Judul:
Pak Presiden Menyanyi:
Esai tentang Karya Musik dan Puisi
SBY
Peresensi:Bandung Maward Penulis: Yapi Tambayong Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta Tahun: I, Januari 2011 Tebal: vi+302 halaman |
Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) sedang mengalami panen kritik dari segala penjuru oleh
kalangan politisi, akademik, ulama, media, dan masyarakat umum. Rombongan
kritik adalah manifestasi demokratisasi kendati kerap mengabsenkan kesantunan
dan etika politik. Situasi ini menjadikan Indonesia riuh dengan perdebatan,
polemik, apologi, dan konfl ik. Jagat politik lahirkan berantakan, tapi Yapi
Tambayong justru hadir dengan persembahan buku unik dan bertaburan sanjungan
untuk SBY.
Buku ini sengaja
menampilkan sosok SBY sebagai seniman ampuh: pemusik dan pesastra. Yapi
Tambayong menganggap SBY adalah presiden penting dalam menorehkan sejarah
kesenimanan di tampuk kekuasaan. Latar belakang militer dan jabatan sebagai
presiden selama dua periode tidak menyurutkan gairah seni. SBY malah rajin
menulis puisi dan menggarap lagu. Seni tidak mengabdi politik tapi menjadi
oasis untuk refleksi diri dalam bingkai kekuasaan. Bukti kesenimanan SBY adalah
publikasi album lagu (Rinduku Padamu, Majulah Negeriku, Evolusi, Kuyakin Sampai
di Sana) dan buku antologi puisi (Taman Kehidupan dan Membasuh Hati).
Yapi Tambayong
menemukan kelebihan SBY dibandingkan dengan presiden-presiden lain karena
talenta dan perhatian untuk seni. Tema cinta, lingkungan, cinta tanah air,
toleransi, perdamaian, dan keluarga sering dijadikan medium bagi SBY
mengekspresikan imajinasi. Semua ini dilatarbelakangi oleh masa kecil SBY saat
di kampung. SBY kecil suka bermain musik, bermain drama, dan bermain kata.
Bakat terus disemaikan sampai hari ini meski kerap diremehkan dan mendapat
kritik.
Masyarakat tentu
masih ingat kasus pencantuman tentang soal judul lagu SBY dalam materi ujian
seleksi CPNS di Kementerian Perdagangan pada akhir 2010 lalu. Soal itu menjadi
kontroversial gara-gara mengesankan pemihakan dan kultus terhadap sosok SBY.
Logika politis adalah soal lagu SBY digunakan untuk indoktrinasi. Kasus itu
berlalu tanpa meninggalkan bekas signifi kan. SBY menganggap semua itu sekadar
keganjilan karena lagu-lagu baru terus diciptakan. Buku ini seolah memainkan
peran sebagai juru penjelas terhadap biografi SBY dalam ranah seni.
Pujian penulis
memang kentara disandarkan pada bukti dan argumentasi dalam nalar seni-politik.
Ketekunan untuk mengapresiasi lagu dan puisi SBY oleh Yapi Tambayong merupakan
pembuktian atas pilihan cara pandang atas penguasa-seniman. Peran penting SBY
dalam seni dikuatkan dengan keterangan-keterangan dari kalangan seniman dan
ahli seni: Franky Raden, Ben M Pasaribu, Rahayu Supanggah, Jakob Sumardjo, dan
Perry Rumengan. Lagu dan puisi SBY merupakan bukti dari kerja kesenimanan di
balik kesibukan seorang presiden mengurusi pemerintahan.
Apresiasi oleh Yapi
Tambayong alias Remy Sylado mengandaikan tentang profil para penguasa Indonesia
di ranah seni. SBY adalah sambungan dari kesenimanan Sukarno dan Gus Dur. Seni
mengalir di tampuk kekuasaan mungkin mencairkan arogansi politik dan menjadikan
demokratisasi terasakan manusiawi. Buku ini kelak jadi dokumen sejarah dari
intimitas seni dan kekuasaan kendati mengandung hiperbola dan propaganda.
Begitu. [*]
*) Bandung Mawardi,
pengelola Jagat Abjad Solo
Sumber:
Koran Jakarta, 12
Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar