Judul:
Fiqh Minoritas: Fiqh Al-Aqalliyat dan Evolusi
Maqashid A-Syari’ah dari Konsep ke
Pendekatan
Penulis: Dr. Ahmad Imam Mawardi, MA. Penerbit: LKiS, Yogyakarta Cetakan: Pertama, Desember 2010 Tebal: 322 halaman Peresensi : Adi Kusno*) |
Akhir-akhir
ini, terjadinya kerusuhan di tengah-tengah masyarakat mulai dari penyerangan
Gereja di Temanggung dan penyerangan sekelompok massa terhadap Jemaah Ahmadiyah
yang mengatasnamakan agama merupakan fenomena dan masalah krusial kehidupan
umat manusia khususnya umat beragama. Agama dijadikan tameng untuk melaksanakan
tindak kekerasan yang hanya bermuara pada ketidak-harmonisan hubungan antar
agama hingga menyebabkan pertumpahan darah. Maka, apa, dimana, dan bagaimana
peran suatu agama yang sesungguhnya? Siapa yang salah, umat manusia ataukah
hukum fikih yang dibuat bertahun-tahun silam? Masih relevankah dengan zaman
yang terus berubah?
Adanya
fenomena di atas, kiranya perlu melihat dan membaca ulang sejauh mana
sesungguhnya peran agama—terutama hukum dalam hal ini fikih yang selama ini
dijadikan sebagai pijakan dalam bertindak—dalam realitas kehidupan umat manusia
yang beragam. Agama khususnya agama Islam merupakan cara hidup yang imbang,
koheren dan dirancang untuk kebahagiaan manusia dengan cara menciptakan
keharmonisan antara kebutuhan moral, material manusia dan aktualisasi keadilan
sosio-ekonomi serta persaudaraan antar umat manusia. Agama Islam adalah
satu-satunya agama yang mengakomodir dan menjangkau segala aspek-aspek
kehidupan umat manusia.
Namun
demikian, adanya Jurisprudensi (hukum Islam) terutama fikih merupakan suatu
keniscayaan yang tidak bisa diejawantahkan lagi. Di mana, tujuan dibuatnya
hukum Islam adalah untuk mencapai kemaslahatan umat manusia terlebih fikih yang
selama ini diyakini bersumber dari al-Qur’an dan hadits serta imam-imam madzhab
“fikih”. Sehingga ketika hukum (fikih) sudah tidak lagi meng-cover semua bentuk
kepentingan maslahah manusia, maka sudah sewajarnya hukum (fikih) itu ditinjau
kembali dan selanjutnya dibuatkan produk hukum baru yang lebih akomodatif
dengan konteks dan realitas masyarakat. Hal ini tentu sejalan dengan teks yang
berbunyi “al-muhafadzatu ala al-qadim al-shaleh wal akhdzu bil jadidi
al-ashlah”.
Akan
tetapi teks tersebut perlu dipahami secara mendalam, di mana kata “wal
akhdzu” atau mengambil, jangan hanya dimaknai mengambil tetapi menciptakan
produk hukum baru yang sekiranya lebih baik dan relevan dengan kondisi dan
tempat dimana umat muslim itu berada. Dengan ungkapan lain, adanya Islam
Amerika, Islam Indonesia dan sebagainya memiliki kekuatan penalaran dan teologi
yang tentunya juga berbeda. Inilah realitas agama yang sesungguhnya (shalihun
fi kulli zaman wa makan) atau Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.
Sehingga reformulasi atau perubahan hukum dalam “tubuh” fikih sangat perlu
untuk dilakukan agar sesuai dengan kondisi sosial-masyarakat (tempat
tinggalnya) sepanjang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Karena
masing-masing masyarakat memiliki keragaman sendiri dan masing-masing pula
merujuk pada sumber yang sama.
Ahmad
Imam Mawardi, melalui bukunya “Fiqh Minoritas: Fiqh A-Aqalliyat dan Evolusi
Maqashid Al-Ayariah” mencoba mereformulasi fikih yang selama ini berkembang
ditengah masyarakat khusunya kelompok minoritas muslim. Sebab fikih yang selama
ini diyakini sebagai bentuk dan sumber hukum otentik, justru tidak bisa
memberikan jawaban bahkan solusi yang cukup solutif dalam menjawab realitas
kehidupan umat beragama. Bahkan ia terpasung dalam kejumudan zaman silam yang
sulit berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Selain
ketidak-sesuaian hukum (fikih) dengan realita zaman, fenomena yang tak kalah
pentingnya adalah adanya Islam Amerika, Indonesia dan sebagainya. Islam
Amerika, istilah tersebut kemudian disebut Islam minoritas.Di mana mereka hidup
di antara tempat dan kondisi yang jelas berbeda dengan lahirnya hukum fikih
beberapa abad lalu. Selama minoritas muslim masih tetap berpegangan pada
doktrin-legal (fikih) tersebut, dapat dipastikan fikih tidak akan sepenuhnya
terintegrasi ke dalam masyarakat Barat pada khususnya. Sehingga pertanyaannya
kemudian, masihkan fikih harus diterapkan pada masyarakat minoritas? Maka,
melalui buku inilah anda dapat melihat sejauh mana keberadaan fikih minoritas
tersebut, di mana ia tidak hanya berdasar pada subjektivisme belaka. Tetapi ia
justru lahir dari hulu ajaran Islam dan tumbuh dari akar peradaban Islam, yang
dalam istilah ushul fiqh sering disebut maqashid al-syariah. Maqashid
Al-Syariah dalam buku ini dijadikan sebagai metode pendekatan, yang berevolusi
dan bermetamorfosis sebagai sebuah metode pendekatan guna menghasilkan produk
hukum Islam yang kompatibel dengan kebutuhan suatu komunitas, yang secara
khusus bagi minoritas muslim yang hidup di Barat. Inilah spirit dari hadirnya
buku ini.
Sebagai
sama-sama alumni Barat, ketika kita bandingkan dengan Prof K Yudian Wahyudi,
PhD. dalam bukunya Maqashid Syari’ah dalam Pergumulan Politik, ia pun
banyak mengupas masalah tersebut. Ia lebih menitik-beratkan maqashid
syari’ah pada ranah aplikatif dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi
ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Maqashid syari’ah menurutnya,
seyogyanya dijadikan sebagai metode untuk melahirkan produk hukum yang relevan
dengan konteks kekinian. Dengan begitu, maka Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin
akan tercapai. Ketika Islam menyejarah dalam kehidupan, meminjam istilah Prof
Amin Abdullah, PhD. maka Islam yang satu (Islam normative) kemudian berkembang
menjadi Islam yang beragam (Islam historis).
Hadirnya
buku ini turut mewarnai pemahaman dan diskusi keberadaan fikih selama ini.
Meskipun bukan buku pertama yang membahas fikih minoritas, namun buku ini juga
dapat memberikan kontribusi yang cukup bermakna untuk memperkokoh pemahaman
Islam otoritatif secara umum dan fikih minoritas secara khusus. Bahkan
kandungan nilai burhani, bayani dan irfani dalam buku ini turut membuktikan
bahwa Islam lokal secara intrinsik merupakan representasi Islam dalam
kehidupan. Bagi praktisi, akademisi, politisi maupun masyarakat secara umum
perlu kiranya membaca buku ini untuk menambah khazanah pemabaham kosep fikih
secara mendalam terlebih mereka yang masih menempuh jenjang pendidikan. Selamat
membaca! [*]
*) Peneliti Ahli pada Nawesea English Pesantren Yogyakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar