Judul: Wahid Hasyim Biografi Singkat 1914-1953
Penulis: Muhammad Rifa’i
Editor: Meita Sandra
Penerbit: Garasi Yogyakarta
Cetakan: 2010
Tebal: 169 hlm.
Peresensi: Moh. Ridwan Rifa’i
|
Kiai Wahid Hasyim adalah putra dari Hadratus Syekh
KH Hasyim Asy’ari, salah satu pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) dan ayah
dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Wahid Hasyim adalah salah seorang dari
sepuluh keturunan langsung KH Hasyim Asy’ari. Silsilahnya dari jalur ayah
bersambung hingga Joko Tingkir, tokoh yang dikenal dengan Sultan Sutawijaya
yang berasal dari kerajaan Islam Demak. Sedangkan dari jalur ibunya, bersambung
hingga Ki Ageng Tarub. Dan bila dirunut lebih jauh, kedua silsilah itu bertemu
pada satu titik, yaitu Sultan Brawijaya V, yang menjadi salah satu raja
kerajaan Mataram. Maka tidak heran jika pada akhirnya Wahid Hasyim menjadi
seorang figur, panutan masyarakat, bahkan gelar pahlawan nasionalpun ia raih.
Karena Wahid Hasyim dikenal sebagai sosok yang mempunyai banyak sumbangsih
terhadap negara Indonesia, khususnya dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Selain dikenal sebagai pejuang kemerdekaan, Wahid
Hasyim aktif dibeberapa organisasi kemasyarakatan seperti MIAI, Masyumi, Liga
Muslimin Indonesia, hingga di organisasi terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul
Ulama (NU). Di beberapa organisasi tersebut ia selalu dipercaya untuk menjadi
Rais Akbarnya. Namun yang paling banyak memberikan sumbangsih dan mengabdi
terhadap organisasi yaitu di jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU), salah satu
organisasi yang didirikan oleh ayahnya, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari.
Karirnya di NU dimulai dari pengurus ranting NU
Cukir Jombang, ketua NU Cabang Jombang, hingga kemudian pada tahun 1940 dipilih
menjadi anggota PBNU bagian Ma’arif (pendidikan). Dari sinilah, perjuangan di
NU mulai banyak peningkatan sampai akhirnya pada tahun 1946 Wahid Hasyim
diberikan amanah sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU menggantikan Kiai Ahmad
Shiddiq.
Pada masa kepemimpinannya di NU, Wahid Hasyim tidak
hanya berkiprah memajukan serta meningkatkan sumber daya manusia melalui
pendidikan. Beliau juga mampu berkiprah dalam perjuangan politik. Namun
perjuangan politiknya bukan perjuangan politik pragmatis untuk memperoleh
sebuah kekuasan dan kepentingan pribadi, melainkan ia mampu berkiprah
memperjuangkan politik kebangsaan dan kerakyatan. Kiprah Wahid Hasyim di NU
benar-benar mengabdi untuk NU, sehingga pada tahun 1939 atas nama wakil NU, ia
mampu membawa NU masuk bergabung dalam MIAI sebuah perkumpulan dari berbagai
organisasi Islam dalam satu wadah. Jadi, pada usia 25-26 tahun Wahid Hasyim
sudah menjadi ketua pergerakan dengan skala nasional dalam dua organisasi.
Selain itu, Wahid Hasyim pernah mendirikan
organisasi kepemudaan Islam. Dengan mengajak M Natsir dan Anwar Cokrominoto,
mereka menggerakkan pemuda Islam yang militan, berani berjihad untuk agama,
bangsa, dan tanah airnya. Gerakan ini ini diberi nama GPPI (Gerakan Pemuda
Islam Indonesia), yang lahir pada tanggal 2 Oktober 1945. GPPP ini lahir,
sebagai organisasi gerakan kepemudaan Islam yang bergerak dalam lapangan
politik dan memiliki kecenderungan radikal (hal. 37).
Sejak itulah, kita mengetahuai bahwasanya Wahid
Hasyim adalah tokoh pergerakan yang mampu membangkitkan NU di pentas nasional.
Ia juga mampu meningkatkan bidang pendidikan dan sosial-politik NU. Dengan
semua ini, Wahid Hasyim bisa menunjukkan bahwa NU mempunyai kualitas dan bisa
berkiprah walaupun warganya mayoritas berlatar belakang kalangan tradisionalis
(pesantren).
Meskipun berlatar belakang dari kalangan
tradisionalis, ia tetap konsisten, ikhlas, dan sabar dalam mengabdi pada NU.
Dengan kekonsistenan, keikhlasan, dan kesabaran dalam mengabdi di NU, akhirnya
NU memberikan sebuah “barokah” (nilai tambah), pada tahun 1949-1952 Wahid
Hasyim diangkat menjadi Menteri Agama. Dengan bermodal perjuangan dan mengabdi
pada bangsa Indonesia khususnya NU, akhirnya Wahid Hasyim mampu menjadi seorang
yang sukses, diterima oleh banyak kalangan, memimpin organisasi terbesar di
Indonesia seperti, jam’iyah Nadlatul Ulama (NU) dan organisasi terbesar lainnya
yang berskala nasional hingga dipercaya menjadi Menteri Agama.
Buku “Biografi Singkat Kiai Wahid Hasyim” ini,
menceritakan sejak ia lahir, pendidikan, kaya-karyanya, perjuangannya di
Pesantren Tebuireng Jombang hingga pada saat aktif diberbagai organisasi keagamaan
kemasyarakatan yang berskala nasional khususnya di jam’iyah Nahdlatul Ulama
(NU). Juga beberapa pemikirannya tercantum dalam buku ini, mulai tentang agama
dan negara, politik, pergerakan, perjuangan umat Islam, pendidikan dan
pengajaran, hingga tentang pemikiran Kementerian Agama.
Salah satu pemikiran Wahid Hasyim yang menarik dalam
buku ini, adalah tentang pemikiran politiknya. Pemikiran dan gerakan politik
Wahid Hasyim adalah kebangsaan, kerakyatan, membela negara mengayomi
masyarakat. Politik bagi Wahid Hasyim bukanlah sebagai kendaraan untuk meraih
sebuah kekuasaan dan jabatan, melainkan ia untuk mengabdi untuk negara,
mengayomi masyarakat dari semua golongan. Namun kenyataannya sampai sekarang
justru politik dianggap sebagai kendaraan untuk meraih kekuasaan, jabatan, demi
kepentingannya sendiri.
Dari buku ini, setidaknya dapat menjadi langkah awal
sejauh mana kita mengenal sosok dan latar belakang Wahid Hasyim. Agar supaya
muncul penulis dan peneliti yang mampu menulis biografi para tokoh, Kiai, yang
mempunyai banyak sejarah dan sumbangsih terhadap negara. Dengan harapan bisa
diteladani oleh masyarakat khususnya para santri pondok pesantren. Semoga
pejuangan yang dilakukan oleh Wahid Hasyim untuk Negara, masyarakat, khususnya
warga nahdliyin bermamfaat dan barokah.[*]
*) Peresensi adalah, Mahasiswa semester akhir STITA Sumenep, saat ini aktif sebagai staf TU Madrasah Ibtidaiyah Nasy-atul Muta’allimin Candi Dungkek Sumenep Madura.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar