Judul: Dialog Problematika Umat
Penulis: KH. MA Sahal Mahfudz Penerbit: Khalista Surabaya dan LTN PBNU Cetakan: I, Januari 2011 Tebal: xii+464 hal. Peresensi: Ahmad Shiddiq |
Orang
mengenal Kiai Sahal sebagai sosok kiai yang bersahaja. Namun, di balik kesederhanaannya,
pengasuh Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati, Jawa Tengah ini memiliki keluasan
ilmu yang jarang dimiliki oleh kiai kebanyakan. Tidak salah kalau kemudian
dalam penelitian yang dilakukan Dr Muzammil Qomar, beliau disejajarkan dengan
nama-nama besar semisal (alm) KH Achmad Shiddiq sebagai tokoh yang mempunyai
pemikiran liberal. Bahkan beberapa waktu yang lalu kiai bernama lengkap
Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz ini di anugerahi Doctor Honoris Causa (Dr HC) dari
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta karena keteguhannya dalam fikih
Indonesia.
Kiai
Sahal adalah figur, pemimpin, ekonom, pendobrak kebekuan, kemunduran,
kemiskinan, dan latar belakang. Sosok multidisipliner dan dinamisator kalangan
pesantren serta Nahdlatul Ulama, dua lembaga yang membesarkan juga
dibesarkannya. Sebagai ulama, Kiai Sahal tidak diragukan lagi kapasitas
keilmuan agamanya, khususnya penguasaan terhadap kitab kuning atau al-turast
al-islami. Kapasitas keulamaan ini terlihat dari karya yang sangat banyak
meliputi berbagai aspek keilmuan.
Dunia
pesantren maupun akademisi begitu memberikan apresiasi sekaligus kepercayaan
kepadanya untuk bisa mentransformasikan keilmuan di berbagai tempat, termasuk
lewat berbagai media yang telah memberikan kesempatan kepada beliau untuk mengisi
rubrik khusus sebagai kolumnis maupun forum dialog atau bathsul masail, yang
diantaranya menjadi buku ini.
Dengan
pemikiran yang tajam, ia mampu memberikan solusi secara kronologis, jelas,
transparan dan sistematis dari setiap problema umat yang disodorkan kepadanya.
Disini dibahas tuntas problematika mengenai bersuci, shalat, puasa Ramadhan,
zakat dan pemberdayaan ekonomi umat, haji, rumah tangga, antara tuntutan ibadah
dan rekayasa teknologi, akidah-akhlak, mengagungkan kitab suci, makanan, dan
etika sosial.
Bagi
Kiai Sahal, fiqh bukanlah konsep dogmatif-normatif, tapi konsep
aktif-progresif. Fiqh harus bersenyewa langsung dengan ‘af al
al-mutakallifin sikap perilaku, kondisi, dan sepak terjang orang-orang
muslim dalam semua aspek kehidupan, baik ibadah maupun mu’amalah (interaksi
sosial ekonomi). Kiai Sahal tidak menerima kalau fiqh dihina sebagai ilmu yang
stagnan, sumber kejumudan dan kemunduran umat, fiqh justru ilmu yang langsung
bersentuhan dengan kehidupan riil umat, oleh karena itu fiqh harus didinamisir
dan revitalisir agar konsepnya mampu mendorong dan menggerakkan umat Islam
meningkatkan aspek ekonominya demi mencapai kebahagian dunia-akhirat.
Kontekstualisasi
dan aktualisasi fiqh adalah dua term yang selalu dikampanyekan Kiai Sahal baik
secara ‘qauli (teks) melalui acara seminar, simposium, dan sejenisnya. ‘kitabi
(tulisan) dikoran, majalah, makalah, serta fi’li (tindakan) dalam bentuk
aksi langsung di tengah masyarakat dengan program-program riil dan konkret yang
menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
Dalam
buku ini, jelas bahwa umat Islam sekarang dalam sebuah kebingungan menghadapi
dunia modern. Dunia modern yang selama ini dibanggakan oleh masyarakat,
ternyata malah menyisakan problem yang memprihatinkan. Dunia modern
diagung-agungkan dengan berbagai kecanggihan informasi, transportasi, dan
alat-alat teknologi lainnya ternyata gagal membentuk pribadi muslim yang luhur
dan mampu mengorbankan serta pengabdian dirinya untuk masyarakat. Semua orang
dengan bangga berkata sebagai orang modern, tetapi ternyata hatinya berpenyakit
dan begitu menyedihkan bila ditinjau dalam segi agama.
Bagi
Kiai Sahal, kebenaran sesuatu selain dari dalil-dalil naqliyah juga bisa
berasal dari dalil aqliyah. Memang al-Qur’an dan al-Hadits merupakan
sumber hidayah yang paling utama dan esensial bagi umat Islam. Namun peran akal
juga tidaklah kalah penting. Dalam beberapa ayat, peran akal sangat istimewa
bahkan orang-orang yang diberi ilmu derajatnya tinggi dihadapannya. Hasil
pemikiran sains yang berkembang sekarang dapat kita jadikan sebagai petunjuk
untuk mempertebal keimanan asalkan tidak bertentangan dengan ketetapan syariah.
Dengan demikian, sains dan ilmu pengetahuan yang bersumber dari akal pikiran
bukan bid’ah, atau kemusyrikan dan kekufuran. Bahkan sains dan ilmu pengetahuan
diperintahkan Allah untuk dipelajari dan dikembangkan. Ini penting karena
berguna meningkatkan kualitas hidup manusia dan bahkan bisa mempertebal iman.
Pergulatan
panjang Kiai Sahal dalam lapangan fiqh sosial ini ternyata membawa perubahan
besar dan dahsyat dalam lapangan pemikiran pesantren dan akademis
(perguruan tinggi), ekonomi kerakyatan, kebudayaan, kelembagaan (pesantren dan
NU), dan politik kebangsaan. Dari kalangan peasntren, pemikiran progresif fiqh
sosial Kiai Sahal mendorong santri dan Gus-Gus muda pesantren belajar secara
mendalam ilmu usul fiqh dan mengembangkan untuk merespons tantangan modernisasi
sekarang ini. Lalu muncullah pemikir-pemikir muda pesantren dan NU progresif,
transformatif, dan inovatif, dan mereka jauh lebih berani keluar mainstream
pemikiran NU, tetapi tetap dalam koridor ahlusunnah wal jamaah.
Dengan
demikian, dilihat dari kacamata akademik pesantren Kiai Sahal mampu menyediakan
informasi yang komprehensif dan cermat dalam menganalisis serta akurat dalam
menyajikan jawaban-jawaban umat. Rais Aam PBNU ini, telah lebih maju dengan
memberikan tawaran gagasan-gagasan segar terkait problematika umat dengan
pengembangan qawaid ushuliyah untuk menjadikan fiqh sebagai bagian dari
peradaban modern.
Wal-hasil
buku setebal 464 ini dapat menjadi inspirasi kaum muda dalam mengembangkan
lebih jauh gagasan-gagasan ulama sekaliber KH MA Sahal Mahfudz dan tentunya
patut menjadikan buku ini, rujukan menemukan jawaban hukum Islam yang berkaitan
problematika umat. Selain mudah dibaca oleh siapa saja, buku ini memberikan
jawaban nuansa berbeda yang disesuaikan dengan zaman kontemporer. Waallahu
a’lamu bi al-shawab. [*]
*)
Penulis Santri Pesantren Luhur Al-Husna dan Redaktur Pena Pesantren Surabaya
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar