Judul
Buku: Sajak Rindu Bagi Rasul
Editor: Jabrohim, dkk. Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta Cetakan: I, 2010 Tebal: 326 halaman Peresensi: Mutasiudin*) |
Manusia
dibekali Tuhan dalam mengarungi kehidupan dengan empat kemampuan dasar, yaitu
rasio, imajinasi, hati nurani, dan sensus numinis. Rasio diberikan oleh Tuhan
kepada manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Imajinasi
diberikan kepada manusia untuk mengembangkan kemampuan estetika. Hati nurani
diberikan kepada manusia untuk mengembangkan kemampuan moralitas. Sensus
numinis diberikan kepada manusia untuk mengembangkan kesadaran ilahiah.
Keempat
kemampuan dasar tersebut, termuat oleh agama sebagai suatu sistem nilai yang
dilegitimasi sebagai fitrah manusia. Keempat kompetensi dasar itu secara
bersamaan dapat dipakai untuk menemukan kebenaran tertinggi, yaitu kebenaran
tentang teologi. Rasa dan seni juga merupakan salah satu fitrah manusia yang
dianugerahkan Tuhan yang harus dipelihara dan diimplemantasikan dengan baik,
sesuai dengan ketentuan yang disabdakan oleh agama sendiri, bahwa Tuhan Maha
Indah dan mencintai keindahan.
Mencipta
dan menikmati karya sastra, dalam berbagai agama memiliki kedudukan tinggi.
Menurut Islam, mencipta dan menikmati karya sastra ditempatkan sebagai sesuatu
yang sangat diperbolehkan (dianjurkan). Hukum mubah bagi kegiatan mencipta dan
menikmati karya seni tersebut masih disertai dengan sejumlah persyaratan.
Persyaratan itu merupakan rambu-rambu bagi proses penciptaan dan penikmatan
karya seni.
Rambu-rambu
bagi proses penciptaan dan penikmatan itu meliputi “Menciptakan dan menikmati
karya sastra hukumnya mubah selama tidak mengarah mengakibatkan fasad (kerusakan),
dharar
(bahaya), isyan (kedurhakaan), dan ba’id
‘anillah (menjauh dari Tuhan).
Fasad (merusak) maksudnya
mencipta dan menikmati karya sastra yang berakibat merusak, baik merusak orang
yang menciptakanya maupun merusak orang lain bahkan lingkunganya (termasuk di
dalamnya merusak aqidah, merusak ibadah, dan merusak hubungan sosial). Dharar (bahaya)
maksudnya mencipta dan menikmati karya sastra yang menimbulkan bahaya pada diri
orang yang menciptakan maupun pada orang yang menikmatinya. Isyan
(kedurhakaan) maksudnya mencipta dan menikmati karya sastra yang mengakibatkan
atau mendorong pada pelanggaran-pelanggaran, seperti pelanggaran hukum agama,
kedurhakaan kepada Allah, kedurhakaan kepada orang tua, kedurhakaan suami bagi
keluarganya. Bai’id ‘anillah (jauh dari Allah) maksudnya mencipta dan
menikmati karya sastra yang menyebabkan jauh dari Allah atau menghalangi
pelaksanaan ibadah.
Selain
memperhatikan rambu-rambu tersebut, menulis sastra akan lebih komperhensif dan
sarat nilai, bila dikorelasikan dengan empat kompetensi dasar fitrah manusia.
Sajak rindu bagi Rasul yang ditulis Ahmadun Yosi Herfanda (hal. 23) misalnya,
ia mengingatkan kita pada sosok Muhammad sebagai pemimpin ideal, transformatif,
dan bervisi kemajuan.[*]
*) Mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar