Judul:
Madrasah Ruhaniah; Berguru pada Ilahi
di Bulan Suci Ramadhan
Penulis: Jalaluddin Rakhmat Tebal Halaman: 248 Penerbit: Mizan Pustaka Peresensi: Dinno Munfaidzin Imamah*) |
Wahai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu puasa
seperti diwajibkan
pada umat sebelum kamu
supaya kamu semua
menjadi orang-orang takwa (QS 2: 183)
Sang Pembaharu
Syaikh Siti Jenar pernah mengatakan bahwa Puasa merupakan tindakan revolusioner
ruhani untuk mereduksi watak-watak kedzaliman, ketidakadilan, egoisme, dan
keinginan yang hanya untuk dirinya sendiri. Buahnya adalah keberanian,
kejujuran terhadap diri sendiri, orang lain dan kejujuran di hadapan Sang Allah
tentang kenyataan dan eksistensi dirinya. Ia akan menjadi motor penggerak bagi
ruh al-idhafi, sebagai efek kebeningan hatinya yang dengan itulah keseluruhan
kehidupan akan ditunjukkan menuju ke arah al-Haqq, Illahi Rabbi.
Puasa akan
melahirkan watak manusia yang pengasih dan penyanyang. Mengantarkan kesadaran
untuk selalu ikut berperan serta mengangkat harkat dan derajat kemanusiaan,
berperan aktif memerangi kemiskinan, dan selalu menyertai sesama manusia yang
berada dalam penderitaan. Puasa adalah kesadaran batin untuk menjadikan hawa
nafsu sebagai hal yang harus dikalahkan, dan kedzaliman sebagai hal yang harus
ditundukkan. Oleh Syaikh Siti Jenar, puasa secara lahir disubstitusikan dengan
kemampuan untuk melaparkan diri. Bukan sekedar mengatur ulang pola makan di
bulan Ramadhan, tetapi mampu “ngelakoni
weteng kudu luwe”, membiasakan diri lapar, bukan membiarkan
kelaparan. Sehingga terciptalah sistem masyarakat yang terkendali hawa
nafsunya. Dan tentu saja, Syaikh Siti Jenar tidak memaknai “kudu luwe” sebagai
alasan lembeknya manusia secara fisik. Hal tersebut harus dikontekstualisasikan
dengan kecukupan gizi yang harus terpenuhi bagi aktivitas jasmaniah. Yang
terpenting adalah kemauan dan kesadaran untuk berbagi, untuk tidak hanya
memuaskan apa yang menjadi tuntutan hawa nafsu terbesarnya. Dengan puasa, ruh
itu diaktifkan.
Gelap-gulita di
lautan yang dalam, yang diliputi ombak, yang di atasnya ada ombak pula, di
atasnya lagi awan; gelap-gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan
tangannya tiadalah ia dapat melihat, dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya
petunjuk oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun (QS 2: 183).
Untuk memperoleh
cahaya yang terang diperlukan upaya. Sebagaimana diperlukan sekolah untuk
mendidik manusia-manusia intelektual, maka diperlukan pula madrasah ruhaniah
untuk menghasilkan manusia-manusia takwa. Madrasah ruhaniah ini ialah puasa.
Pelajaran apakah yang diberikan pada madrasah ruhaniah yang bernama Puasa?
Sebagian di antaranya ialah: ikhlas, pembersihan diri, ihsan, dan ibadah.
Pergerakan Puasa
adalah operasi mendidik manusia untuk menajamkan mata batiniah kita, agar kita
dapat menembus tirai kegaiban. Puasa adalah "akademi" Sang rajawali,
meminjam analogi Syaikh Siti Jenar, yang melatih untuk menerbangkan ruhaniah
kita agar bisa hinggap dalam pangkuan kasih sayang Sang Tuhan. Di dalamnya ada
gerak dzikir, pikir dan parade amaliah, ada refleksi dan aksi. Ada peribadatan
dan perkhidmatan untuk sesama manusia. Puasa adalah madrasah ruhaniah di bawah
bimbingan Sang Allah.
Dalam buku Madrasah
Ruhaniah; Berguru pada Ilahi di Bulan Suci karya cendekiawan muslim terkemuka,
Jalaluddin Rakhmat, menyebut bahwa Puasa Ramadhan adalah 'madrasah ruhaniah,'
artinya menjalani pelatihan untuk menggeser perhatian yang berlebihan pada ego,
pindah dari rumah kita yang sempit menuju rumah semesta yang tak terbatas.
Upaya spiritual penulis, bergerak, menjelajah dan menukik langsung makna
terdalam batin puasa Ramadhan, baik dengan amaliah maupun penjelasan atas
‘teks-teks basah’ dari akumulasi pengetahuan Islam sepanjang sejarah yang
sangat kaya dan ‘bernyawa’.
Demi mendapatkan
makna terdalam puasa Ramadhan, yang pertama dilakukan adalah manusia harus
berkhidmat baik pada Ramadhan, ibadah dan semua umat manusia. Kang Jalal, biasa
di sapa juga menunjukan jalan dan makna batin bulan Ramadhan dari hari pertama
hingga terakhir; rupanya ini bagian yang paling ‘mendebarkan’ dalam buku
tersebut. Maklum, sebagai cendekiawan Islam, pakar studi komunikasi,
pendidikan, dan agama-agama, beliau sangat disegani karena karya pemikirannya
berpengaruh besar di dunia Islam, dan Indonesia yakni pencerahan pemikiran
Islam.
Ikhtiar mengikat
makna batin puasa itu, pembaca mula-mula diajak membersihkan jiwa untuk
menyambutnya, memperlebar atau memperkaya aspek puasa, baru ujungnya boleh
berharap Sang Tuhan mau menyingkap diri-Nya kepada makhluk-Nya. Dalam istilah
kang Jalal, artinya orang tersebut telah kembali kepada Sang Tuhan, mereka
telah mudik ke kampung halaman yang abadi. Demi menolong agar memperoleh makna
batin, manusia selayaknya meniru kebiasaan Sang Tuhan, sebagaimana kata Nabi
Muhammad SAW, "Carilah dalam dirimu sendiri sifat-sifat Tuhan." Harus
diakui, hal ini memang gampang ditulis dan diucapkan namun ternyata sulit
dilakukan. Seperti ungkapan Syaikh Siti Jenar,“ Kebenaran sejati lebih dekat
dari urat leher manusia, di tengah-tengah tarikan nafas kehidupan, di tengah
keramaian dan keheningan’’.
Buku ini adalah
sebuah invitation kepada pembaca, masyarakat Islam Indonesia dan dunia Islam
untuk merenungkan kembali sabda Nabi Muhammad saw,“Betapa banyak orang yang
berpuasa, tetapi tidak memperoleh apa pun dari puasanya kecuali lapar dan
dahaga”. Sabda Nabi di atas mengungkapkan tentang puasa yang dilepaskan dari
dimensi ruhaniahnya. Puasa seperti itu boleh jadi bermanfaat untuk kesehatan
tubuh dan kebugaran jasmani, tetapi tidak bermanfaat untuk kemuliaan akhlak dan
ketinggian ruhaniah. Puasa seperti itu tidak naik ke langit tinggi, tetapi
berkubang dalam lumpur duniawi
(hubb ad-dunya).
Sesuai dengan
judulnya, buku ini menjadi peta jalan (roadmap) kepada masyarakat Islam
Indonesia di tengah prahara dan cambukan badai di Republik ini, yang sekian
lama tidak berkiblat kepada Sang Tuhan, tapi berkiblat kepada jaring-jaring
bendawi (kapitalisme). Di bulan suci Ramadhan ini, buku ini sangatlah
bermanfaat juga sebagai ‘Tantra-Bhairawa’ para pencari Sang Allah, dengan
tujuan menjadikan manusia di alam semesta ini sebagai adimanusia (Khalifah
Allah di Muka Bumi).
Karya cendekiawan
Islam ini terdiri dari 4 bab yaitu bab 1 (Bab 1: Takhalli: Bersihkan jiwa
sambut puasa, puasa dan perkembangan ruhani: dari Freud hingga Muthahhari, Bab
2: Tahalli: Hiasan Insan di Bulan Ramadhan, puasa dari syariat ke hakikat,
hakikat puasa: tunduk pada kehendak Ilahi, Bab 3: Makna batiniah hari-hari
Ramadhan, Bab 4: Tajalli: Khalifah Tuhan di Muka Bumi, Idul Fitri dan
amalannya, menjaga kesucian pasca-Ramadhan, serta do’a harian Ramadhan.
Semoga dengan buku
ini, seperti harapan penulis, andaikan empat pelajaran Puasa yakni ikhlas,
pembersihan diri, ihsan, dan ibadah dilanjutkan oleh kaum Muslim, dunia tidak
akan kehabisan orang-orang suci. Keempat kualitas ini akan sanggup memberikan
keharuan imani pada kegersangan intelektual, timbangan keadilan pada kepongahan
kekuasaan, kelembutan kasih-sayang pada kekasaran kekayaan, keutuhan insani
pada kemanusiaan yang bercacat. Dan mencetak masyarakat Islam Indonesia dan
dunia Islam yang sedang berpuasa di bulan Suci ini memiliki ‘kesadaran
rajawali’, yakni kesadaran yang diperoleh seorang penempuh (salik) selama
tahap-tahap perjalanan ruhani melampui kedudukan (maqamat) menuju Kesatuan Sang
Allah (Tauhid). Merasakan getar-getar cinta (hubb) seorang pecinta (muhibb)
untuk mengarahkan pandangan, hanya kepada Kekasih (Mahbub) yakni al-Haqq, Illahi Rabbi.
Ya Allah,
bimbinglah kami di bulan Ramadhan, untuk menyambungkan persaudaraan kami dengan
kebajikan dan ketulusan; untuk berhubungan dengan tetangga kami dengan kebaikan
dan pemberian; untuk membersihkan kekayaan kami dari harta yang haram; untuk
mensucikannya dengan mengeluarkan zakat; untuk mendekati orang yang menjauhi
kami; untuk menyadarkan orang yang mendzalimi kami; untuk berdamai dengan orang
yang memusuhi kami, selama kami tidak dimusuhi karena-Mu dan untuk-Mu; untuk
mendekati-Mu di bulan itu dengan amal-amal suci, yang membersihkan kami dari
dosa dan menjaga kami dari perbuatan yang tercela. Rabbana taqabbal minna, innaka antas sami’ud du’a! [*]
*) Pengurus Besar PB
PMII-Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia & Mahasiswa FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar