Judul
Buku: Mukjizat Shalat Hajat dan Dhuha
Penulis: Yusni Amru Ghazali Penerbit: Grafindo, Jakarta Cetakan: I, 2008 Tebal: 210 Halaman Peresensi: Ach. Syaiful A'la*) |
Dalam
arti yang cukup sederhana, definisi shalat bisa diartikan sebagai berikut:
Shalat adalah ibadah yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Tak
terkecuali apakah shalat wajib (duhur, asar, maghrib, isya’ dan subuh) atau
shalat sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah seperti shalat sunnah istikharah,
tahajjud, hajat, dhuha dan lain-lain.
Ketika
seseorang akan melaksanakan shalat, maka diwajibkan terlebih dahulu untuk
mengambil wudlu’. Dalam sebuah kitab disebutkan bahwa wudlu’ adalah nur – al
wudlhuu nur – (cahaya). Orang yang selesai mengambil wudlu’ akan memiliki
aura, wajah yang berseri-seri di hadapan Allah baik di dunia atau di akhirat
begitu juga akan tampak di mata manusia.
Kenapa
seseorang yang akan melaksanakan shalat diwajibkan untuk mengambil wudlu’
terlebih duhulu? Karena shalat merupakan terminal raga dan kebutuhan jiwa
manusia untuk menuju Sang Khaliq. Shalat adalah merupakan cahaya yang
berkilauan dalam hati orang yang beriman, yang memancarkan sinar pada wajahnya
dan tercermin dalam tingkah dalam kehidupan sehari-hari. Shalat sebagai alat
komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Allah. Maka sangat tepat sekali
jika seseorang akan minta sesuatu apa saja, lebih tepatnya dengan melakukan
shalat. Shalat wajib atau sunnah.
Orang
yang melakukan shalat sunnat, baik itu shalat hajat, shalat dhuha atau shalat
tahajjud akan memetik buah dari beberapa keistimewaan yang ada. Misalnya orang
yang melaksanakan shalat tahajud hasilnya bisa dibuktikan dengan janji dalam
Al-Qur’an bahwa “Barangsiapa yang melaksanakan shalat sunnah (tahajjud) pada
waktu sepertiga malam, maka Allah berjanji akan menempatkan orang – yang
melakukan shalat tahajjud – itu pada tempat yang sangat mulai, maqamam mahmudah.
Dalam
logika kita, kalau dalam pandangan Tuhan sudah ada pada tempat yang mulia (maqamam
mahmudah), secara otomatis di mata manusia derajatnya akan lebih mulia.
Bisa kita tilik beberapa prestasi yang telah dicapai oleh orang-orang yang
mencoba untuk membuktikan janji Allah yang dalam Al-Qur’an. Yakni Prof Muhammad
Saleh dengan bukunya Terapi Tahajjud atau bukunya penulis buku ini yang Berjudul
Mukjizat Tahajjud dan Subuh dan masih banyak contoh-contoh lain yang sukses
melalui terapi lewat shalat.
Sebagaimana
yang kita ketahui bersama, bahwa manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan, dan
kebutuhan-kebutuhan itu tidak (pernah) ada habisnya. Bahkan setiap hari
kebutuhan seseorang semakin bertambah dan tidak bisa dihentikan, kecuali oleh
kematian. Oleh sebab itulah ketika kita membutuhkan sesutau, shalat di sini
akan memainkan perannya. Maka laksanakanlah shalat-shalat sunnah (tanpa harus
mengesampingkan kecintaannya pada shalat fardu yang lima waktu) sebagaimana
yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Misalnya
ketika seseorang bingung dalam memilih sesuatu untuk dilaksanakan –ada dua
pilihan sama-sama menjadi pilihan– seperti mau lamar pekerjaan, memilih jodoh,
atau yang lain-lainnya, maka dianjurkan untuk shalat istikhara; memohon kepada
Allah untuk ditunjukkan mana yang terbaik. Kemudian merasa Anda banyak berbuat
dosa, banyak melakukan hal yang dilarang oleh agama –selama kesalahan yang diperbuat
tidak ada kaitannya dengan sesama manusia– maka shalatlah taubat; minta ampunan
kepada Allah atas segala dosa yang diperbuatnya. Ada juga ketika mereka terkena
musibah yang berupa kesulitan dalam memperoleh makanan disebabkan oleh
kekeringan disebabkan oleh lamanya tidak ada hujan, maka laksanakanlah shalat
istisqa’; minta kepada Allah cucuran air hujan dari langit untuk membasahi
bumi.
Mukjizat Dhuha
Kalau
kita amati disekitar kita, setiap pagi setiap orang di dunia disibukkan dengan
usaha, aktivitas dan urusannya masing-masing. Entah itu bekerja di kantor yang
jadi pegawai, ngajar disekolah yang berprofesi jadi guru, mencari penungpang
yang jadi sopir atau becak, mencari berita bagi yang jadi wartawan, menaiki
perahu bagi yang nelayan dan pergi kesawah sambil membawa cangkul bagi yang
pekerjaannya hidupnya sebagai petani, ada yang ke pasar, ke took dan lain
sebagainya. Semua itu adalah pekerjaan yang baik karena mau bekerja dan
berkarya. Karena kalau kita baca sejarah, semua para Nabi bekerja keras. Tidak
ada Nabi yang kerjanya hanya menunggu keajaiban rezeki yang datang dari langit.
Tetapi ditengah kesibukannya – sebelum memulai usahanya – para utusan Allah itu
melakukan permohonan kepada Allah untuk dilancarkan usahanya. Seperti melakukan
shalat dhuha atau yang lainnya.
Waktu
dhuha adalah waktu yang penuh dengan fadhilah, terutama untuk mengawali
aktivitas, baik yang bersifat duniawi (bisnis) atau yang bersifat ukhrawi.
Kenapa disebut waktu yang penuh fadilah? Karena saat itu manusia sibuk dengan
usuhanya sendiri-sendiri dan terkadang lupa akan Tuhannya, sepertinya yang
mereka lakukan adalah hasil jerih usuhanya sendiri. Mereka banyak yang lupa
bahwa rezeki yang ia dapatkan adalah datang dan merupakan anugerah (memberian)
dari Allah.
Sampai
saat ini, shalat dhuha dikenal oleh banyak orang sebagai salah satu shalat
untuk melancarkan rezeki dan bisa memperpanjang umur. Tidak sedikit orang yang
sukses di dunia ini yang keluar dari (madrasah) shalat dhuha dan shalat sunnah
lain seperti tahajjud. Karena Rasulullah menganjurkan bagi pengikutnya sebelum
melakukan aktivitas seharus shalat dhuha terlebih dahulu. Shalat dhuha menjadi
pintu awal untuk kesuksesan seseorang dalam aktivitasnya. Karena dhuha
merupakan media untuk minta sesuatu kepada Sang Rahman dan Sang Rahim.
Buku
ini penting dibaca karena akan banyak membantu para pembaca dalam melakukan
revolusi mendasar pada setiap diri, keluarga dan masyarakat pada umumnya. [*]
*) Alumnus Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimin (NASA) Gapura Timur, Sumenep, Madura
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar