Judul
: Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat
Penulis
: Al-Hamid Jakfar Al-Qadri
Penerbit
: Mizan, Bandung
Cetakan
: I, Desember 2012
Tebal
: XVII+117 Halaman
ISBN
: 978-979-433-753-0
Peresensi
: Zainal Fanani*)
|
Fenomena konflik
kekerasan yang terjadi selama ini, pengafiran, klaim sesat dan lain sebagainya,
banyak yang ditengarai karena kurang adanya dialog yang produktif dan sikap
toleran dalam memandang pendapat orang atau kelompok lain yang berbeda.
Sikap fanatik dan
memandang kelompok lain salah sungguh tidak dapat dibenarkan sama sekali.
Apalagi jika sampai memerangi dan memusuhi orang yang berlainan dengan
pahamnya. Munculnya berbagai mazhab seharusnya tidak menjadi penyebab
perpecahan, saling berseberangan, saling membenci dan mencaci. Tetapi, adanya banyak
mazhab tersebut hendaknya dijadikan sebagai penyebab fleksibilitas, penguat
hubungan, pemahaman argumen dan memperluas wawasan.
Maka, di sinilah
sebetulnya pentingnya membangun budaya dialog yang kini sudah mulai tergeser
oleh budaya otot dalam menyikapi perbedaan. Baik dialog interreligius maupun
intrareligius. Dalam sejarahnya, Rasulullah SAW tidak menutup pintu dialog
dengan orang musyrik, orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Bahkan beliau
melakukan dialog dengan golongan-golongan ini di tengah-tengah Masjid Nabawi.
Beliau menyambut dan berdialog dengan semuanya.
Budaya dialog juga
tumbuh subur di kalangan ulama-ulama klasik. Bahkan, tak jarang terjadi
perdebatan sengit di antara mereka dalam mempertahankan pendapatnya. Akan
tetapi, perbedaan pandangan dan pemikiran tidak menghalangi mereka di dalam
menjaga persaudaraan dan menjalin kasih sayang yang diperintahkan oleh Allah
Swt.
Buku Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat
yang ditulis oleh seorang intelektual muda Indonesia, Al-Hamid Jakfar Al-Qadri,
lulusan Sekolah Darul Musthafa, Tarim, Hadhramaut, Yaman ini hadir pada saat
yang sangat tepat di tengah meruyaknya aliran pemikiran dan keyakinan yang
sedang berkembang di Indonesia. Cara menghadapi pemikiran-pemikiran itu adalah
dengan berdialog bukan dengan cara kekerasan.
Ulasan-ulasan yang
ada pada buku ini juga merekam pemikiran Al-Habib Umar bin Hafizh—guru dari
Al-Qadri sekaligus pengasuh Sekolah Darul Musthafa—dalam upaya membangun
persaudaraan dan membina dialog di antara berbagai aliran keyakinan.
Al-Habib Umar bin
Hafizh adalah termasuk salah satu penandatangan dari dua dokumen internasional
yang berpengaruh, yaitu Risalah
Amman (2005) dan Common
Word (2007). Isi dari Risalah
Amman mengakui adanya keragaman mazhab dalam Islam, melarang saling
mengafirkan di antara mereka, dan menyerukan persaudaraan Muslim dari berbagai
mazhab. Sedangkan Common
Word adalah surat terbuka yang ditulis oleh para ulama terkemuka
dari banyak negara—termasuk Indonesia—kepada pemimpin Kristen sebagai bentuk
ajakan dialog yang produktif.
Al-Hamid Jakfar
Al-Qadri juga menguraikan upaya Al-Habib Umar bin Hafizh dalam membangun
persatuan umat Islam. Di antaranya adalah dengan mengadakan simposium ulama
berkala internasional. Di Indonesia sendiri, beliau mendirikan forum komunikasi
antar ulama. Forum ini mendapat respon positif dari berbagai kalangan, mulai
dari para ulama yang berlatar belakang pesantren tradisional hingga para
intelektual dan akademisi. (Halaman 37-46)
Di antara kelebihan
buku ini, terutama untuk konteks masyarakat Indonesia, adalah solusi yang
ditawarkan dalam menyikapi perbedaan pendapat. Pertama, toleran ketika berbeda. Caranya
adalah dengan menghormati pendapat yang berbeda, bersikap objektif, tidak
memusuhi pemilik pendapat yang berbeda, menyepakati demi menjaga persatuan dan
memaklumi perbedaan yang terjadi.
Kedua, tidak saling
mengafirkan dan menyesatkan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari menyebutkan: "Barangsiapa
yang menuduh kafir pada seorang mukmin maka itu sama dengan membunuhnya".
Hadis ini memberikan informasi betapa bahayanya pengafiran pada orang lain.
(Halaman 21-28)
Secara eksplisit,
buku ini hendak mengajak pembaca untuk lebih mengedepankan dialog dalam
menyikapi sebuah perbedaan pendapat. Dan menghindari fanatisme yang sampai
menimbulkan tindakan anarkis. Dengan cara seperti ini, adanya perbedaan niscaya
akan membuahkan rahmat. Bukan justru malah menimbulkan malapetaka. [*]
*) Anggota Forum Lingkar Pena cabang
Hadhramout; mahasiswa Al-Ahgaff University, Tarim, Hadhramout, Yaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar