Judul : Ganyang Malaysia: Politik Konfrontasi
Bung Karno
Pengarang : John B Sriyanto
Penerbit : Interpre Book, Yogyakarta
Tahun : I, September 2010
Tebal : 110 halaman
Peresensi: Paulus Mujiran
|
Bangsa Indonesia dan Malaysia merupakan bangsa
serumpun. Masyarakat Malaysia menyebut Indonesia negeri jiran, maksudnya negara
berdekatan.
Idealnya negara berdekatan akan selalu hidup
rukun dan damai. Namun karena berdekatan itu justru rawan terjadi gesekan dan
konflik. Sepertinya tersedia daftar panjang yang berpotensi memicu konfl ik
hubungan antarnegara.
Sebut saja penganiayaan TKI, pencaplokan Sipadan
dan Ligitan, pembajakan lagu-lagu Indonesia seperti Terang Bulan dan Rasa
Sayange, pengambilalihan tari Pendet (Bali), Kuda Kepang, dan Reog Ponorogo
untuk dimanfaatkan demi kepentingan pariwisata Malaysia, dan yang paling baru
adalah soal penangkapan pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ini semua
membuktikan Malaysia sebagai bangsa serumpun yang pongah dan arogan.
Berdasarkan sumber yang ada, sejak kecil Bung
Karno mewarisi dari ibunya rasa benci yang mendalam kepada penjajah Belanda
yang merampas harta kerajaan Singaraja dan menangkap serta membuang sang raja.
Sebagai pejuang yang bercucuran darah dan
keringat di medan perang, kemerdekaan yang belum lama diraih kian bertambah
berat dan berkepanjangan karena ancaman dari luar yakni pembentukan negara
Federasi Malaysia yang diprakarsai imperalis Inggris.
Indonesia di bawah pimpinan Bung Karno menentang
pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Semenanjung Tanah
Melayu, Singapura, Sabah, dan Serawak, sampai kemudian melancarkan konfrontasi
dengan semboyan Ganyang Malaysia (hal 10).
Sikap radikal Bung Karno didasari rasa tanggung
jawab dan kewajiban moral untuk membebaskan dan memerdekakan rakyat di kawasan
Semenanjung Tanah Melayu termasuk Singapura, Sabah, dan Serawak di Kalimantan
Utara dari penjajah Inggris. Bung Karno membaca bahwa pembentukan negara
Federasi Malaysia itu diprakarsai imperialis Inggris.
Penggabungan Semenanjung Tanah Melayu dengan
Sabah dan Serawak dapat dimengerti sebagai pengingkaran rakyat karena mereka
sangat mendambakan kemerdekaan.
Dari sisi ini jelas sangat merugikan rakyat
setempat karena tidak melalui proses pemungutan suara. Dengan kata lain Inggris
sengaja menciptakan kekuatan yang dapat mengancam Indonesia.
Dalam pidatonya Bung Karno selalu mengatakan,
Kalau Malaysia mau konfrontasi ekonomi kita hadapi dengan konfrontasi ekonomi,
jika Malaysia konfrontasi politik hadapi dengan politik. Jika Malaysia dengan
konfrontasi militer dihadapi dengan militer (hal 33).
Dalam berdiplomasi Indonesia, terutama di Jawa,
mengenal istilah nglurug tanpa bala dan menang tanpa ngasorake.
Itu lebih dimaknai mengalah tanpa merasa kalah.
Buku ini menarik dibaca karena selain membantu kita merekam era Bung Karno juga
disertai dengan strategi konfrontasi kepada Malaysia tanpa merasa perlu untuk
berperang. [*]
Dimuat
di Koran Jakarta, 25 Oktober 2010
Sumber:
http://resensibuku.com/?p=926
http://resensibuku.com/?p=926
Tidak ada komentar:
Posting Komentar