Judul:
Representasi Tradisi Pesantren dalam
Novel Remaja Islami (Kajian
Konstruksi Sosial)
Penulis :
Faiqotur Rosidah, M.Pd
Tahun Terbit:
September, 2011
Penerbit: Pustaka
Radja Jember
halaman :
ix+168
Peresensi: Yusuf
Suharto
|
Penelitian
tentang kehidupan pesantren senantiasa menarik minat para peneliti. Penelitian
ini dalam kaca pandang kontemporer dapat beraneka wujud. Salah satu wujud itu
adalah deskripsi dan kisah kehidupan pesantren dalam bentuk karangan fiksi,
yakni dalam bentuk novel yang bertutur tentang kehidupan dan karakter
kepesantrenan.
Buku
yang ditulis Faiqotur Rosidah ini bertujuan mengkaji tradisi pesantren dalam
novel-novel remaja berlatar pesantren dengan pendekatan konstruksi sosial.
Pendekatan konstruksi sosial yang digunakan sebagai dasar dalam
menganalisis data adalah konstruksi sosial Peter L. Berger dengan tiga tahapan
inti, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Buku
ini terdiri dari enam bab, yakni (1) Novel, Tradisi Pesantren, dan Pendekatan
dalam Studi Sastra; (2) Konstruksi Sosial dan Pesantren; (3) Representasi
Tradisi Pesantren dalam Novel Remaja Islami; (4) Konstruksi Sosial Pengarang;
(5) Konstruksi Sosial Pembaca; dan (6) Penutup.
Buku
yang berasal dari penelitian tesis di Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya ini menggunakan metode
kualitatif dengan sumber data lima novel, yakni Blok I karya
Ully, Diary Hitam Putih karya Restu RA, Jerawat
Santri karya Isma Kazee, Spesies Santri karya Chabib Mustofa,
dan Pangeran Bersarung karya Mahbub Jamaluddin. Sedangkan
informan adalah para penulis, pembaca novel yang merupakan para santri.
Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi pustaka, observasi,
wawancara, pencatan, dan perekaman. Data penelitian ini berfokus pada
tradisi-tradisi pesantren yang ada dalam novel, dialami santri, dan
dikonstruksi oleh pengarang maupun pembaca. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik deskriptif dan analisis isi.
Paradigma
konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas sosial dikonstruksikan. Fenomena
sosial dipahami sebagai suatu realitas yang telah dikonstruksikan. Proses
kontruksi tersebut melalui tiga tahap dan berlangsung terus-menerus. Pada
proses eksternalisasi, individu mempengaruhi masyarakat karena ia bagian dari
masyarakat. Pada proses internalisasi, masyarakat mempengaruhi individu yang
ada di dalamnya. Sedangkan pada proses obyektivasi, individu memaknakan kembali
nilai-nilai dalam kelompoknya.
Konstruksi
sosial tradisi pesantren terhadap pengarang novel-novel Blok I,
Diary Hitam Putih, Jerawat Santri, Spesies Santri, dan Pangeran
Bersarung secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut . Pengarang
berhadapan dengan suatu kenyataan yang ada dalam masyarakat atau realitas
obyektif. Realitas obyektif diri pengarang berbentuk peristiwa-peristiwa,
tradisi-tradisi, norma-norma (tata nilai), dan pandangan hidup yang ada dalam
masyarakat pesantren, tempat dia nyantri. Realitas objektif berupa
tradisi-tradisi pesantren yang terus menerus dieksternalisasikan itu akan
diserap atau diinternalisasikan dalam diri pengarang dan ditafsiri secara
subjektif oleh pengarang (diobjektivasi) sehingga realitas objektif itu menjadi
realitas subjektif pengarang. Selanjutnya pengarang menuliskan pengalamannya
dalam sebuah novel dengan menciptakan tokoh-tokoh rekaan. Tokoh-tokoh yang
diciptakan merefleksikan pengalaman, harapan, dan pesan-pesan yang ingin dia
sampaikan kepada pembaca. Dengan demikian, pengarang mengeksternalisasi pembaca
melalui novelnya tersebut. Tentu saja internalisasi tradisi pesantren dalam
diri pengarang berbeda antara satu dan yang lain.
Representasi
tradisi pesantren dalam novel-novel Blok I, Diary Hitam Putih, Jerawat Santri, Spesies
Santri, dan Pangeran Bersarung berupa 1)
Tradisi yang berkaitan dengan kiai /pengasuh/ustadz: a) kepatuhan santri pada
kiai/pengasuh/ustadz, b) sebutan untuk kiai/ pengasuh dan keluarganya; 2)
Tradisi yang berkaitan dengan sistem pendidikan di pesantren: a) jadwal yang
padat, b) pembiasaan membaca Al-Qur’an, c) pengajian kitab kuning, d)
pembiasaan menggunakan bahasa Arab, e) pembiasaan hafalan; 3) Tradisi yang
berkaitan dengan sesama santri: a) pola pergaulan dan pola berpakaian santri,
b) solidaritas sesama santri, c) tradisi mengantri, d) tradisi ghashab; 4)
tradisi yang berkaitan dengan asrama: a) sistem satu kamar untuk banyak santri,
b) pembiasaan salat jamaah, c) sistem keamanan di asrama, d) takziran, dan
tradisi roan.
Mengapresasi,
pengajar di Pesantren Darul Ulum Jombang ini ketika mengomentari salah satu
novel yang diteliti menyatakan, “….salah satu tujuan Isma menulis novel Jerawat
Santri adalah agar tradisi-tradisi pesantren terdokumentasikan dan tidak punah.
Ia mengakui bahwa tiap-tiap pesantren memiliki kekhasan tradisi dan tradisi-tradisi
tersebut menjadi identitas dari pesantren tersebut. Kekhasan tradisi pesantren
inilah yang membedakan pesantren dengan sistem pendidikan lainnya.” (hal.
124).
Konstruksi
sosial pengarang terhadap pembaca dapat dijelaskan sebagai berikut. Eksternalisasi
tradisi pesantren yang dilakukan pengarang melalui novelnya, diobjektivasi oleh
pembaca. Dalam tahap objektivasi ini, pembaca yang juga santri menghubungkan
pengalaman dengan peristiwa yang dialami tokoh dalam novel atau berinteraksi
dengan dunia sosio-kultur pesantren yang mereka alami dan yang dikonstruksi
oleh pengarang. Selanjutnya, pembaca menginternalisasikan dua dunia tersebut
dalam dirinya. Dalam tahap ini pembaca menyamakan, membedakan, serta
menerima ataupun menolak pemikiran pengarang yang berkaitan dengan
dunianya. Selanjutnya pembaca menyikapi berbagai tradisi yang berlaku di
pesantrennya berdasarkan pertimbangan konstruksi sosial di atas.
Secara
teoritis temuan buku ini berimplikasi terhadap penelitian-penelitian sejenis
sebelumnya. Temuan ini dapat melengkapi atau memperkuat teori yang sudah ada.
Selain itu, temuan dalam penelitian ini berfungsi untuk menambah model
pendekatan lain di luar pendekatan sastra yang sudah ada dalam mengupas karya
sastra karena selama ini belum ditemukan pendekatan konstruksi sosial dalam
kritik sastra.
Dalam
buku ini diungkapkan adanya konstruksi sosial tradisi pesantren terhadap
pengarang, representasi tradisi pesantren dalam novel berlatar pesantren, dan
konstruksi sosial pengarang (melalui novel-novelnya) terhadap pembaca. Hasil
temuan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa konstruksi sosial dalam diri
seseorang dipengaruhi oleh latar belakang lingkungannya. Seperti halnya para
pengarang dalam novel ini dikonstruksi oleh tradisi pesantren tempat mereka
nyantri. Selanjutnya tradisi-tradisi tersebut diekternalisasikannya kepada
pembaca dan pembaca mengonstruksi kembali tradisi-tradisi tersebut.
Secara
praktis, temuan dalam buku ini berimplikasi pada pemerolehan pemahaman terhadap
isi karya sastra populer dari sudut pandang konstruksi sosial. Dengan demikian,
temuan dalam penelitian ini dapat membantu mengkaji sastra populer dari sudut
pandang yang lain. Selain itu, secara praktis penelitian ini memberikan
sumbangan yang membangun dalam pelestarian tradisi pesantren. Dengan penelitian
ini, tradisi pesantren semakin dikenal masyarakat.
Walhasil,
buku ini berusaha menyuguhkan tradisi pesantren lewat sastra. Karya-karya
sejenis berikutnya tentu kita harapkan segera menyusul, agar kehidupan dan
tradisi pesantren yang terkenal dengan nilai moderat, toleran, dan damai
menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia yang majemuk.[*]
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar