Judul
Buku: Historiografi Haji Indonesia
Penulis:
Dr M Shaleh Putuhens
Penerbit:
LKiS, Yogyakarta
Cetakan:
I, 2007
Tebal
Buku: xx + 436 halaman
Peresensi:
Ach
Syaiful A'la*)
|
Ziarah keagamaan adalah ibadah atau ritual yang lazim dalam hampir seluruh agama yang ada di bumi. Seperti ibadah haji bagi umat Islam merupakan ibadah sakral, wajib dilaksanakan setiap muslim yang mampu secara ekonomi, fisik, mempunyai ilmu, tahu tata cara pelaksanaan ibadah haji.
Haji ke Baitullah
merupakan salah satu ritus keagamaan bagi pemeluk agama-agama Samawi. Ia telah
dilakukan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad. Menurut beberapa sumber yang
ada, Nabi Adam juga pernah melaksanakan ibadah haji dengan cara tawaf (mengelilingi
Ka'bah) setelah membangun Ka'bah. Nabi Ibrahim dan putranya, Isma'il juga
melaksanakan ibadah haji setelah membangun Ka'bah kembali di Mekah (hlm 21).
Uniknya, ibadah
haji tidak bisa dilaksanakan pada sembarang waktu. Al-Qur'an surat Al-Baqarah
ayat (197) menegaskan bahwa pelaksanaan ibadah haji telah ditentukan waktunya (al-hajju asyhuru-ma'luumat)
hanya satu kali dalam setahun, yaitu pada hari ke-8, ke-9, dan ke-10 bulan
hijriyah, di luar waktu itu yang dilakukan bukan ibadah haji, tapi ibadah umrah
(haji kecil).
Haji, seperti kita
ketahui merupakan salah rukun Islam kelima yang sangat unik dan kompleks dalam
pelaksanaannya. Sebagai bagian dari ajaran Islam, mekanisme pelaksanaan ibadah
haji membutuhkan segala bentuk kemampuan yang berkaitan dengan fisik dan
non-fisik, kesiapan mental, kesadaran diri, semangat keagamaan, ketulusan hati,
perjuangan dan pengorbanan. Sehingga pelaksanaan ibadah haji mempunyai
perbedaan yang sIgnifikan dalam pelaksanaannya dibandingkan dengan rukun Islam
lainnya (salat, puasa, zakat).
Dikatakan unik dan
kompleks—ibadah haji—karena bentuk kesiapan dan persiapan memerlukan banyak hal
di luar dirinya. Mulai kemampuan yang bersifat internal hingga yang bersifat
ekternal. Dalam kenyataannya, kemampuan secara internal hanya menjadi bagian
kecil lebih dari pada dukungan ekternal. Dukungan (eksternal) ini banyak
melibatkan dukungan luar seperti sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Pertama, dukungan
sosial (masyarakat), adalah dukungan yang bisa mempermudah proses pelaksanaan
ibadah haji, seperti acara pengajian, ritual sebelum berangkat, doa keselamatan
dan lain sebagainya. Segenap prosesi yang dilakukan oleh calon haji diyakini
menjadi serangkaian acara yang mampu mengintegrasikan segenap kekuatan dan
ketulusan untuk berangkat melaksanakan ibadah haji.
Kedua, dukungan
politik, yaitu dukungan di luar masyarakat tetapi sangat berhubungan dalam
masalah urusan administrasi negara dengan melibatkan stake holder pemerintah
yang berkompeten di bidang urusan haji, dalam hal ini departemen agama.
Ketiga, dukungan
dalam unsur budaya, merupakan dukungan moral yang memperkuat identitas
seseorang, dimana seseorang yang telah menunaikan ibadah haji akan memperoleh
tempat (penghormatan) berbeda dari pada orang lainnya yang belum atau tidak
menunaikan ibadah haji.
Kelima, dukungan
dari segi kultural, dari sini ibadah haji menjadi alat transformasi kesadaran
yang berpengaruh terhadap relasi sosial—keagamaan di lingkungannya
(masyarakat).
Haji
dan Politik
Permulaan
perjalanan jamaah haji Indonesia sangat tergantung kepada alat transportasi
antara kepulauan Nusantara dengan Jazirah Arab. Hubungan antara kedua wilayah
tersebut dilaksanakan melalui jalur pelayaran perdagangan yang berkaitan erat
dengan masuknya Islam serta pembentukan komunitas Muslim Indonesia. Sehingga,
pelayaran, perdagangan dan Islamisasi serta pengaruhnya, merupakan
faktor-faktor yang menciptakan suasana kondusif untuk permulaan perjalanan haji
pribumi Nusantara pada abad XVI.
Siapa dan kapan
penduduk Nusantara yang mula pertama menunaikan ibadah haji ke Mekah?
Jawabannya, tidak ditemukan dalam sejarah. Dari beberapa data yang ada, hanya
bisa diidentifikasi bahwa mereka yang pertama kali melaksanakan ibadah haji
dari Indonesia ke Mekah bukan jamaah haji melainkan para pedagang, utusan
sultan, para mufassir dan
pencari ilmu (hlm 104-105).
Berbicara tentang
haji merupakan topik dan kajian sangat menarik, menantang, tetap aktual,
apalagi berkaitan dengan persoalan politik. Banyak kita jumpai
penyimpangan-penyimpangan terjadi dilakukan oleh oknum tertentu yang menangani
masalah haji. Misalnya, korupsi dana haji, dan lain sebagainya.
Namun, masalah di
atas sampai pada saat ini masih belum banyak diungkap oleh sejarawan maupun
sarjana muslim, baik di dalam maupun di luar negeri. Hemat penulis dalam buku
ini telah mengetengahkan kajian kritis dan mendalam atas praktik pelaksanaan
ibadah haji masyarakat muslim Indonesia sejak terbentuknya komunitas Muslim
Indonesia di wilayah ini hingga pertengahan pertama abad XX.
Buku setebal 436
ini, menyajikan beberapa pemikiran rekontruksi terhadap beberapa perjalanan
seseorang yang melaksanakan haji atas situasi politik, ekonomi, budaya, dan
keagamaan yang terdapat dalam masyarakat muslim Indonesia. Juga dilengkapi
dengan beberapa data grafik orang muslim Indonesia yang mukimin, mengajar,
pelajar di Mekah, serta data-data orang yang melaksanakan ibadah haji setiap
tahunnya sejak tahun 1270 H/1853 M. [*]
*) Peresensi,
Alumnus PP Nasy'atul Muta'allimin (NASA) Gapura Sumenep. Kini aktif di Pondok
Budaya IKON, Surabaya, Jawa Timur.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar