Judul:
Muslim Marhamah;
Citra Diri Muslim Ahlussunnah wal
Jama’ah
Penulis: Dimyathi, Syamsul Rijal, Alfiyah, dan Yusuf Suharto Tahun Terbit: Maret 2011 Penerbit: Pustaka Muhibbin dan LTN-NU Jombang Jumlah halaman: 225 Peresensi: Shofia Rachman |
Wacana
Islam rahmatan lil ‘alamin senantiasa didengungkan para pemikir muslim,
termasuk Nahdlatul Ulama. Islam dengan ajeksi demikian ini ditujukan untuk
membawa rahmat kedamaian bagi semesta alam yang dalam percaturan global dewasa
ini meniscayakan sinergi dan kerjasama antar umat Islam, bahkan antar agama di
muka dunia untuk perdamaian.
Dalam
al-Qur`an, ajaran mengenai hidup dan kehidupan ini tampak begitu ideal dan
agung. Islam mengajarkan kepada para pengikutnya agar selalu mengembangkan
kesalehan dan kepedulian terhadap sesama, menjunjung tinggi sikap marhamah
(penuh kasih sayang), mengembangkan kualitas diri serta berprilaku yang
mencerminkan akhlakul karimah.
Karakter
dasar Islam sebagai agama yang mengejawantahkan misi kerasulan Muhammad Saw
berbentuk ajaran yang berlandaskan marhamah atau rahmat (kasih sayang)
diperuntukkan bagi segenap alam semesta (QS. al-Anbiya’ 21: 107). Namun
karakter dasar tersebut terdistorsi oleh beragam pemahaman atas teks sumber
pokok ajaran (Al-Qur'an–Sunnah–Hadis) ketika diperhadapkan pada struktur
masyarakat Indonesia yang tergolong majemuk dan terakumulasi menjadi
doktrin-doktrin keagamaan radikal (tatharruf).
Masyarakat
majemuk menurut Clifford Greets (dalam Nasikun, 1984) adalah masyarakat yang
terbagi ke dalam sub sistem yang berdiri sendiri, masing-masing terkait oleh
ikatan bersifat primordial. Ikatan berbasis etnisitas, agama dan kepercayaan,
pandangan politik dan sebagainya. Identitas agama dalam struktur masyarakat
majemuk – berdasar catatan sejarah – telah memperlihatkan legitimasi paling
efektif dalam memperkuat posisi kelompok. Hal itu terjadi karena keyakinan (credo)
terhadap doktrin agama rentan memunculkan klaim kebenaran (claim of
truth) di kalangan pemeluk agama masing-masing.
Tatkala
fanatik keagamaan diikuti oleh solidaritas kelompok secara berlebihan, maka
akan muncul perilaku keagamaan yang ekstrim berupa sentimen kolektif terhadap
kelompok pendukung faham keagamaan yang lain. Perlawanan oleh kelompok faham
keagamaan yang berseberangan sangat mungkin berupa tindakan kekerasan kolektif.
Realitas
kekerasan bernuansa keagamaan di Indonesia jelas berindikasi penyimpangan
(deviasi) terhadap teks-teks sumber pokok agama (Islam) dipahami secara tidak
benar dan membentuk doktrin-doktrin. Sayyid Muhammad ‘Alawi (1424: 45)
menegaskan bahwa faktor penyebab radikalisme pemahaman ajaran Islam adalah “sathahiyyatu
al-tsaqafah wa al-fiqhi fi al-dini” (kedangkalan ilmu pengetahuan dan
kedangkalan wawasan keagamaan). Prediksi akan terjadi penyimpangan (deviasi)
terhadap sumber pokok ajaran Islam telah disampaikan oleh Nabi Saw melalui a’lam
al-nubuwah-nya seperti diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dkk bahwa human
error dalam memahami agama (Islam) bisa mengambil bentuk penyimpangan (tahrif)
akibat sikap ekstrim, penyesatan atas nama agama (intihal) oleh
musuh Islam dan pengulasan makna (ta’wil) oleh orang-orang yang bodoh.
Hadis tersebut termuat dalam Miftahu Dar al-Sa’adah, koleksi Ibnu al-Qayim yang
diriwayatkan pula oleh Abi Hurairah, Ali bin Abi Thalib, Ibnu ‘Amr, Abi Umamah
dan Jabir bin Samurah ( Yusuf Al-Qaradhawi, 1991: 28).
Antisipasi
terhadap arus gerakan radikalisme-fundamentalisme menurut Bassam Tibi perlu
mensinergikan hadarah al-nash (penyangga budaya teks bayani), hadarah
al-‘ilmi, hadarah al-falsafah dan dikombinasikan dengan humanities kontemporer
(Amin Abdullah, 2006: 403). Pola sinergi tersebut guna menghindari jebakan pitfall
(keangkuhan disiplin ilmu yang merasa pasti dalam wilayah sendiri-sendiri tanpa
mengenal masukan dari disiplin di luar dirinya).
Bagi
bangsa Indonesia eksistensi, peran dan fungsi umat Islam sangat strategis
sebagai pengendali, penggerak, dan pemandu perubahan sosial di tengah dinamika
global. Di sinilah dibutuhkan karakter muslim yang ramah, konsisten menghargai
pluralitas, serta mampu bekerjasama dengan komponen bangsa lain dalam membangun
bangsa menuju terwujudnya Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Karakter
muslim seperti ini disebut dengan karakter muslim marhamah yang menghidupkan
kembali ajaran Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin (penebar
kasih sayang bagi seluruh alam).
Islam
rahmat jelas menolak dan melarang pemakaian kekerasan demi untuk mencapai
tujuan-tujuan (al-ghayat), termasuk tujuan yang baik sekalipun. Sebuah
kaidah ushul dalam Islam menegaskan al-ghayah la tubarrir al-wasilah
(tujuan tidak bisa menghalalkan segala cara). Lebih jauh, Islam menegaskan
bahwa pembasmian suatu jenis kemungkaran tidak boleh dilakukan dengan
kemungkaran pula (al-nahyu ‘an al-munkar bi ghair al-munkar). Tidak ada
alasan etik dan moral yang bisa membenarkan suatu tindakan kekerasan ataupun
teror. Kalau ada tindakan-tindakan kekerasan atau teror yang dilakukan oleh
kelompok Islam tertentu, maka jelas alasannya bukan karena ajaran etik-moral
Islam, melainkan karena agenda-agenda lain yang bersembunyi di balik tindakan
tersebut.
Di
sisi lain Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi keagamaan terbesar
yang sangat serius dalam mewujudkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil
alamin. Konsepsi Islam rahmatan lil alamin dalam NU tercermin dalam
dasar-dasar sikap kemasyarakatan NU yang tercakup dalam nilai-nilai sebagai
berikut:
Pertama, tawassuth (moderat)
dan i’tidal (lurus/tegak), yaitu, sikap tengah dan lurus yang berintikan
prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah
kehidupan bersama, dan menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf
(ekstrem). Nilai ini disarikan dari ayat al-Quran surat al-Baqarah:
143 dan al-Maidah: 8.
Kedua, tasamuh (toleran),
yaitu, sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan
(terutama yang bersifat furu’iyyah), kemasyarakatan, maupun kebudayaan.
Nilai ini disarikan dari ayat al-Quran surat Thaha: 44.
Ketiga, tawazun
(seimbang), yakni menyeimbangkan pengabdian kepada Allah, manusia, dan
lingkungan. Juga menyelaraskan kepentingan masa lalu, kini, dan akan datang.
Nilai ini disarikan dari ayat al-Quran surat al-Hadid: 25.
Keempat, amar ma’ruf nahi
munkar. NU selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik dan
bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah segala hal yang
berpotensi merendahkan nilai-nilai kehidupan.
NU
dengan nilai-nilai tersebut benar-benar berkomitmen untuk membumikan Islam rahmatan
lil’alamin, baik dalam ranah agama, sosial, hukum dan politik, baik dalam
lingkup nasional maupun internasional. Nilai-nilai tersebut tidak hanya
dipahami sebagai doktrin akan tetapi juga harus dipahami sebagai metode
berpikir (manhaj al-fikr) dalam mencarikan solusi atas berbagai
persoalan umat yang kompleks.
Nah
dalam konteks tersebut buku yang diterbitkan LTN-NU Jombang ini dapat dikatakan
bentuk ikhtiar NU (dalam hal ini antara lain dilakukan oleh PCNU Jombang) yang
ingin bersama unsur- unsur anak bangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) mewujudkan Islam yang rahmatan lil’ alamin atau menjadi muslim
yang mempunyai karakter yang ‘marhamah’ (penuh kasih sayang).
Buku
ini ditulis setelah melalui beberapa rangkaian tahapan. Dimulai dari Halaqah
Regional “Menjadi Muslim Marhamah” pada 05 Desember 2010 dengan nara sumber
Imam Aziz MA, Prof Dr Kacung Maridjan (Pengurus PBNU), KH Hasyim Abbas (Syuriah
PWNU Jawa Timur), dan KH Hasan Mutawakkil Alallah (Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa
Timur) yang mempertemukan dan melibatkan ragam pikiran nahdliyyin dari
kalangan akademisi, para kiai muda atau gus- gus pesantren dan aktivis sosial
atau LSM, kemudian diskusi grup terfokus (FGD) yang melibatkan 16 peserta
terpilih yang mewakili ragam pikiran tersebut, dan kemudian mengerucut pada
empat penulis yaitu Alfiyah Ashmad, M Dimyati, Syamsul Rijal dan Yusuf Suharto
yang didampingi KH Abdul Kholik Hasan (Wakil Katib syuriah PCNU Jombang) dalam
eksplorasi diskusi beberapa kali untuk mematangkan penyusunan materi dan teknis
buku.
Buku
bercover hijau yang diberi kata sambutan oleh Rais Syuriah PCNU Jombang (KH.
Abd.Nashir Fattah) dan Ketua Tanfidziyah PCNU Jombang (Dr KH Isrofil Amar)
dengan jumlah 225 halaman ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama mengkaji
tentang hakikat muslim marhamah yang berisi sub bab tentang istilah, pengalaman
sejarah, landasan spirit, konstruksi, dan berpikir dan bertindak model muslim marhamah.
Bab kedua tentang HAM yang ber sub bab tentang HAM dalam Qur’an dan
hadits, sejarah HAM di dunia Islam dan Indonesia. Bab ketiga tentang
pemaknaan jihad, dan bab keempat tentang pergulatan NU dalam menghadapi
radikalisme.
Sebagai
kumpulan tulisan dari hasil diskusi dan pemikiran para generasi muda NU, maka
buku ini mungkin ditemukan beberapa kelemahan, baik dari aspek metodologis
maupun teknis penulisannya, karena ditulis dalam corak bahasa masing- masing
tim penulis yang terasa ‘sulit’ untuk disinergikan menjadi satu gaya
bahasa.Namun secara keseluruhan, ruh kesamaan cara pandang sebagai orang “NU”,
menjadikan buku ini dapat dikatakan telah mengalami ‘sinergi’ dalam isi.
Bagaimanapun
buku ini adalah ikhtiar yang harus terus berkelanjutan di masa mendatang dengan
karya- karya yang kontekstual dan dibutuhkan masyarakat dan membawa manfaat
bagi warga NU dan masyarakat muslim di Indonesia. Dan ke depan diharapkan ada
lanjutan kerja- kerja intelektual yang tampil kritis namun tetap santun dan
menghargai. [*]
*) Pengajar pesantren Darul Ulum Jombang
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar