak kompetisi
pertandingan antar kota (steden wedstrijden) dilakukan dengan UMS Batavia,
Union Semarang dan YMC Bandung, hingga CKTH dan HNVB, Tionghoa Surabaya
menempatkan diri sebagai bond elit di Hindia Belanda. Tionghoa sering
mendapatkan juara steden wedstrijden dan kompetisi lokal di SVB. Di antaranya
adalah piala Hoo Bie 1921-1922, piala Tjoa Toan Hoen 1925, Juara CKTH
1027-1929, juara HNVB 1030-1932. Masa keemasan Tionghoa Surabaya terjadi pada
tahun 1939 dengan meraih juara kompetisi SVB (Soerabajasche Voetbal Bond), HNVB
serta juara pada kejuaran Java Club Champion.
Selain itu, seperti
kita ketahui bahwa pada masa Hindia Belanda terdapat tiga induk organisasi
sepak bola yang eksis yakni NIVB (Nederlandsch Indische Voetbal Bond) bagi
orang-rang Belanda (Eropa), HNVB (Hwa Nan Voetbal Bond) bagi orang-orang
Tionghoa dan PSSI (Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia). Pada tahun 1938,
Hindia Belanda mengikuti Piala Dunia di Perancis. Saat itu terjadi ketegangan
antara NIVB dan PSSI terkait nama timnas yang akan berangkat mengikuti Piala
Dunia.
PSSI meminta nama
timnas yang ikut Piala Dunia adalah Indonesia sedangkan NIVB minta nama
Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda/Dutch East Indies). FIFA mengakui nama
Nederlansch-Indie dan PSSI menarik dari timnas. Peran inilah yang kemudian
diisi oleh kelompok Tionghoa untuk ikut pertama kali memperkuat timnas. Pemain
Tionghoa Surabaya yang ikut Piala Dunia adalah Kiper Tan “Bing” Mo Heng dan
striker Tan Hong Djien. Sedangkan dari bond Gie Hoo Surabaya adalah Tan See
Han.
Sepak bola di
Hindia Belanda juga sarat dengan nuansa politik, baik kalangan Tionghoa,
Belanda dan Bumiputera. Penggalangan dana dan pertandingan amal merupakan salah
satu contoh bahwa sepak bola dekat dengan politik. Pertandingan amal bisa
dikatakan sebagai bentuk semangat nasionalisme meskipun bersifat simbolik dan
sesaat. Nasionalisme Tionghoa Surabaya lebih dekat dengan negara Tiongkok
karena pengaruh THHK dan Soe Poe Sia. Selanjutnya, peristiwa pemboikotan
pemberitaan oleh Pers Melayu Tionghoa tahun 1932 yang dilakukan oleh Liem Koen
Hian terhadap petandingan NIVB juga merupakan salah satu bentuk semangat
nasionalime, meskipun sempat berselisih dengan Tionghoa Surabaya.
Sepak bola di
Hindia Belanda berhasil memainkan peran tidak hanya dalam pendekatan olahraga
dan permainan. Sisi-sisi politik, sosial, ekonomi dan budaya dapat
ditransformasikan ke dalam sepak bola, sehingga ada yang memanfaatkannya
sebagai salah satu alat perjuangan bangsa dan membangkitkan semangat
nasionalisme masyarakat di Hindia Belanda berdasar paham dan kebangsaan
masing-masing, termasuk kalangan masyarakat Belanda, Tionghoa (Vreemde
Oosterlingen), dan Bumiputera (Inlander). [*]
Sumber:
Kompas, 13 Oktober
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar