Judul:
Umar Mukhtar, Singa Padang Pasir
Penulis
: Isham Abdul Fatah
Tebal
: 148 halaman
Penerbit
: Pustaka Al-Kautsar
Cetak:
Pertama, 2013
|
“Keberanian
tak pernah dimiliki oleh mereka yang mencintai dunia”
Keberanian untuk
membela tanah air atau biasa disebut semangat nasionalisme merupakan hal
yang wajib dimiliki oleh setiap warga negara. Namun, belakangan ini sikap
nasionalis mulai memudar atau bahkan sulit ditemukan di kalangan masyarakat
Indonesia. Bukti yang sangat sederhana adalah, masyarakat lebih bangga jika
menggunakan barang-barang buatan luar negeri dibanding menggunakan produk lokal
(dalam negeri).
Tidak hanya
nasionalisme, keberanian juga bisa diwujudkan dengan memberikan aspirasi
terhadap problema yang ada di tanah air Indonesia. Kita tidak sedang hidup di
era Soeharto dimana setiap orang yang mengkritisi kebijakan pemerintah akan
ditangkap, dipenjara, atau bahkan dibunuh. Saat ini, keberanian mengemukakan
kebenaran bukan merupakan sebuah pelanggaran hukum atau bahkan pelanggaran
syari’ah. Masalahnya, masyarakat kita cenderung lebih memilih diam dan
pura-pura tidak tahu dengan berbagai problem yang sedang terjadi di Indonesia.
Tanpa mereka sadari sikap diam dan acuh tak acuh mereka akan menjadikan keadaan
Indonesia menjadi semakin buruk.
Buku ini
menjelaskan kepada kita tentang makna keberanian, keberanian untuk membela
tanah air, keberanian untuk menentang kesemena-menaan, keberanian untuk
berjuang dan keberanian untuk mengambil keputusan terburuk (mati). Umar Mukhtar
adalah seorang tokoh revolusioner dari Libya. Beliau lahir pada tahun 1862 M di
desa Janzour Asy- Syarqiyyah Jaanzour Timur, salah satu nama desa di Libya,
dekat dengan perbatasan Mesir.
Beliau terlahir
dari keluarga yang religius dan teguh pada ajaran agama. Sejak kecil dia sudah
ditinggal oleh ayahnya yang meninggal ketika dalam perjalanan ke tanah suci.
Karena pahit getirnya kehidupan yang beliau alami menjadikannya memiliki
kepekaan emosional terhadap penderitaan rakyat dan kesedihan mereka. Ia selalu
bersimpati dan menolong orang miskin dan lemah.
Nama Umar Mukhtar
dikenal karena keberaniannya membunuh singa padang pasir yang menjadi momok
masyarakat saat itu. Ia memiliki semboyan “Keberanian tidak akan dimiliki oleh
mereka yang mencintai dunia”. Karena keberaniannya orang- orang menjulukinya
singa padang pasir. Ia dengan gigih melawan penjajah Italia dan menjadi
generator bagi masyarakat Libya.
Ketika siang ia
berjuang dengan pedang terhunus menyambar lawan tanpa pengampunan bak Khalifah
Umar bin Khatab kala dulu. Akan tetapi, ketika malam beliau berubah menjadi
seorang yang lemah lembut seolah tak memiliki daya. Beliau senantiasa bersujud
dan bermunajat kepada Allah Swt. Mengumandangkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an
memohon untuk kesejahteraan rakyatnya.
Keberanian
membawanya kepada para penjajah Italia yang sangat otoritatif. Musollini
seorang penjajah Italia yang terkenal dengan kelicikan dan kekejamannya sampai
turun tangan dan ikut serta dalam menghadapi Umar Mukhtar karena para sekutunya
merasa kelimpungan. Berbagai upaya damai yang dilakukan oleh pihak musuh mulai
dari iming-iming jabatan, memberikan hadiah kepada Umar Mukhtar, hingga
mengadakan berbagai perundingan dan membentuk perjanjian yang pada akhirnya
dikhianati oleh pihak musuh sendiri.
Hal ini membuat
Umar Mukhtar sangat marah, dan membuatnya nekat menyerbu pasukan Italia. Pada
penyerangan pertama Beliau mendapatkan sebuah kemenangan. Namun, hal itu justru
membuat musuh menambah jumlah pasukan dan memperketat melakukan pengintaian
terhadap musuh, tanpa disadari musuh telah mengepung mereka.
Berakhir di Tiang
Gantungan
Pertempuran yang
tidak seimbangpun terjadi hingga pasukannya banyak yang gugur dan akhirnya
musuh mampu menangkap Umar Mukhtar. Namun sang singa tidak pernah takluk
selamanya. Perjuangannya tak pernah sia-sia walaupun semua harus berakhir
syahid di tiang gantungan.
Perjuangan rakyat
Libya tidak berakhir karena eksekusi Umar Mukhtar, namun hal itu seolah menjadi
cambuk bagi mereka untuk lebih giat mengusir para penjajah. Akhirnya, rakyat
Libya mampu membuat musuh lari tunggang langgang dari tanah air mereka.
Jika pada masa Umar
Mukhtar keberanian dianggap sebagai sebuah pelanggaran, maka berbeda halnya
dengan saat ini. Saat ini kebebasan sangat diagungkan. Lebih spesifiknya
mengenai kebebasan berpendapat. Karena saat ini kita tidak berperang dengan
menggunakan senjata atau pedang. Akan tetapi, pedang kita adalah akal dan pena
yang bergerak sesuai irama kehidupan. [*]
*) Lailatur Rohmah, mahasiswa STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar