Judul Buku:
Agama, Etika, dan Ekonomi
Penulis: Dr. H. Muhammad Djakfar, SH., M.Ag Penerbit: UIN-Malang Press Cetakan I: September 2007 Tebal: xix + 288 Halaman Peresensi: Abdul Halim Fathani* |
Bangsa
Indonesia saat ini sedang (baca: masih) menghadapi tantangan yang berat dan
bertubi-tubi. Berbagai persoalan datang silih berganti. Mulai masalah politik,
sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, keamanan, dan keagamaan nampak jelas
tengah digenjot oleh ragam problematika yang jelas tak dapat dianggap remeh. Nampaknya,
begitu pelik dan dilematis. Kenyataan inilah yang menciptakan pandangan bahwa
bangsa kita tercinta ini sedang mengalami keterpurukan.
Lihat
saja, krisis ekonomi yang telah melanda sejak masa reformasi 10 tahun silam,
sampai sekarang belum juga usai. Ditambah lagi merosotnya moral pejabat,
kepercayaan publik, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) mengakibatkan
terjadinya multikrisis yang tak pernah tuntas pemecahannya. Pemecahannya
“mungkin” membutuhkan berbagai cara, baik secara teknis-material maupun
mental-spiritual. Selain itu, yang perlu diindahkan adalah sikap kearifan dalam
memahami serta memberikan solusi terhadap masalah bangsa ini.
Dikatakan
bahwa berdasarkan laporan Bank Dunia, akhir-akhir ini tingkat Pendapatan Kotor
Nasional per kapita (GNP per kapita) penduduk Indonesia masih jauh dari
harapan. Ini mencerminkan betapa rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam
hal ini, tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya masalah dana
pembangunan yang begitu tinggi, di samping faktor sosial-budaya bangsa
Indonesia yang belum begitu siap menyongsong tuntutan pembangunan yang
mengharapkan masyarakatnya memiliki etos kerja yang tinggi, berdisiplin,
mandiri dan lain sebagainya (hlm. 187).
Keterpurukan
ekonomi bangsa ini tidak dapat (baca: boleh) dianggap enteng. Lalu lintas
perekonomian merupakan jantung kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Tinggi
rendahnya laju perekonomian dapat menentukan bangunan kualitas kehidupan
individu manusia itu dijalani. Intinya, manusia tidak dapat melepaskan diri
dari masalah ekonomi. Karenanya, untuk menuju kehidupan manusia yang “baik”,
tentu saja harus ditopang –salah satunya—dengan kehidupan ekonomi yang ”baik”
pula, yakni konsep ekonomi yang dibangun berlandaskan nilai-nilai
Ilahiyah/Rabbaniyah.
Ruh
ekonomi Rabbaniyah adalah kekuatan iman (tauhid) yang mengikat para pelaku
ekonomi dalam menjalankan seluruh aktivitas kegiatan ekonomi. Dengan iman yang
kuat, perilaku ekonomi mereka akan terkendali sesuai ajaran Ilahi yang pada
akhirnya diharapkan akan membawa kebahagian bagi masyarakat luas, baik di dunia
maupun di akhirat (hlm. 125).
Membangun
ekonomi Rabbaniyah, bagi bangsa Indonesia, sebenarnya tidaklah sulit karena
banyaknya potensi atau daya dukung yang bisa dikembangkan. Muhammad
Djakfar—penulis buku ini—berpendapat bahwa daya dukung yang dimiliki merupakan
kekayaaan dan modal dasar yang sangat kondusif untuk digali. Antara lain,
pertama, berupa kekayaan spiritual yang bersumber dari ajaran agama. Kedua,
perlu diakui bahwa di tingkat perguruan tinggi di Indonesia, ekonomi yang
berbasis Rabbaniyah yang lazim disebut ekonomi Islam (syariah) itu telah
menjadi bidang studi tersendiri di berbagai strata. Ketiga, tumbuhnya semangat
untuk menerjemahkan referensi ekonomi Islam yang berbahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia, sehingga ikut mempercepat proses transfer ilmu pengetahuan di
kalangan masyarakat, terutama kalangan akademisi.
Keempat,
dalam upaya pencarian paradigma baru, menurut penulis, ke depan masih perlu
ditingkatkan terus publikasi pokok-pokok pikiran para pakar ekonomi Islam dalam
bentuk diskusi, seminar, atau dalam bentuk kajian yang lain. Kelima, kebijakan
skala nasional mengenai undang-undang tentang perbankan syariah yang telah lama
ditunggu pengesahannya, tentang spin off, dan office
channeling, perlu terus dilakukan. Keenam, ke depan, perlu ada
semacam penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi aplikasi sistem ekonomi
Rabbaniyah untuk kemudian perlu dibuatkan standarisasi secara nasional, baik
untuk perbankan maupun non-perbankan.
Selain
enam pola di atas, tentu saja masih banyak potensi yang bisa dikembangkan untuk
memasarkan pelaksanaan ekonomi Rabbaniyah di Indonesia. Adanya komitmen yang
tinggi dari pemerintah dan mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat akan kelebihan
sistem ekonomi solutif ini seyogyanya perlu dijadikan modal dasar untuk terus
mengembangkan ekonomi Rabbaniyah.
Melalui
buku ini, penulis ingin mempertegas bahwa antara agama, etika, dan ekonomi
apabila ditelisik, sebenarnya mempunyai relasi yang erat sesuai dengan substansi
yang ada di dalamnya. Agama merupakan sumber pokok dari ajaran (nilai) etika,
di samping filsafat, yang dalam era modern ini semakin dibutuhkan kehadirannya
untuk membimbing aktivitas berekonomi. Dari pertalian ini, kemudian lahirlah
sebuah sintesa untuk memahami Ekonomi Rabbaniyah.
Penulis
ingin menuturkan bagaimana sebenarnya kajian etika bisnis yang sekarang
berkembang pesat itu bermula, yaitu berawal dari perenungan filsafat yang
bersumber dari akal pikiran manusia, dan hasil pemikiran para pakar yang
bersumber dari ajaran wahyu. Selanjutnya, hasil pemikiran itu dicoba untuk
ditawarkan bagaimana membangun ekonomi yang berparadigma syariah (wahyu)
sebagai solusi dari sistem ekonomi yang selama ini kurang menjunjung tinggi
nilai keadilan, bersikap individualistis (ananiyah), menyuburkan monopoli dan
lain sebagainya. Di samping juga ditawarkan bagaimana menumbuhkan semangat
kewirausahaan di kalangan masyarakat, terutama bagi kaum muda di Indonesia agar
nantinya menjadi bangsa yang kuat dan bermartabat di mata dunia.
Penulis
juga memaparkan hasil penelitian yang mendukung kajian dalam buku ini.
Penelitian yang dimaksud, mengurai potret masyarakat Suralaya dalam
mengimplementasikan ajaran agamanya ke dalam aktivitas bisnis keseharian yang
digeluti mereka. Juga dipaparkan Etos Kerja Etnis Madura yang mencoba mengurai
bagaimana sebenarnya implementasi agama terhadap etos kerja komunitas etnis
yang dikenal pekerja keras ini.
Karya
ini penting dimiliki bagi akademisi, baik dosen maupun mahasiswa atau siapapun yang
ingin mendalami kajian dan memahami relasi antara agama, etika, dan ekonomi
secara utuh dan komprehensif, baik dari kacamata filsafat, pemikiran para
pakar, perspektif normatif, dan perspektif implementasinya dalam kehidupan
masyarakat.[*]
*) Peresensi adalah Peneliti Lingkar Cendekia Kemasyarakatan (Lacak), Malang.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar