Judul: Norwegian Wood
Judul Asli: Noruwei no Mori
Penulis: Haruki Murakami Penerjemah: Jonjon Johana Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Tahun: 2005 - Cetakan I Tebal: iv + 550 hal |
Norwegian Wood adalah judul lagu The Beatles yang populer di tahun
1960-an. Seluruh remaja di dunia saat itu dilanda demam kelompok band asal
Inggris ini. Tak terkecuali di Jepang. Salah seorang yang amat menyukai lagu
tersebut adalah Naoko. Gadis ini selalu mendengarkan Norwegian Wood di setiap
kesempatan. Lagu ini pula yang 20 tahun kemudian membangkitkan kembali kenangan
Watanabe kepada gadis yang pernah menjadi kekasihnya itu.
Kisahnya terjadi pada 1968 - 1970. Kurun waktu dua tahun yang
serba penuh memori masa remaja. Naoko sebenarnya adalah kekasih sahabat Watanabe,
Kizuki, yang tewas bunuh diri menghirup asap knalpot mobil di usia 17. Kematian
tragis itu meninggalkan luka psikologis pada Naoko dan Watanabe, membuat
keduanya kemudian menjadi lebih dekat lagi.
Sebagaimana banyak dialami remaja di seluruh dunia, mereka juga
menjalani masa-masa sulit sebagai remaja kota besar : pergaulan, beban
pelajaran, tuntutan orangtua agar menjadi murid terbaik di sekolah, libido yang
sering tak tertahan, minuman keras, dan cinta.
Problem khas remaja itu pada banyak pribadi lalu menjadi tekanan
yang tak tertahankan. Banyak dari para remaja itu yang kemudian menderita
gangguan kejiwaan dan akhirnya memilih mati sebagai jalan terbaik menyudahi
segala tekanan tersebut. Kasus demikian banyak terjadi di Jepang. Bahkan sampai
sekarang.
Beruntunglah Watanabe berhasil selamat melalui fase tersulit dalam
kehidupannya itu, kendati sempat jatuh bangun dan babak belur. Watanabe
berwatak pendiam, cenderung menyendiri dan agak asosial. Senangnya membaca
novel sastra dunia, seperti karya Herman Hesse, Dostoyevsky, Dickens, Scott
Fitzgerald dll di samping mendengarkan musik.
Sifatnya yang tertutup itu membuat Watanabe hampir tak memiliki
seorang pun kawan akrab. Tetapi bukan berarti ia lalu tak bisa dekat dengan
perempuan. Malah untuk urusan kencan dan tidur dengan cewek, baginya bukan hal
yang sulit. Seks bebas baginya bukan pantangan.
Saat hubungannya dengan Naoko menemui hambatan, Watanabe berjumpa
Midori, temannya di kelas drama, yang menawarkan kehangatan cinta. Watanabe
bimbang di persimpangan. Bersama Naoko, hidup terasa berjalan dengan tenang,
seperti sungai tanpa riak. Damai. Sementara dengan Midori hidup terasa selalu
menggairahkan. Penuh canda dan tawa. Bergejolak, bagai lautan yang senantiasa
bergelombang.
Walaupun kisah ini ber-setting Tokyo dan sekitarnya, namun rasanya
kita tidak sedang berada di Tokyo atau Jepang. Yang kita rasakan justru suasana
yang sarat atmosfer Barat. Perhatikan saja detail-detail tentang makanan,
minuman, merk rokok, musik, buku, serta film hampir seluruhnya produk Barat.
Hamburger, potato steak, hot dog, wiski, bir, Bach, Beethoven, The Beatles,
Humprey Bogart, Volvo, Mercedes Benz, tampak bertebaran di sepanjang cerita.
Rupanya Barat tengah menyerbu Jepang secara besar-besaran dengan produk budaya
mereka :
Aku masuk ke stan hamburger, makan cheese burger dan setelah
menghilangkan rasa mabuk dengan minum kopi aku masuk ke gedung bioskop Nobankan
di dekat situ menonton film The Graduate (hal.155)
Atau : Aku tidak bisa mendengar isi pembicaraan mereka, karena di
situ mengalun lagu dari Marvin Gaye atau Bee Gees yang berbunyi
nyaring,...(hal.157)
Tentu saja kita tidak berharap dari buku ini akan tergambar
situasi Jepang jaman klasik seperti pada buku Musashi atau Samurai misalnya.
Tetapi setidaknya nuansa Jepang harus tetap ada untuk membawa pembaca ke dalam
suasana cerita. Kesan itu biasanya diperoleh ketika bercerita soal makanan,
minuman, dan tradisi setempat. Contohnya bisa kita lihat pada karya-karya
penulis India. Meskipun penulisnya tinggal di luar India, tetap dapat
menghadirkan suasana lokal dalam novel-novel mereka (misalnya : Penafsir
Kesedihan karya Jhumpa Lahiri)
Walau demikian, novel ini cukup menarik. Penggambaran lika-liku
dunia remaja dengan berbagai masalahnya dikisahkan dengan enak. Cerita bergulir
wajar dari awal hingga akhir tanpa lupa menyelinginya dengan humor-humor yang
cerdas.
Haruki Murakami, penulis novel ini, pernah beberapa tahun menetap
dan bekerja sebagai dosen di Amerika Serikat (1991-1995). Ia lahir dan besar di
Jepang. Norwegian Wood adalah novel keempatnya yang selesai ditulis 1987. Dalam
bahasa aslinya, novel ini berjudul Noruwei no Mori.[*]
--Endah Sulwesi
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar