Judul Buku: Ekologi
Politik Nelayan
Penulis: Arif Satria
Penerbit: LKiS,
Yogyakarta
Cetakan: I (Pertama),
Mei 2009
Tebal: xviii + 411
halaman
Peresensi: Humaidiy AS
|
Sebagai negara kepulauan (Archipelagic State)
terbesar di dunia dengan pulau lebih dari 17.000 yang tersebar luas di
sepanjang nusantara, Indonesia semestinya menjadi negeri maju dan besar. Namun,
jika melihat kondisi bangsa Indoensia sekarang ini, segala potensi yang ada
tampaknya tidak diberdayakan secara sepantasnya, bahkan terabaikan.
Rezim pemerintahan silih berganti berkuasa.
Kebijakan penanggulangan kemiskinan nelayan serta pelestarian ekosistem pesisir
dan lautan juga tak pernah absen diajukan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri,
kemiskinan nelayan dan kerusakan ekosistem laut masih menjadi fenomena yang tak
kunjung terselesaikan.
Buku “Ekologi Politik Nelayan” yang ditulis oleh
Arif Satria ini berupaya menjelaskan ihwal mengapa flatform (bentuk) kebijakan
pemerintah di bidang perikanan dan kelautan, tidak berdaya jika dihadapkan pada
fenomena kemiskinan dan kerusakan ekosistem. Menurut Penulisnya, salah satu
dari fenomena ketidakberdayaan kebijakan tersebut adalah karena pemerintah
melulu menggunakan pendekatan teknis semisal nelayan yang kehilangan mata
pencaharian, pulau kecil yang terancam tenggelam ataupun penggerogotan wilayah
laut Indoensia oleh Singapura hingga peristiwa ironis lepasnya pulau Ambalat
dan Sipadan-Ligitan dari rengkuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pendekatan teknis semacam itu terbukti tidaklah cukup karena ada masalah
sosial-politik berupa akses pemanfaatan dan kontrol terhadap sumber daya alam
yang belum berjalan efektif (hal. 19).
Dengan pendekatan paradigma ekologi politik yang
ditawarkannya, Arif Satria melihat perubahan lingkungan sebagai hasil
dialektika kepentingan segenap aktor baik pada tingkat lokal, regional maupun
global. Pendekatan ini memiliki asumsi pokok bahwa perubahan dan kerusakan
lingkungan tidaklah bersifatr netral dan alamiah. Oleh sebab itulah, pendekatan
ini selain dapat menjelaskan anatomi perubahan lingkungan, juga dapat dijadikan
pijakan dalam proses formulasi kebijakan. Dalam ranah ini pula, pendekatan
ekologi politik sebenarnya merupakan pendekatan yang relatif bru dalam melihat
kompleksitas persoalan perikanan dan kealutan, dimana semuanya bermuara pada
ketidaksetaraan relasi para pihak dalam pengelolaan maupun pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan laut.
Secara umum, penulis menguraikan penguraikan
pemikirannya ke dalam lima pembahasan, yaitu: pertama, masalah kerangka
paradigmatik dalam mewujudkan potensi perikanann dan kelautan yang
berkelanjutan. Kedua, masalah perkembangan politik pembangunan kelautan dan
perikanan dam kurun tiga rezim kekuasaan, terutama era pemerintahan Megawati dan
Susilo Bambang Yudhoyono. Ketiga, penulis membahas isu-isu aktual perikanan
seperti isu ekonomi, politik dan pengelolaan atau konservasi. Keempat, masalah
ide dasar dan gagasan desentralisasi kelautan dan perikanan dari
perspektif politik dan tata kelola sumberdaya. Kelima, sebagai pembahasan
pamungkas dan paling substantif dari buku ini, penulis menyoroti permasalahan
bagaimana membangun kekuatan sosial-politik nelayan (sebagai korban pembangunan
dan kemiskinan), baik secara kultural maupun struktural dalam rangka
mewujudkan penguatan bargaining–position mereka.
Sebagai mana judulnya, penulis secara khusus
mendedah fenomena kemiskinan nelayan sebagai objek pembangunan yang gagal.
Fakta menunjukkan, empat juta kepala keluarga masyarakat pesisir yang bermukim
di 8.090 desa, ternyata 32 % diantaranya hidup dengan pendapatan kurang dari
Rp. 300.000,- per bulan. Karena kemiskinan, bisa difahami jika kemudian mereka
terpaksa menebang hutan bakau atau menebang terumbu karang untuk menopang
kehidupannya. Kemiskinan pada akhirnya berdampak pula pada pada kerusakan
ekosistem pesisir dan laut.
Lebih jauh, analisis ekologi Politik dalam
pandangan Arif Satria juga dilakukan terhadap isu illegal fishing,
pengkavlingan laut, konservasi terumbu karang, hak perikanan tradiisonal,sampai
pada wacana BBM bersubsidi bagi nelayan, tidak luput dari perhatian penulis
dalam penelusuran halaman demi halaman buku ini. Pendek kata, dengan sangat
kritis dan proporsional, buku ini nyaris menyentuh seluruh denyut nadi dunia
kelautan dan perikanan dalam rentang rentang sewindu dalam tiga rezim
pemerintahan (Abdurrahman Wahid, Megawati dan SBY) (hal. 111, 117 dan 123).
Meskipun apa yang ada di dalam buku ini
merupakan kumpulan artikel yang tersebar di media cetak, namun kritik-kritiknya
terhdapa kebijakan yang terjadi harus difahami sebagai bentuk kepedulian dan
respon penulis terhadap perkembangan sektor kelautan dan perikanan nasional.
Dengan demikian, wajar jika isi buku ini sangat beragam sesuai dengan dinamika
dan konteks saat buku ini di buat dalam rentang 2001-2008.
Pergulatan Arif Satria sebagai aktivis,
akademisidan peneliti mewarnai pemikirannya dalam menguraikan permasalahan
kelautan dan perikanan. Kehadiran buku ini karenanya sangat bermanfaat bagi
para pembuat kebijakan yang memiliki otoritas menentukan nasib bangsa
Indonesia. Tidak hanya itu, buku ini juga patut dijadikan referensi bagi para
peneliti, praktisi, aktivis LSM, akademisi, mahasiswa maupun masyarakat umum
dalam upaya untuk lebih serius memahami persoalan sumber daya alam laut
yang sangat berharga ini. [*]
Dimuat
di Batam Pos 13 Desember 2009
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar