Judul Buku: Teknologi Sebagai
Tradisi;
Refleksi Pengalaman 4 Tahun
NU Online
Pengantar: KH Hasyim Muzadi Penulis: Abdul Mun’im DZ Penerbit: NU Online, Jakarta Cetakan: I, Agustus 2007 Tebal: 56 Halaman Peresensi: Ach Syaiful A’la*) |
Nahdlatul
Ulama—biasa disingkat NU—artinya adalah ”Kebangkitan Ulama”. Sebuah organisasi
keagamaan kemasyarakatan (jam'iyah diniyah ijtima'iyah) yang didirikan
para ulama, 31 Januari 1926 M/16 Rajab H di Surabaya.
Latar
belakang berdirinya, berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran kaum
modernitas Islam atas situasi politik dunia Islam. Berawal dari pemikiran
Syeikh Muhammad Abduh di Mesir, dan gerakan Wahabi yang dipelopori Abdul Wahab
di Arab Saudi, dengan tujuan untuk memurnikan ajaran Islam.
Gerakan
ini ingin memacu perkembangan Islam menghadapi perubahan zaman, dengan tetap
berdasarkan Al-Quran dan Hadits (konservatif) yang tidak menghendaki ajaran
bermazhab. Sementara, kalangan pesantren dan ulama salaf Indonesia, yang tetap
berpegang pada ajaran bermadzhab dalam menjalankan syariat Islam, membentuk
sebuah komite yang dipimpin KH Wahab Chasbullah atas restu KH Hasyim Asy'ari.
Komite
kemudian mengalih perhatian ke kongres Islam yang diprakarsai Ibnu Su'ud,
penguasa Hijaz baru di Arab. Gagasan Ibnu Su'ud akan menghapus tradisi
keagamaan dan ajaran bermadzhab, tawasul, ziarah kubur, Maulid Nabi,
dibicarakan dalam dua kongres umat Islam berturut-turut. Di Yogyakarta tahun
1925 dan di Bandung tahun 1926. Walaupun kongres Bandung sebenarnya hanya
mengesahkan kesepakatan sebelumnya, karena nama, KH Abdul Wahab Chasbullah
(delegasi pesantren) dicoret di konferensi khilafah umat Islam se-dunia, dengan
alasan bukan organisasi. Peristiwa itu menyadarkan ulama pengasuh pesantren,
betapa pentingnya sebuah organisasi. Akhirnya, para ulama pesantren sangat
tidak bisa menerima kebijakan Ibnu Su'ud. Bahkan santer terdengar berita,
rencana akan menggusur makam Nabi Muhammad Saw. Maka melalui proses panjang
lahirlah “NU”.
Perkembangan
NU ternyata semakin pesat. Mungkin di luar dugaan para pendirinya. Kebesaran
ini tak lepas dari adanya kreatifitas para aktor sebagai pengendali dan uswah
bagi umatnya. Dan sistem manajemen kepengurusan NU secara struktural sangat
jelas, mulai tugas, fungsi, wewenang, kebijakan dari tingkat pusat hingga
ranting.
NU,
sebagai jam'iyah diniyah ijtima'iyah, sangat menghargai nilai-nilai tradisi dan
budaya. Karena kehidupan tidak bisa dipisahkan dengan tradisi dan budaya. Salah
satu karakter budaya adalah berubahan yang terus menerus, hal ini diciptakan
oleh manusia. Maka, budaya bersifat beragam sebagaimana keberagaman manusia.
Menghadapi hal semacam itu, NU mengacu pada salah satu kaidah fiqh “al-muhafazhah
'ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidil al-ashlah” (mempertahankan
kebaikan warisan masa lalu dan mengkreasi hal baru yang lebih baik).
Di
tengah arus informasi dan komunikasi yang tak lagi terbendung, ternyata
internet menjadi sebuah sarana alternatif yang harus digalakkkan. Maka
apresiasi terhadap teknologi terasa perlu dilakukan karena pengetahuan warga
“Nahdliyin” masih terbatas tentang teknologi. Dengan harapkan akan memunculkan
masyarakat terpelajar dan melek informasi. Masyarakat tidak hanya tahu
informasi keagamaan dari para mubalig, tetapi juga bisa banyak mengakses
informasi mengenai perkembangan politik, ekonomi, sosial serta gerak lajunya
kebudayaan.
Membuka
mata dengan informasi nantinya akan menjadi manusia yang kritis dan mandiri.
Orang yang kritis dan mandiri bisa mengambil keputusan atau sikap atas dasar
keyakinan dan pertimbangan menurut rasionalnya sendiri. Juga menambah wawasan
para kiai, pengasuh pesantren, dan santri agar pemikiran mereka relevan bagi
perkembangan zaman, shalih fi kulli zaman wa makan. Oleh karena itu,
dirasa perlu “NU Online” lahir untuk masyarakat NU.
Kenapa
harus ada “NU Online”? Padahal sudah banyak media NU lainnya yang menfokuskan
berbagai kajian tentang NU dan Ahlussunnah Wal Jamaah, Aswaja. Di
antaranya: Bintang Sembilan (Sumatera Barat), Aula dan Duta Masyarakat (Jawa
Timur), Khittah (Sulawisi Selatan), Forum Warga (Jawa Tengah) dan beberapa
media lainnya tingkat cabang.
Setelah
membuka website “NU Online” pembaca akan menemukan jawabannya. Melalui proses
panjang, yang pada tanggal 11 Juli 2003 secara resmi “NU Online” diluncurkan di
hall Hotel Borobudur, Jakarta. Bahkan tahun 2004-2005 website “NU Online”
mendapat penghargaan situs terbaik kategori “Sosial & Kemasyarakatan”. Ini
menandakan bahwa NU tidak hanya berjuang dalam bentuk tindakan nyata di
masyarakat. Tapi juga NU memberikan pencerahan-pencerahan dalam dunia maya.
Terlepas
adanya beberapa kelemahan website itu, adalah hal yang tetap patut disyukuri.
Karena dengan adanya media seperti ini, berarti NU telah memperkenalkan
ajarannya, yaitu, Islam Indonesia yang moderat, rahmatan lil alamin. Karena
kini, NU telah go international dikenal kurang lebih 21 negara belahan dunia.
Buku
ini, tidak bermaksud dijadikan sebagai rujukan (reference) bacaan yang
mempunyai dasar pemikiran, rumusan masalah, metode, dan lain-lain. Tapi hanya
sebatas memperkenalkan kepada warga “Nahdliyin” khususnya, pembaca pada umumnya
tentang adanya website “NU Online”.
Website
ini menyediakan berbagai “menu” all about NU: sejarah berdirinya,
tokoh, forum diskusi, beberapa istilah organisasi, dan lain-lain. Menariknya lagi,
di website “NU Online” tersedia dalam tiga bahasa. Pembaca bisa ber-cas-cis-cus
dengan bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Inggris sesuai dengan selera.
Selanjutnya, selamat berkunjung di website: http://www.nu.or.id.
[*]
*) Kader muda Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Aktif di Lesehan Komunitas Baca Surabaya (Kombas).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar