Judul:
Syarah Konstitusi; UUD 1945 dalam Perspektif Islam
Penulis: Masdar Farid Mas’udi Penerbit: Pustaka Alvabet, Jakarta Cetakan: I, Desember 2010 Tebal: xxx + 198 Halaman Peresensi: Lukman Santoso Az*) |
Beberapa
minggu ini kita semakin sering disuguhi pemberitaan mengenai konflik dan
kekerasan atas nama agama. Kekerasan yang berlabel kebenaran agama (keyakinan)
kini semakin mudah disulut. Banyak pihak kemudian menuding pemerintah kurang
tegas dalam melindungi hak-hak warganya. SKB Tiga Menteri yang merupakan
jawaban pemerintah atas kasus kekerasan agama dua tahun lalu juga dianggap
‘mandul’ dan tidak mampu memberi solusi. Para elite dan tokoh pun terlibat pro
dan kontra seputar apakah membubarkan ‘kelompok’ yang menimbulkan konflik atau
tidak. Untuk meredam keadaan itu, para wakil rakyat (legislator) kemudian
mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan MUI untuk mencari solusi
sekaligus jalan keluar atas berbagai konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan
agama tersebut. Namun, tampaknya banyak pihak kemudian lupa bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia sejatinya dilahirkan dari semangat Kebhinekaan
(kemajemukan), apapun kelompok dan keyakinannya.
Realitas
ini tentu merupakan sedikit gambaran bahwa hukum di negeri ini sedang
carut-marut. Hukum tengah mengalami ‘sakit’ yang akut, sehingga tidak mampu
memberi ‘servis’ rasa keadilan, rasa aman, sekaligus jaminan perlindungan bagi
warga negara. Padahal NKRI dalam UUD 1945 dinyatakan secara tegas sebagai
negara hukum. Keadaan ini tentu tidak serta merta menjadikan kita pesimisme
dalam upaya penegakan hukum (law enforcement). Tentu masih ada solusi
sekaligus upaya yang bisa ditempuh dalam menghadapi berbagai persoalan agama.
Salah satu hal mendasar untuk diaktualisasikan adalah me-refresh pemahaman
warga negara terhadap substansi konstitusi yang juga mengandung dimensi
keagamaan dan kemajemukan, termasuk kemajemukan dalam internal masing-masing
agama. Seperti dalam internal Islam yang memiliki keragaman mazhab dan aliran.
Maka,
Kehadiran buku berjudul Syarah Konstutusi; UUD 1945 Dalam Perspektif Islam,
menjadi sangat urgen sekaligus kontekstual dalam menjawab berbagai persoalan
keragaman dan keberagamaan yang kini sedang memanas. Dalam buku ini, Masdar
Farid Mas’udi, mencoba menelaah secara komprehensif kata-kata kunci – yang
dalam istilah dunia pesantren disebut syarah – dalam UUD 1945, sebagai
pembuktian bahwa sejatinya UUD 1945 berjiwa Islami sekaligus toleran. Buku ini
juga merupakan cara Masdar dalam menjelaskan kepada sebagian umat Islam dan
publik yang terpengaruh dengan gerakan ‘Islam Politik’ dan kekerasan yang
mengatas-namakan agama (Islam).
Menurut
Masdar, untuk menghadirkan kancah permainan (playing field) yang fair
bagi kemajemukan kepentingan dalam bingkai negara kesatuan RI, semua warga
harus taat azas pada konsensus dasar, yakni konstitusi. Demokrasi yang benar
harus berjalan di atas rel konstitusi, sehingga demokrasi yang berkembang
menjadi lazim disebut demokrasi konstitusional. Bagi masyarakat Muslim,
kesetiaan terhadap konstitusi memerlukan usaha keras dan kesungguhan, yakni
dengan cara menemukan kesesuaian antara nilai-nilai substantif keislaman dan
nilai-nilai dasar konstitusi.
Umat
Islam diharapkan mampu mewujudkan diri dalam sikap hidup kebangsaan yang tidak
lagi melihat kesenjangan antara keislaman dan keindonesiaan. Sebagai pendukung
dan sumber utama nilai-nilai keindonesiaan, Islam semakin diharapkan tampil
dengan tawaran kultural yang produktif dan konstruktif, khususnya dalam
pengisian nilai-nilai keindonesaan dalam kerangka Pancasila dan UUD 1945. Buku
ini merupakan bukti bahwa nilai dan aturan dasar konstitusi tidaklah
bertentangan, sebaliknya justru sejalan dengan substansi nilai keislaman. Oleh
sebab itu, tantangannya bukanlah bagaimana memperjuangkan formalisasi negara
Islam, melainkan bagaimana merealisasikan nilai dan aturan konstitusi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara secara adil, jujur, dan konsekuen. Prinsip
ketuhanan yang ditanamkan dalam UUD 1945 oleh Founding Fathers merupakan
suatu perwujudan akan pengakuan keagamaan. Dalam perspektif Islam, hal ini
memberikan pengakuan terhadap eksistensi Islam sebagai agama resmi negara
sekaligus sebagai hukum yang berlaku di Indonesia. Jadi, apabila dibandingkan
materi antara Piagam Madinah dengan UUD 1945, maka UUD 1945 mengandung unsur
islami.
Dalam
konteks syarah Pembukaan UUD 1945, Masdar menegaskan, bahwa konstitusi dalam
konteks negara modern yang majemuk selalu dimuati nilai-nilai luhur yang
bersifat universal dan hal-hal dasar yang bisa disepakati bersama oleh segenap
komponen warga yang bersangkutan, meskipun masing-masing punya latar belakang
agama, keyakinan maupun budaya berbeda-beda. Oleh sebab itu tidak ada negara
modern yang majemuk yang konstitusinya secara langsung merujuk pada bunyi kitab
suci agama tertentu. Pola ini secara gamblang telah diteladankan oleh Nabi
Muhammad SAW, sebagai tokoh utama pembentuk negara Madinah yang modern dan
majemuk. Nabi SAW pada saat itu tidak punya pretensi sedikitpun untuk
menjadikan Al-Qur’an sebagai Konstitusi Madinah. Konstitusi Negara Madinah
adalah hasil negosiasi dan kesepakatan semua komponen masyarakat yang
diperlakukan sama, meskipun memiliki latar belakang agama
beragam.
Demikian
pula dalam UUD 1945, secara yuridis konstitusional memproteksi hak warga negara
mengenai kebebasan bagi pemeluk agama untuk menjalankan kewajibannya. Pada
Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 disebutkan yaitu “Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mempunyai nilai
keislaman yang tinggi yang berhubungan dengan aqidah (keyakinan) dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Prinsip ketuhanan berangkat
dari keyakinan bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang dilahirkan untuk
mengemban tugas sebagai khalifah di bumi dengan tugas utama mengelola alam
sedemikian rupa untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan bersama seluruh
umat manusia dan segenap makhluk hidup, serta untuk menjaga kesinambungan alam
itu sendiri.
Prinsip
ketuhanan juga berarti bahwa tindakan setiap manusia termasuk dalam mengelola
bangsa dan negara akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Di samping
itu penataan hubungan antara agama dan negara harus dibangun atas dasar
simbiosis mutualisme di mana yang satu dan yang lain saling melengkapi. Dalam
konteks ini agama memberikan kerohanian yang dalam sedangkan negara menjamin
kehidupan keagamaan. Artinya negara sebagai lembaga publik harus melindungi hak
dan kepentingan warganya yang termuat dalam konstitusi, termasuk kebebasan
beragama tanpa membeda-bedakan antara penganut yang satu dan penganut agama
yang lain.
Buku
setebal 198 halaman ini merupakan telaah komprehensif mengenai konstitusi
Indonesia dalam perspektif Islam yang diharapkan mampu untuk menjelaskan
keberadaan Islam dalam sistem konstitusionalise di Indonesia. Selain itu, buku
ini diharapkan pula dapat menjadi rujukan sekaligus penengah terhadap sekelumit
kontroversi hukum di Indonesia, yaitu sebagian kalangan menafsirkan hukum di
Indonesia merupakan suatu hukum sekuler, dan di lain pihak terdapat tuntutan kalangan
untuk merealisasikan islamisasi hukum di Indonesia.
Akhirnya,
sebagaimana dikatakan Prof Dr Moh. Mahfud MD dalam pengantarnya, buku ini
memberikan rujukan dalil-dalil naqliyyah untuk hampir semua ketentuaan di
dalam UUD 1945. Dari buku ini, kita dapat menyimpulkan bahwa kandungan
konstitusi Indonesia adalah islami. Ini berarti, Indonesia dengan dasar
Pancasila dan UUD 1945 adalah negara yang islami, tapi bukan negara Islam.
Negara Islami secara resmi tidak menggunakan nama dan simbol Islam, tapi substansinya
mengandung nilai-nilai Islam. Pemahaman tersebut sangatlah penting untuk
menyempurnakan kepribadian setiap warga negara sebagai warga bangsa yang
religius. Karena eksistensi konstitusi dalam kehidupan bernegara sebuah negara
merupakan sesuatu yang sangat krusial sekaligus integral, karena tanpa
konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara. Konstitusi dan negara
ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.[*]
*) Anak Muda NU, Peserta Program Magister Ilmu Hukum UII Yogyakarta.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar