Judul
Buku: Tabarruk Ceraplah Berkah
dari Nabi dan Orang Saleh
Penulis: Prof Shobah Ali Al-Bayati Penerbit: Pustaka IIMaN, Depok* Cetakan: Pertama, April 2008 Tebal: 190 Halaman Peresensi: Muhtamarukin SP*) |
Beberapa
kelompok atau organisasi Islam yang muncul belakangan melakukan serangan
bertubi-tubi terhadap praktik tabarruk atau mencari berkah atau barokah,
yakni mencari kebaikan dengan pelantaraaan Rasulullah dan
peninggalan-peninggalannya, juga mencari berkah kepada orang-orang salih dan
peninggalan-peninggalan mereka. Mereka mengatakan bahwa praktik tabarruk adalah
bid’ah atau perbuatan yang mengada-ngada yang dihukumi sesat dalam
Islam.
Serangan
ini tidak saja membuat gelisah kalangan awam yang mempraktikkan tabarruk,
bahkan dalam berbagai kesempatan serangan itu menjadi pemicu perselisihan
diantara umat Islam.
Adalah
Prof Shobah Ali Al-Bayati, seorang cendekiawan Muslim Irak yang tidak tahan
dengan situasi itu. Melalui bukunya bertajuk ”At-Tabarruk” yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ”Tabarruk Ceraplah Berkah dari Nabi dan
Orang Saleh” ia tidak saja menunjukkan bahwa tabarruk bukanlah
bid’ah yang dilarang, tetapi sebaliknya menunjukkan dengan gamblang bahwa ia
merupakan tuntunan langsung dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Tabarruk
(atau kalangan pesantren menyebutnya ngalap berkah) berarti meraih
berkah, kebaikan, dan kebahagiaan dengan media sesuatu yang diistimewakan
Allah. Diistimewakan karena Allah telah menyematkan atau mengalirkan keberkahan
kepadanya. Oleh Prof Shobah, berkah juga didefinikan secara ilmiah sebagai
“energi positif” yang luar biasa dahsyatnya, yang terpancar ketika seseorang
berhubungan dengan suatu media, tentu atas izin-Allah SWT.
Banyak
sekali ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang berkah.
رَحْمَتُ
اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ
“Rahmat
Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai Ahlulbait! (QS Huud 11:
73)
وَهَـذَا
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ
Dan
ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi (Al-An’am 6: 92)
Prof
Shobah juga mengulas sejarah tabarruk yang telah dilakukan oleh para
sahabat dan disetujui oleh Nabi Muhammad SAW, bahkan praktik tabarruk
yang telah dilakukan oleh umat terdahulu. Dikisahkan Nabi Yusuf AS menitipkan
gamisnya kepada saudara-saudaranya agar diusapkan ke wajah ayahandanya Nabi
Ya’kub AS yang telah kehilangan penglihatannya lantaran sedih berpisah dengan
Yusuf. Dengan izin Allah gamis itu berhasil menyembuhkan penglihatan nabi Ya'kub
AS. Ini hanyalah satu contoh saja, masih banyak kisah-kisah lainnya.
Syiar-syiar
di Tanah Haram seperti Hajar Aswad, Ka‘bah, maqam Ibrahim, makam Nabi Saw di
Madinah, atau masjid-masjid tua dan karya-karya besar warisan para pewaris Nabi
(para ulama saleh dan kekasih Allah), makam mereka, serta petilasan orang-orang
saleh, bahkan orang saleh yang masih hidup, adalah sebagian contoh dari sekian
“benda-benda” suci penuh berkah yang diyakini oleh umat Islam di eluruh penjuru
dunia. Kita dapat bertabarruk dengannya: menziarahi, berzikir dan berdoa,
mempelajari, bersilaturahmi dan memohon doa, bertukar pikiran atau konsultasi,
menghormati dan bahkan tulus menciumi, tanpa jatuh pada pengkultusan
berlebihan.
Buku
ini dengan mudah, otentik dan logis menunjukkan betapa tabarruk sudah
turun-temurun dipraktikkan oleh para nabi, Nabi SAW sendiri, para sahabat dan
orang-orang saleh. Dikatakan Prof Shobah, hanya pandangan dangkal saja yang
menganggap praktik ini bid‘ah. Buku ini memberikan penjelasan yang sangat baik
mengenai tabarruk. Tidak hanya itu memberikan arahan dan contoh praktik
tabarruk yang ditakukan oleh para sabat nabi dan salafus salih.
Buku
ini sangat komprehensif karena menyertakan pendapat kelompok yang memakruhkan
tabarruk, atau menyarankan untuk tidak melakukannya dengan beberapa alasan.
Membaca pendapat dari kelompok yang memakruhkan tabarruk, peresensi
menyimpulkan bahwa hal itu hanyalah sebuah bentuk kehati-hatian (ahtiyat) agar
umat Islam tidak melakukan perbuatan yang dekat dengan syirik atau menyekutukan
Allah. Sungguh pun demikian ditegaskan bahwa jika seorang muslim melakukannya
dengan susngguh-sungguh berniat tabarruk, maka itu diperbolehkan.
Az-Zarkoni, salah seorang ulama madzhab Maliki mengatakan, “mencium kuburan
hukumnya makruh, kecuali bertujuan untuk tabarruk, maka tidak makruh. (hlm.
133)
Buku
ini juga dilengkapi dengan redaksi teks buku asli terkait dengan dalil-dalil
naqli (Al-Qur’an dan Sunnah) serta riwayat-riwayat para ulama pendukungnya. Ini
dimaksudkan agar tidak ada lagi keraguan diantara umat Islam yang melakukan tabarruk.
Sungguhpun
demikian buku ini tidak dimaksud untuk meneruskan bantah-bantahan antara
kelompok yang mengamalkan tabarruk dan kelompok yang membid’ahkannya.
Bantah-bantahan itu tidak banyak berfaedah, bahkan menyita waktu, energi dan
pikiran. Penulisnya, Prof. Shobah Ali Al-Bayati, hanya ingin memberikan
penjelasan kepada para pengamal tabarruk agar semakin yakin bahwa
sesuatu yang dikerjakannya benar-benar merupakan tuntunan syariat Islam. Di
akhir buku ini beliau memngingatkan bahwa memang ada kelompok ekstrem yang
selalu melakukan serangan dengan mengatakan bahwa tabarruk tidak ada
tuntunannya dalam islam, tidak ada dalilnya. Untuk kelompok yang demikian,
Prof. Shobah mengatakan, “Orang-orang seperti itu tidak perlu dihiraukan”.[*]
*)
Alumnus PP. Lirboyo Kediri, aktif di Forum Kajian Buku LIDI
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar