Judul:
Antologi NU; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah
Penulis:
H. Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, S.Sos
Pengantar:
K.H. Abdul Muchith Muzadi
Penerbit:
Khalista, Surabaya - Cetakan: I, Juni 2007
Tebal:
xviii + 322 halaman
Peresensi:
M. Abdul Hady JM
|
Nahdlatul Ulama
(NU) merupakan organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia. Organisasi
ini didirikan di Surabaya oleh para ulama pengasuh pesantren pada tanggal 31
Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H.
Ada banyak faktor
yang melatarbelakangi berdirinya NU. Diantara faktor itu adalah perkembangan
dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk
amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam
"murni", yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem
brmadzhab.
Bagi para kiai
pesantren, pembaruan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu
keniscayaan, namun tetap tidak dengan meninggalkan tradisi keilmuan para ulama
terdahulu yang masih relevan. Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak
untuk segera didirikan.
Sebagai organisasi
keagamaan, NU telah melewati pergulatan sejarah yang cukup panjang. Setidaknya,
NU telah melewati beberapa masa atau era yaitu era pra kemerdekaan, orde lama
(pasca kemerdekaan), orde baru, dan reformasi. Dalam setiap perjalanan panjang
ini, tentu saja NU mengalami perubahan dan perkembangan yang cukup besar. Buku
"Antologi NU ; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah" ini mencoba
memberikan potret cukup jelas dan lengkap seputar sepak terjang NU sejak awal
berdirinya yaitu pada masa KH. Hasyim Asy'ari hingga masa sekarang, yaitu era
kepemimipinan KH. Hasyim Muzadi.
Pada awal
berdirinya, NU merupakan sebuah "jam’iyyah diniyyah " murni
(independen). Ia bukan organisasi politik, bahkan tidak berafiliasi sama sekali
terhadap partai politik tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya, NU
pernah bergabung dengan partai politik tertentu, bahkan pernah menjadi partai
politik sendiri.
Pada tahun-tahun
awal berdirinya, yaitu tahun 1926- 1942, perjuangan NU dititik-beratkan pada
penguatan doktrin Ahlussunnah waljamah (Aswaja) dalam rangka menghadapi
serangan penganut ajaran Wahabi. Di antara program konkretnya, selain melakukan
penguatan persatuan di antara para kiai dan pengasuh pesantren adalah
menyeleksi kitab-kitab yang sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran Aswaja.
Pada Muktamar NU
ke-19 di Palembang tahun 1952, NU dideklarasikan sebagai partai politik
sendiri, setelah sebelumnya cukup lama bergabung dengan Masyumi. Pada pemilu
pertama 1955, Partai NU muncul sebagai kekuatan yang cukup besar dengan
menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi. Pada masa-masa ini yaitu
ketika masih menjadi partai politik, banyak tokoh NU yang menempati posisi
strategis dalam lembaga pemerintahan dan lembaga legislatif, serta banyak juga
yang diangkat sebagai Duta Besar RI di luar Negeri (hal. 18-20).
NU terus menapaki
lorong-lorong terjal sejarah. Pada masa berikutnya yaitu sejak tahun 1973
Partai NU tidak diakui lagi, dan dipaksa harus melebur ke dalam Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Masa ini berlangsung hingga tahun 1984. Pada masa
peleburan partai ini, tokoh-tokoh NU (sengaja) dipinggirkan dari kancah
perpolitikan nasional dan pemerintahan oleh rezim otoriter Orde baru. Bahkan
banyak tokoh NU yang dijebloskan ke dalam penjara dengan aneka macam tuduhan.
Pada dasawarsa
1980-an terjadi perubahan mengejutkan di tubuh NU. Setelah malang melintang
dalam dunia politik praktis selama 32 tahun, lewat Muktamar NU ke-27 di
Situbondo pada tahun 1984, NU kembali ke khitthah 1926. NU menyatakan diri
keluar dari politik praktis dan kembali ke jati dirinya semula sebagai
organisasi keagamaan (jam'iyah diniyah).
Pada masa ini, NU
mulai lebih mengurusi pendidikan dan lebih menekuni kegiatan dakwah
kemasyarakatan. NU mulai sibuk kembali membenahi sekolah-sekolah dan rumah
sakit-rumah sakitnya yang telah lama terabaikan. Kegiatan-kegiatan pengajian
kembali digalakkan, bahkan mulai masuk ke unit-unit pemerintahan. Satu persatu
cabang dan ranting yang mati dihidupkan kembali (hal. 21).
Sebagai organisasi
sosial keagamaan, dalam NU terdapat banyak istilah baik yang terkait dengan
kelengkapan organisasi maupun nama kebijakan atau keputusan yang pernah
dikeluarkan oleh NU. Dalam buku ini dijelaskan ada 57 istilah. Istilah-istilah
tersebut disebutkan secara alpabet.
Selain itu, buku
ini juga menjabarkan beragam budaya dan amaliah warga NU. Sebuah budaya dan
amaliah yang tidak terdapat, bahkan tidak dikenal di luar organisasi NU. Bahkan
ada yang dianggap sebagai amaliah bid'ah. Sekadar disebutkan misalnya, di
antaranya, barzanji, tahlil, tawassul, dan ziarah kubur. Seperti nama-nama
istilah dalam NU tersebut, beberapa budaya dan amaliah warga NU ini juga
dipaparkan secara alpabet dari A sampai Z.
Pada bab terakhir,
yaitu bab IV pembaca juga disuguhi kisah singkat para tokoh atau kiai NU. Namun
dalam buku ini hanya 49 tokoh yang disebutkan. Mereka memiliki peranan yang
cukup besar dalam merintis dan mengawal langkah perjalanan panjang NU. Namun
demikian, selain tokoh-tokoh tersebut sejatinya juga masih banyak NU yang tak
kalah pentingnya. Dari kisah singkat para tokoh ini, setidaknya kita, terutama
warga NU dapat mengambil pelajaran penting (uswah) dari pernik-pernik kehidupan
dan pengabdian mereka. Sebab, kontribusi mereka terhadap bangsa khusunya NU
sangat besar.
Menariknya, dalam
buku ini juga dilengkapi beberapa gambar peristiwa, kegiatan NU, dan
foto-foto para tokoh NU tersebut. Sehingga, selain penampilan buku ini semakin
menarik, yang terpenting, pembaca bukan hanya tahu namanya saja melainkan juga
dapat mengetahui wajah para tokoh yang dipaparkan dalam buku ini. [*]
*) M.
Abdul Hady JM,
Mahasiswa Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, Alumnus PP. Al-Jalaly
Ambunten Sumenep Madura.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar