Senin, 24 Maret 2014

Norwegian Wood

Judul: Norwegian Wood
Judul Asli: Noruwei no Mori
Penulis: Haruki Murakami
Penerjemah: Jonjon Johana
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun: 2005 - Cetakan I
Tebal: iv + 550 hal


Norwegian Wood adalah judul lagu The Beatles yang populer di tahun 1960-an. Seluruh remaja di dunia saat itu dilanda demam kelompok band asal Inggris ini. Tak terkecuali di Jepang. Salah seorang yang amat menyukai lagu tersebut adalah Naoko. Gadis ini selalu mendengarkan Norwegian Wood di setiap kesempatan. Lagu ini pula yang 20 tahun kemudian membangkitkan kembali kenangan Watanabe kepada gadis yang pernah menjadi kekasihnya itu.
Kisahnya terjadi pada 1968 - 1970. Kurun waktu dua tahun yang serba penuh memori masa remaja. Naoko sebenarnya adalah kekasih sahabat Watanabe, Kizuki, yang tewas bunuh diri menghirup asap knalpot mobil di usia 17. Kematian tragis itu meninggalkan luka psikologis pada Naoko dan Watanabe, membuat keduanya kemudian menjadi lebih dekat lagi.
Sebagaimana banyak dialami remaja di seluruh dunia, mereka juga menjalani masa-masa sulit sebagai remaja kota besar : pergaulan, beban pelajaran, tuntutan orangtua agar menjadi murid terbaik di sekolah, libido yang sering tak tertahan, minuman keras, dan cinta.
Problem khas remaja itu pada banyak pribadi lalu menjadi tekanan yang tak tertahankan. Banyak dari para remaja itu yang kemudian menderita gangguan kejiwaan dan akhirnya memilih mati sebagai jalan terbaik menyudahi segala tekanan tersebut. Kasus demikian banyak terjadi di Jepang. Bahkan sampai sekarang.
Beruntunglah Watanabe berhasil selamat melalui fase tersulit dalam kehidupannya itu, kendati sempat jatuh bangun dan babak belur. Watanabe berwatak pendiam, cenderung menyendiri dan agak asosial. Senangnya membaca novel sastra dunia, seperti karya Herman Hesse, Dostoyevsky, Dickens, Scott Fitzgerald dll di samping mendengarkan musik.
Sifatnya yang tertutup itu membuat Watanabe hampir tak memiliki seorang pun kawan akrab. Tetapi bukan berarti ia lalu tak bisa dekat dengan perempuan. Malah untuk urusan kencan dan tidur dengan cewek, baginya bukan hal yang sulit. Seks bebas baginya bukan pantangan.
Saat hubungannya dengan Naoko menemui hambatan, Watanabe berjumpa Midori, temannya di kelas drama, yang menawarkan kehangatan cinta. Watanabe bimbang di persimpangan. Bersama Naoko, hidup terasa berjalan dengan tenang, seperti sungai tanpa riak. Damai. Sementara dengan Midori hidup terasa selalu menggairahkan. Penuh canda dan tawa. Bergejolak, bagai lautan yang senantiasa bergelombang.
Walaupun kisah ini ber-setting Tokyo dan sekitarnya, namun rasanya kita tidak sedang berada di Tokyo atau Jepang. Yang kita rasakan justru suasana yang sarat atmosfer Barat. Perhatikan saja detail-detail tentang makanan, minuman, merk rokok, musik, buku, serta film hampir seluruhnya produk Barat. Hamburger, potato steak, hot dog, wiski, bir, Bach, Beethoven, The Beatles, Humprey Bogart, Volvo, Mercedes Benz, tampak bertebaran di sepanjang cerita. Rupanya Barat tengah menyerbu Jepang secara besar-besaran dengan produk budaya mereka :
Aku masuk ke stan hamburger, makan cheese burger dan setelah menghilangkan rasa mabuk dengan minum kopi aku masuk ke gedung bioskop Nobankan di dekat situ menonton film The Graduate (hal.155)
Atau : Aku tidak bisa mendengar isi pembicaraan mereka, karena di situ mengalun lagu dari Marvin Gaye atau Bee Gees yang berbunyi nyaring,...(hal.157)
Tentu saja kita tidak berharap dari buku ini akan tergambar situasi Jepang jaman klasik seperti pada buku Musashi atau Samurai misalnya. Tetapi setidaknya nuansa Jepang harus tetap ada untuk membawa pembaca ke dalam suasana cerita. Kesan itu biasanya diperoleh ketika bercerita soal makanan, minuman, dan tradisi setempat. Contohnya bisa kita lihat pada karya-karya penulis India. Meskipun penulisnya tinggal di luar India, tetap dapat menghadirkan suasana lokal dalam novel-novel mereka (misalnya : Penafsir Kesedihan karya Jhumpa Lahiri)
Walau demikian, novel ini cukup menarik. Penggambaran lika-liku dunia remaja dengan berbagai masalahnya dikisahkan dengan enak. Cerita bergulir wajar dari awal hingga akhir tanpa lupa menyelinginya dengan humor-humor yang cerdas.
Haruki Murakami, penulis novel ini, pernah beberapa tahun menetap dan bekerja sebagai dosen di Amerika Serikat (1991-1995). Ia lahir dan besar di Jepang. Norwegian Wood adalah novel keempatnya yang selesai ditulis 1987. Dalam bahasa aslinya, novel ini berjudul Noruwei no Mori.[*]

--Endah Sulwesi

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar