Judul:
Membongkar Kebohongan Buku; Mantan Kiai NU
Menggugat Sholawat & Dzikir
Syirik (H. Mahrus Ali)
Penulis: Tim Bahtsul Masail PCNU Jember Penerbit: Khalista Surabaya Cetakan: I, Januari 2008 Tebal: xi+ 254 halaman Peresensi: Ach. Tirmidzi Munahwan*) |
Buku
yang berjudul "Membongkar Kebohongan Buku; Mantan Kiai NU Menggugat
Sholawat dan Dzikir" ini, merupakan jawaban dari buku yang ditulis H
Mahrus Ali yang berjudul, "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir
Syirik". Tulisan Mahrus, ternyata mempunyai banyak kejanggalan dan
kebohongan, bahkan meresahkan kaum muslimin, khususnya bagi warga Nahdliyyin
(sebutan untuk warga NU). Tim Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Cabang NU
Jember merasa bertanggung jawab untuk meluruskan adanya kejanggalan dan kebohongan
buku tersebut.
Dalam
bukunya, Mahrus mengatakan bahwa tawassul dan istighosah termasuk
perbuatan bid'ah (mengada-ada dalam beribadah), syirik (menyekutukan
Tuhan). Bahkan, ia mengkafirkan. Dan, ibadah-ibadah lainnya, seperti, membaca
sholawat pada Nabi dan membaca zikir setelah salat lima waktu termasuk
perbuatan bid'ah. Padahal, bacaan-bacaan itu telah menjadi tradisi khususnya di
kalangan Nahdliyyin. Pertanyaannya, apakah Mahrus sudah menemukan dalil yang
kuat dalam Al-Quran dan Al-Hadist, bahwa ber-tawassul, istighosah, membaca
sholawat pada Nabi, dan membaca zikir termasuk perbuatan bid'ah, kufur, syirik,
dan menyesatkan?
Karena
itu, dalam buku ini, dijelaskan, ber-tawassul dan ber-istighosah, hukumnya
adalah boleh, baik ketika seorang nabi atau wali itu masih hidup atau sudah
meninggal. Namun, hal itu harus disertai dengan keyakinan bahwa tidak ada yang
bisa mendatangkan bahaya dan memberikan manfaat secara hakiki, kecuali Allah.
Sedangkan, para nabi dan wali hanyalah sebagai sebab atas dikabulkannya doa dan
permohonan seseorang.
Adapun
kebolehan ber-tawassul dan ber-istighosah kepada para nabi dan para wali, baik
ketika mereka masih hidup maupun yang telah meninggal, hukumnya sudah
disepakati seluruh ulama salaf yang saleh sejak generasi Sahabat sampai
generasi para ulama terkemuka pada abad pertengahan. Ada 12 ulama besar
terkemuka, yang semuanya sepakat membolehkan ber-tawassul dan ber-istighosah.
Di antaranya, Al- Imam Sufyan bin Uyainah (Guru Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin
Hambal), Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'I, Imam Ahmad bin
Hambal, Imam Abu Ali al-Khallal, Al-Hafizh Ibn Khuzaimah, tiga hafizh
(al-Thabarani, Abu al-Syaikh dan Abu Bakar Ibn al-Muqri'), Ibrahim al-Harbi,
Al-Hafizh Abu Ali al-Naisaburi, Al-Hafizh Abdul Ghani al-Maqdisi, dan Abu
al-Khair al-Aqqtha'.
Tidak
hanya ulama di atas yang membolehkannya. Al-Quran yang merupakan sumber primer
pengambilan hukum Islam justru menganjurkan ber-tawassul dan ber-istighosah.
Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 35, yang artinya, "Hai,
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah)
yang mendekatkan diri kepada-Nya". (QS. Al-Maidah:35). Jadi, dapat
kita simpulkan bahwa ber-tawassul dan ber-istighosah dengan para Nabi dan para
wali yang sudah meninggal tidak bertentangan dengan ajaran yang telah
dijelaskan dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
Adapun
penolakan Mahrus, dalam bukunya, terhadap doa-doa, tawassul dan istighosah,
dengan dipertentangkan dengan ayat-ayat Al-Quran, adalah berakar pada dua hal.
Pertama, Mahrus tidak merujuk pada kitab-kitab tafsir yang mu'tabar (dapat
dipertanggungjawabkan) yang ditulis para huffazh, seperti, Tafsir Ibn Katsir,
Tafsir al-Qurthubi, dan lain-lain. Kedua, Mahrus tidak memahami maksud
ayat-ayat Al-Quran yang diajukan untuk menentang doa-doa tawassul dan
istighosah. Ia tidak dapat meletakkan ayat-ayat Al-Quran pada tempat yang
sebenarnya (hal. 59-60).
Selain
itu, Mahrus mengaku sebagai mantan kiai NU, padahal dia tidak pernah tercatat
sebagai anggota dan aktivis NU, apalagi tokoh atau kiai NU, sebagaimana
keterangan dari Pengurus Ranting NU Sidomukti, Kebomas, Gresik—tempat
kelahirannya. Juga, keterangan dari pengurus Majelis Wakil Cabang NU Waru,
Sidoarjo—tempat Mahrus saat ini tinggal.
Dalam
bukunya, "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir", Mahrus telah
menyinggung dan melakukan pelecehan terhadap kaum muslimin, khususnya warga NU.
Karena ia mau merubah, bahkan melarang amaliah yang sudah menjadi tradisi
kalangan pesantren dan warga NU.
Buku
ini sangat penting untuk dimiliki dan dibaca kaum muslimin, warga NU pada
umumnya. Agar umat Islam, warga NU, hati-hati dan tidak gampang terpengaruh
tulisan-tulisan yang saat ini sering menyudutkan terhadap amaliah yang sudah
menjadi kebijakan para ulama Ahlussunnah wal Jamaah. Semoga buku ini bermanfaat
bagi umat Islam, khususnya bagi warga NU. [*]
*)
Warga NU asal Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar