Judul Buku: KH Badri Masduqi
Penulis: Saifullah Penerbit: Pustaka Pesantren-LKiS, Yogyakarta Cetakan: Pertama, April 2008 Tebal: vi +290 halaman. Peresensi: Ahmad Hasan MS |
Almarhum
KH Badri Masduqi merupakan ulama kharismatik yang memiliki jangkauan luas dari
berbagai bidang kehidupan. Wajar bila KH Tauhidullah Badri, dalam kata
pengantar buku ini, mengatakan bahwa KH Badri Masduqi adalah sosok multidimensi
yang memiliki beragam aktivitas mulai dari pengasuh Pondok Badridduja, Dosen
Ma’had Aly serta pemimpin Thariqah Tijaniyah di Indonesia. Semasa hidupnya
Almarhum Masduqi rajin mengisi di berbagai forum pengajian, seminar, bahtsul
masail hingga menerima tamu dari berbagai masyarakat yang berkunjung ke
rumahnya.
Dilahirkan
pada tanggal 1 Juni 1942, KH Badri Masduqi sejak kecil terlihat tanda-tanda
keistimewaanya. Sejak kecil, ia sudah mulai belajar membaca Al-Quran dengan
orang tuanya, Nyai Muyassaroh sekaligus memperoleh didikan yang baik dari
kakeknya, Miftahul Arifin yang tinggal di daerah Pamekasan, Madura. Pendidikan
formalnya diawali dari Sekolah Rakyat (SR) meski hanya sampai kelas IV pada
1950.
Pendidikan
informalnya dilakukan melalui pengembaraannya ke berbagai pesantren di Tanah
Air. Beberapa pesantren yang pernah ia jelajahi adalah pesantren Zainul Hasan,
Probolinggo (1950), Pesantren Bata-Bata, Pamekasan, (1956), Pesantren Sidogiri,
Pasuruan ( 1959 ), dan terakhir di Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo (1965).
Di
pesantren Bata-Bata, KH Badri Masduqi sering berpuasa dan hapal Alfiyah Ibnu
Malik dalam waktu cukup singkat. Tidak heran bila pujian banyak datang
kepadanya. Semasa mudanya, ia dikenal sebagai pemuda yang tangguh. Dia pernah
menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Anshor, Kraksaan,
Probolinggo. Saat terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada
1965, ia juga menjadi pelopor anak muda untuk menumpas pemberontakan PKI.
Sebagai
seorang kiai, ia memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan pesantren.
Tidak heran bila aktivitas sehari-harinya ia gunakan untuk mengajar, mendidik
di pesantren Badridduja, Kraksaan, Probolinggo. Pada 1975-1977, ia mulai
berkiprah di Nahdlatul Ulama (NU). Lalu ditunjuk sebagai Rais Syuriyah Pengurus
Cabang NU Kraksaan. Selain berjuang di organisasi, ia juga aktif di jajaran
Pengurus Wilayah NU Jawa Timur. Pada 1982, misalnya, ia dikenal sebagai motor
penggerak tokoh NU: KH Mahrus Ali (Lirboyo, Kediri), KH Kholil Ag (Bangkalan,
Madura), KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), Kh Ahmad Siddiq dan sebagainya.
KH
Masduqi juga dikenal sebagai tokoh Muqaddam Tarekat Tijaniyah. Setiap kali
tampil di berbagai forum diskusi ilmiah dan seminar, ia seringkali mewacanakan
tentang Tarekat Tijaniyah. Bukan hanya itu, berbagai kaset rekaman pun ia
lakukan dalam rangka menyebarkan ajaran tarekat Tijaniyah. Meski demikian, ia
tidak lantas bertindak konservatif. Ia dikenal sebagai tokoh moderat yang
memandang masalah melalui jangkauan pemikiran yang luas. Jelasnya, ia berdiri
di atas paham Ahlussunnah wal Jamaah yang menganut setia ajaran Nabi Muhammad
beserta sahabatnya.
Ia
merupakan sosok alim yang menguasai segudang ilmu pengetahuan; baik pengetahuan
tentang agama, penguasaan kitab kuning, penguasaan masalah-masalah hukum,
maupun penguasaan bidang pengetahuan umum seperti ketajaman analisa
sosial-politiknya. Di hadapan para kiai lainnya, ia tidak hanya dikenal sebagai
ulama yang menguasai model pendidikan dan pengajaran kitab-kitab klasik (salaf),
melainkan juga sebagai ulama yang konsentrasi terhadap model pendidikan
pesantren modern sebagaimana yang dilakukan terhadap pesantren yang
didirikannya, Badridduja.
Pengorbanan
yang dilakukannya melalui Pesantren Badridduja amatlah besar bagi umat, bangsa
dan negara. Itulah sebabnya, jasa-jasa perjuangannya yang telah dirintis
selayaknya dilestarikan dan menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia agar
senantiasa meneladani kiprah perjuangannya yang selalu memperjuangkan
kesejahteraan umat.[*]
*)
Peresensi adalah Santri pada Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari,
Yogyakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar