Judul : Dialog Antar Umat Beragama: Gagasan
dan Praktik
di Indonesia
Penulis : Zainal Abidin Bagir dkk
Penerbit : Mizan Bandung
Tahun : 1, 2011
Tebal : 211 halaman
Peresensi: Muhammadun AS
|
Tragedi kekerasan publik yang melibatkan umat beragama akhir-akhir ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi proses demokratisasi di Indonesia. Umat beragama berperan sangat krusial dalam membangun demokrasi Indonesia sehingga bila kekerasan masih melibatkan umat beragama, maka demokrasi juga semakin pesimistis untuk dikembangkan.
Untuk menggapai kerukunan dan kedamaian, dialog
antar-umat beragama niscaya terus dinyalakan untuk menggugah semangat persaudaraan
dan jangan sampai padam.
Dialog bukan hanya para tokoh agama saja, tetapi
juga bisa diimplementasikan sampai tingkat bawah, yakni umat beragama di
pelosok desa. Buku bertajuk Dialog Antar Umat Beragama: Gagasan dan Praktik di
Indonesia mencoba memotret gagasan dialog antar-agama di Indonesia dalam
menciptakan gerak kerukunan dan kedamaian masyarakat. Buku ini bukan saja
mengaji urgensi dialog antar-agama, tetapi juga memberikan “alarm” bagi
agamawan agar terus menjaga komitmen dialog.
Ongkos sosialnya amat mahal kalau sampai api dialog padam hanya karena kepentingan politik sesaat para elite agama. Para penulis memotret bahwa konfl ik antar-agama mulai memanas sejak era Orde Lama. Saat Bung Karno memimpin, khususnya periode 1960-an, ketegangan sering terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Situasi politik yang tegang saat ini ikut serta memicu konfl ik makin tajam. Pada era Orde Baru, ketegangan konflik umat beragama sedikit reda karena situasi politik yang sentralistik, membuat kerukunan mudah diarahkan.
Ongkos sosialnya amat mahal kalau sampai api dialog padam hanya karena kepentingan politik sesaat para elite agama. Para penulis memotret bahwa konfl ik antar-agama mulai memanas sejak era Orde Lama. Saat Bung Karno memimpin, khususnya periode 1960-an, ketegangan sering terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Situasi politik yang tegang saat ini ikut serta memicu konfl ik makin tajam. Pada era Orde Baru, ketegangan konflik umat beragama sedikit reda karena situasi politik yang sentralistik, membuat kerukunan mudah diarahkan.
Terlebih, gagasan kerukunan umat beragama pada
tahun 1970-an dan tahun 1980-an diperhatikan dengan baik oleh pemerintah,
khususnya Departemen Agama. Mukti Ali, Menteri Agama tahun 1970-an, berjasa
besar dengan trilogi kerukunan yang digagasnya, yakni kerukunan intern umat
beragama, antar-umat beragama, dan umat beragama dengan pemerintah (halaman
60).
Dialog antar-umat beragama, bagi para penulis,
ke depan bukan saja dilakukan oleh kelembagaan pemerintah, tetapi juga
kelembagaan sosial kemasyarakatan dan para fungsionaris aktivis lintas iman.
Semua harus bersatu padu dalam menjalin kerukunan sehingga umat beragama di
lapisan bawah terasa nyaman dengan wujud kehadiran dialog yang benar-benar
genuine, jujur, dan ikhlas. [*]
Dimuat
di Harian Kompas, 28 Februari 2011
Sumber:
http://resensibuku.com/?p=1187
http://resensibuku.com/?p=1187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar