Selasa, 18 Maret 2014

100 Tokoh Intelijen Dunia


Judul: 100 Tokoh Intelijen Dunia
Peresensi: Danuji Ahmad
Penulis: Hanu Lingga
Penerbit: Navila, Yogyakarta
Tahun: I, 2011
Tebal: 311 halaman


Intelijen atau dinas rahasia adalah dunia intrik. Tidak sembarang orang bisa berprofesi sebagai intelijen. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dimiliki, yakni kecerdasan, keuletan, kecermatan, serta keberanian. Tak jarang pula mereka yang menjalani profesi sebagai intelijen harus mengorbankan nyawa demi mendapatkan info yang bersifat rahasia. Itulah intelijen, dunia penuh gejolak dan tantangan. Ada sembilan intelijen yang kini bekerja bagi negara masing-masing.
CIA milik Amerika Serikat (AS), KGB milik Uni Soviet, FSB milik Rusia, M16 milik Britania Raya, Mossad milik Israel, BIN milik Indonesia, Stasi milik Jerman Timur, Asio milik Australia, dan DIE milik Rumania. Intelijen-intelen itu berfungsi menggali informasi, baik informasi yang berbasis internasional maupun nasional, untuk kepentingan negara masing-masing.
Buku 100 Tokoh Intelijen Dunia karya Hanu Lingga ini mengungkap seluk-beluk dunia intelijen secara detail. Hanu menyertakan beberapa lembaga intelijen dunia beserta tugas serta misi-visi masing-masing dan strategi intelijen untuk mendapatkan data dan informasi. Intelijen memiliki dua tugas, yakni misi nasional dan internasional.
Tetapi secara umum memiliki tugas menguak data yang berguna bagi negara dan yang membahayakan negara, namun wilayahnya yang berbeda. Misi terkadang terkait erat dengan gejolak dan kondisi perpolitikan dunia pada waktu tertentu. Jika memang kondisi dunia sedang bergejolak, misi internasional akan bergerak. Perang dunia kedua telah melahirkan beberapa nama intelijen yang cukup terkenal.
Ketegangan dua negara adikuasa, yakni AS dan Uni Soviet, untuk memperebutkan posisi sebagai negara terkuat diwarnai saling intrik kedua belah pihak. AS sebagai simbol kapitalime berusaha menyebarkan paham kapitalisme ke seluruh dunia, sementara Uni Soviet sebagai simbol komunisme juga berusaha menyebarkan paham komunisme ke seluruh dunia. Akibatnya, persaingan, saling intrik, serta berebut info membuat kedua negara ini menurunkan beberapa intelijen andalnya guna menguak dan menggali informasi untuk kepentingan negaranya. Sebut saja Lucien Conein.
Ia adalah anggota CIA milik AS yang bertugas mengumpulkan informasi terkait Uni Soviet selama perang dingin. Buah kesuksesan dari beberapa tugas yang dibebankannya, Lucien Coneinpun sering mendapatkan tugas yang bersifat fundamental, termasuk menjadi agen rahasia melawan pemerintahan Ho Chi Minh di Vietnam untuk membendung paham komunisme agar tidak menyebar di wilayah ini. Selain Lucien Conein, ada Vladinir Putin. Putin adalah intelijen milik Uni Soviet.
Ia berkerja di KGB sejak 1975 sebagai mata-mata yang ditugaskan di Jerman. Putin merupakan intelijen yang cukup canggih. Jasanya terhadap dunia internasional adalah sebagai dalang di balik jatuhnya Nazi Jerman di bawah kepemimpinan Hitler. Dalam konteks Indonesia, nama Letnal Kolonel Purnawirawan Djuanda Wijaya juga tidak kalah hebatnya dengan intelijen-intelijen dunia lainnya. Djuanda menjadi terkenal tatkala menjadi penasihat intelijen Persiden Abdurrahman Wahid (1999-2001).
Djuanda bertugas memantau gerakan mahasiwa yang kian marak di akhir 1997. Bahkan ia termasuk salah satu otak intelektual di balik bergulingnya Deklarasi Ciganjur pada November 1998 (halaman 65). Selain Juanda, ada nama Ali Moertopo. Intelijen kelahiran Blora ini memiliki peran besar dalam penumpasan Darul Islam yang memberontak negara. Moertopo juga menjadi dalang di balik lahirnya keputusan Soeharto untuk memfusikan partai politik menjadi tiga: Golkar, PPP, dan PDI.[*]

*) Peresensi adalah Danuji Ahmad, pustakawan pada Rumah Baca Jagad Aksara, Yogyakarta

Sumber:
Pernah dimuat di Koran Jakarta, 25 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar