Judul:
100 Tokoh Intelijen Dunia
Peresensi: Danuji Ahmad Penulis: Hanu Lingga Penerbit: Navila, Yogyakarta Tahun: I, 2011 Tebal: 311 halaman |
Intelijen atau
dinas rahasia adalah dunia intrik. Tidak sembarang orang bisa berprofesi
sebagai intelijen. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dimiliki, yakni
kecerdasan, keuletan, kecermatan, serta keberanian. Tak jarang pula mereka yang
menjalani profesi sebagai intelijen harus mengorbankan nyawa demi mendapatkan
info yang bersifat rahasia. Itulah intelijen, dunia penuh gejolak dan
tantangan. Ada sembilan intelijen yang kini bekerja bagi negara masing-masing.
CIA milik Amerika
Serikat (AS), KGB milik Uni Soviet, FSB milik Rusia, M16 milik Britania Raya,
Mossad milik Israel, BIN milik Indonesia, Stasi milik Jerman Timur, Asio milik
Australia, dan DIE milik Rumania. Intelijen-intelen itu berfungsi menggali
informasi, baik informasi yang berbasis internasional maupun nasional, untuk
kepentingan negara masing-masing.
Buku 100 Tokoh
Intelijen Dunia karya Hanu Lingga ini mengungkap seluk-beluk dunia intelijen
secara detail. Hanu menyertakan beberapa lembaga intelijen dunia beserta tugas
serta misi-visi masing-masing dan strategi intelijen untuk mendapatkan data dan
informasi. Intelijen memiliki dua tugas, yakni misi nasional dan internasional.
Tetapi secara umum
memiliki tugas menguak data yang berguna bagi negara dan yang membahayakan
negara, namun wilayahnya yang berbeda. Misi terkadang terkait erat dengan
gejolak dan kondisi perpolitikan dunia pada waktu tertentu. Jika memang kondisi
dunia sedang bergejolak, misi internasional akan bergerak. Perang dunia kedua
telah melahirkan beberapa nama intelijen yang cukup terkenal.
Ketegangan dua
negara adikuasa, yakni AS dan Uni Soviet, untuk memperebutkan posisi sebagai negara
terkuat diwarnai saling intrik kedua belah pihak. AS sebagai simbol kapitalime
berusaha menyebarkan paham kapitalisme ke seluruh dunia, sementara Uni Soviet
sebagai simbol komunisme juga berusaha menyebarkan paham komunisme ke seluruh
dunia. Akibatnya, persaingan, saling intrik, serta berebut info membuat kedua
negara ini menurunkan beberapa intelijen andalnya guna menguak dan menggali
informasi untuk kepentingan negaranya. Sebut saja Lucien Conein.
Ia adalah anggota
CIA milik AS yang bertugas mengumpulkan informasi terkait Uni Soviet selama
perang dingin. Buah kesuksesan dari beberapa tugas yang dibebankannya, Lucien
Coneinpun sering mendapatkan tugas yang bersifat fundamental, termasuk menjadi
agen rahasia melawan pemerintahan Ho Chi Minh di Vietnam untuk membendung paham
komunisme agar tidak menyebar di wilayah ini. Selain Lucien Conein, ada
Vladinir Putin. Putin adalah intelijen milik Uni Soviet.
Ia berkerja di KGB
sejak 1975 sebagai mata-mata yang ditugaskan di Jerman. Putin merupakan
intelijen yang cukup canggih. Jasanya terhadap dunia internasional adalah
sebagai dalang di balik jatuhnya Nazi Jerman di bawah kepemimpinan Hitler.
Dalam konteks Indonesia, nama Letnal Kolonel Purnawirawan Djuanda Wijaya juga
tidak kalah hebatnya dengan intelijen-intelijen dunia lainnya. Djuanda menjadi
terkenal tatkala menjadi penasihat intelijen Persiden Abdurrahman Wahid
(1999-2001).
Djuanda bertugas
memantau gerakan mahasiwa yang kian marak di akhir 1997. Bahkan ia termasuk
salah satu otak intelektual di balik bergulingnya Deklarasi Ciganjur pada
November 1998 (halaman 65). Selain Juanda, ada nama Ali Moertopo. Intelijen
kelahiran Blora ini memiliki peran besar dalam penumpasan Darul Islam yang
memberontak negara. Moertopo juga menjadi dalang di balik lahirnya keputusan
Soeharto untuk memfusikan partai politik menjadi tiga: Golkar, PPP, dan PDI.[*]
*) Peresensi adalah
Danuji Ahmad, pustakawan pada Rumah Baca Jagad Aksara, Yogyakarta
Sumber:
Pernah
dimuat di Koran Jakarta, 25 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar