Judul:
Aswaja An-Nahdliyah, Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah yang Berlaku di Lingkungan
Nahdlatul Ulama
Penulis: Masyhudi Muchtar Pengantar: Dr KH Ali Maschan Moesa, M.Si Penerbit: Khalista Surabaya Cetakan: I, Maret 2007 Tebal: vii+56 hal
Peresensi: Ach Tirmidzi Munahwan*)
|
Nahdlatul Ulama
(NU) didirikan sebagai jam'iyah
diniyah al-ijtima'iyyah (organisasi keagamaan dan kemasyarakatan).
Jamiyah ini dibentuk untuk menjadi wadah perjuangan para ulama dan para
pengikutnya, yang di dalamnya memiliki konsep dan ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah
(Aswaja).
Menurut KH Bisri
Musthofa, definisi Aswaja, yaitu, paham yang menganut pola madzhab fikih yang
empat, Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Hambali dan Imam Maliki. Selain itu,
Aswaja juga disebut paham yang mengikuti Al-Asy'ari dan Al-Maturidi dalam
bidang akidah. Dalam bidang tasawuf mengikuti Al-Junaid Al-Baghdadi dan
Al-Ghazali. Sementara, menurut KH Dawam Anwar, memahami Aswaja sebagai Islam
itu sendiri, sehingga kalau ada yang mengatakan bahwa Aswaja itu tidak
akomodatif, berarti sama dengan menuduh Islam tidak akomodatif (tidak sesuai
dengan perkembangan zaman).
Dalam beberapa tahun
belakangan ini, Aswaja dicoba diteliti dan ditinjau ulang oleh beberapa ulama
seperti KH Said Aqil Siradj yang menginginkan definisi Aswaja sedikit
didekontruksi pada aspek-aspek tertentu. Dengan tujuan agar Aswaja yang
eksklusif dapat menjadi inklusif.
Namun yang menjadi
pertanyaan apakah warga nahdliyin mampu memahami secara mendalam apa itu
Aswaja? Dan bagaimana cara mengaplikasikannya dalam tataran akademis-keilmuan?
Dan apakah mempunyai implikasi yang cukup signifikan pada cara berpikir ulama
dan intelektual warga NU?
Dalam buku kecil,
praktis, dan sederhana ini, pertanyaan-pertanyaan di atas akan dijawab. Mulai
dari masalah-masalah bagaimana warga NU dalam melakukan amal ibadah ubudiyah (secara
vertikal kepada Allah) dan ibadah
muamalah (secara horisontal dalam hubungannya antarsesama warga
nahdliyin). Semuanya disajikan dengan bahasa yang komunikatif, sistematis, dan
mudah dipahami khususnya masyarakat awam.
Buku "Aswaja
An-Nahdliyah" ini, sengaja dijelaskan dalam bab-perbab. Bab pertama
Mukaddimah. Bab kedua, mengulas sumber ajaran An-Nahdliyah yang di dalamnya
meliputi madzhab qauli,
madzhab manhaji,
dan pengembangan asas ijtihad
madzhabi. Bab ketiga, menerangkan akidah Aswaja An-Nahdliyah yang
di dalamnya meliputi konsep Akidah Asy'ariyah, konsep Akidah Maturidiyah. Bab
keempat, mengulas Syariat Aswaja An-Nahdliyah yang meliputi, kenapa harus Empat
Mazdhab. Bab kelima, mengulas masalah Tasawuf Aswaja An-Nadliyah. Bab keenam,
menerangkan tradisi dan budaya yang di dalamnya meliputi landasan dasar tradisi,
dan sikap terhadap tradisi.
Sedangkan bab
ketujuh, kemasyarakatan yang di dalamnya meliputi Mabadi' Khaira Ummah dan Maslahatul Ummah.
Mabadi' Khairah Ummah ini, juga meliputi Al-Shidqu,
Al-Amanah wa al-Wafa bi al-Ahdi, Al-Adalah, Al-Ta'awun dan Al-Istiqamah. Maslahatul
Ummah, meliputi penguatan ekonomi, pendidikan dan pelayanan sosial. Bab
kedelapan, menerangkan kebangsaan dan bab terakhir penutup (khatimah).
Adapun salah satu
konsep dari pemahaman Aswaja di sini, yaitu tawasuth,
tasamuh, tawazun dan
amar ma'ruf nahi munkar.
Yang dimaksud tawasuth (moderat) ini, sebuah sikap keberagamaan yang tidak
terjebak terhadap hal-hal yang sifatnya ekstrim. Tasamuh, sebuah sikap
keberagamaan dan kemasyarakatan yang menerima kehidupan sebagai sesuatu yang
beragam. Tawazun (seimbang), sebuah keseimbangan sikap keberagamaan dan
kemasyarakatan yang bersedia memperhitungkan berbagai sudut pandang, dan
kemudian mengambil posisi yang seimbang dan proporsional. Amar ma'ruf nahi
munkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (hal. 51-52).
Dari empat konsep
Aswaja di atas, ada pokok yang paling ditekankan bagaimana konsep Aswaja bisa
diaplikasikan dengan baik oleh warga NU. Aswaja sebagai paham keagamaan yang di
dalamnya mempunyai konsep moderat (tawasut), setidaknya harus memandang dan
memperlakukan budaya secara proporsional (wajar). Karena budaya, sebagai kreasi
manusia yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bisa terjamin. Budaya
memiliki nilai-nilai positif yang bisa dipertahankan bagi kebaikan manusia,
baik secara personal maupun sosial.
Dalam hal ini,
berlaku sebuah kaidah fikih "al
muhafazhah ala al qadim al-shalih wal al-akhzu bil jadidi al-ashlah", melestarikan
kebaikan yang ada dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. Dengan
menggunakan kaidah ini, pengikut Aswaja memiliki pegangan dalam menyikapi
budaya. Jadi tidak semuanya budaya itu jelek, selama budaya itu tidak
bertentangan dengan ajaran Islam, dan mengandung kebaikan maka bisa diterima.
Bahkan bisa dipertahankan dan layak untuk diikutinya. Ini sesuai dengan sebauh
kaidah fikih, "al-adah
muhakkamah" bahwa budaya atau tradisi (yang baik) bisa menjadi
pertimbangan hukum.
Buku ini penting
dan menarik untuk dimiliki, dibaca, oleh warga NU supaya paham dan mengerti
secara mendalam apa itu Aswaja. Aswaja tidak hanya dipahami sekilas saja, tapi
bagaimana warga nahdliyin mampu mengaplikasinnya dengan baik dan sempurna. [*]
*) Pecinta buku,
Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep, Madura, Mahasiswa
Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel, Surabaya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar