Judul:
Bentang Pasantren
Pengarang:
Usep Romli H M
Penerbit:
Kiblat Buku Utama
Cetakan:
Ke-4 - Tahun : 2011
Tebal:
70 Halaman
Peresensi:
Abdullah Alawi
|
Pesantren memiliki
dunianya sendiri dengan kiai sebagai pusatnya (Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren,
1982). Dengan demikian, pesantren memiliki ciri khas sendiri, norma
sendiri yang berbeda dengan dunia luar, kendati hanya beberapa meter jaraknya.
Meminjam istilah Gus Dur, yang demikian itu, disebut subkultur.
Begitu juga dalam
urusan cinta. Pesantren punya cara sendiri mengekspresikannya. Hal itu bisa
kita nikmati dalam novel berbahasa Sunda Bentang
Pasantren karya Usep Romli HM.
Novel ini
mengisahkan seorang santri bernama Aep, jatuh cinta kepada putri ajengan (gelar
kiai di Pasundan) bernama Imas. Selain cantik jelita, Imas juga ahli qiroah sab’ah dengan
suara merdu. Suaranya mirip Rofiqoh Darto Wahab (Penyanyi Lesbumi di tahun
60-an) (halaman 9)
Tetapi, tata tertib
pesantren sangat ketat. Jangankan bercengkrama, untuk sekadar melihat wajah,
susahnya bukan main. Hanya rindu yang menggelayut di dada Aep. Antara cemas dan
harap campur-baur setiap malam. Apalagi ketika ia tahu santri-santri senior dan
lurah santri juga menaruh hati kepada Imas. Diam-diam mereka sudah lebih dulu
mengirim surat cinta. Persaingan dingin terjadi.
Tanpa disengaja,
Aep bertemu Imas di Pemandian. Keduanya hanya bertatapan, terpana, kemudian
kabur. Tak dinyana, pertemuan itu dilaporkan kepada lurah santri. Meski tidak
melakukan apa-apa, Aep ditajir,
rambutnya dibotak sebelah.
Ta’jir memicu Aep
semangat mengaji. Ia melampiaskan kemarahannya dengan melalab kitab-kitab yang
diajarkan. Karena ketekunannya, ia punya kesempatan untuk sorogan secara khusus
kepada Mama Ajengan.
Nah, pada setiap
sorogan itulah Aep merasa selalu ada suara berjinjit di pelupuh, kemudian
mengintip di balik gorden tempat ia sorogan kepada Mama Ajengan.
Jeung nu kacida
nguntungkeun, eta saban-saban kuring rek asup ka kamar panglinggihan Mama nu
husus diangge tempat anjeuna ngawuruk, jeung nyimpen kitab, reregan kamar
sagigireunna sok katenjo oyag-oyagan. Lebah dinya sok katenjo aya teuteup
ngajorelat, nyerangkeun saliwat, samemeh ngelok ka jero. (halaman 56-57)
(Yang
menguntungkan, setiap aku masuk ke kamar Ajengan, khusus tempat sorogan, dan
menyimpan kitab, gorden kamar sebelah tampak bergoyang-goyang. Di situlah aku
melihat tatap selintas, kemudian hilang).
Meski tidak jelas
benar, Aep yakin suara pelupuh, gorden bergoyang dan pengintip itu adalah Imas,
pujaan hatinya, bentang pasantren, yang bersuara merdu. Dan ia yakin itu
pertanda cintanya gayung bersambut, berbalas. Berdasar keyakinan ini, ia makin
semangat mengaji.
Bentang Pasantren karya Usep ini
mampu menampilkan kearifan pesantren seperti kebersamaan, setia kawan, taat
aturan, menghormati orang tua, qonaah, dan menghargai waktu. Semua itu
merupakan ajaran yang diilhami ayat Al-Quran, hadis, qaul ulama, dan teladan
ajengan, yang sudah bersenyawa dengan kehidupan pesantren.
Usep yang pernah
mendapat anugerah sastra Rancage dari Yayasan Rancage ini, kisah percintaan
dengan ruang pertemuan yang demikian sempit. Ia lihai menggambarkan suasana
hati Aep dengan menukil Syair-Syair
Kerinduan Umrul Qais. Usep paham dunia pesantren karena pernah ada
di dalamnya.
Pengarang kahot (populer) ini juga
pandai menampilkan percakapan cerdas diselingi guyon sehingga pembaca bisa imut gelenyu
(tersenyum) atau cacalakatan (tertawa terbahak-bahak).
Sayangnya, Usep
tidak terlalu detail dalam menggambarkan suasana pesantren ketika mengaji, dan
jumlah kobong,
misalnya. Dan perjumpaan Aep bersama Imas selalu berdasarkan kebetulan-kebetulan
yang beruntun. [*]
*) Pengamat sastra Sunda
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar