Jumat, 14 Maret 2014

Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia


Judul Buku: Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya
                      di Indonesia
Penulis: Dr. Riant Nugroho
Penerbit: Pustaka Pelajar Yogyakarta
Cetakan: 1, November 2008
Tebal buku: 265 halaman
Peresensi: Siti Muyassarotul Hafidzoh



Sejarah mencatat pemarjinalan perempuan. Mulai dari peradaban romawi yang menganggap bahwa perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah menikah kekuasaan beralih pada suaminya.. Kekuasaan itu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh. Realita ini belangsung hingga abad ke-5 M. Pada zaman kaisar Konstantinopel, terjadi sedikit perubahan dengan diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi perempuan dengan catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui oleh keluarga (suami/ayah).
Kaum hawa ini dalam latar sejarah terus menjadi konco wingking yang peran-perannya selalu diabaikan. Dia, perempuan, dianggap manusia yang serba kurang, tidak utuh, sehingga nasibnya terus terbelakang. Peluang-peluang strategisnya diruang public pun seringkali diabaikan, bahkan disikat secara kasar. Sangat wajar kalau diera modern, mereka hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga, menjadi TKW di luar negeri, dan lainnya. Peluang menjadi pejabat, birokrat, dan sebagainya sangat sedikit.
Di sinilah Dr. Riant Nugroho memaparkan kasus gender differences (perbedaan gender) yang menimbulkan banyak ketidakadilan terhadap perempuan. Seperti kasus Marginalisasi, Subordinasi, stereotipe, Violence dan beban kerja yang dirasakan oleh perempuan. Dr. Riant juga memaparkan komposisi perempuan di parlemen seluruh dunia, dengan temuan bahwa jumlah perempuan di lembaga sangat tidak signifikan dibandingkan dengan populasi mereka yang jauh lebih besar dari laki-laki. Ini menunjukan bahwa peran perempuan dalah ranah politik pun sangat sedikit dibandingkan laki-laki, bahkan perbedaannya sangat jauh.
Gender mendapat perhatian yang tinggi di era Kabinet Reformasi di mana pemerintah mengeluarkan Inpres No. 9/2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan sosial dan munculnya berbagai kegiatan yang berbasis gender, termasuk penyusunan statistic dan indikator gender yang pertama kali dirilis BPS bekerja sama dengan Unifem pada 2000, yang menunjukan antara rendahnya representasi perempuan dalam DPR (8,8%), MPR (9,1%), anggota DPA (2,7%), hakim agung (13.7%), menjadi kepala desa/ lurah (2,3%), dan berkedudukan dalam jabatan structural kepegawaian(15,2%), padahal rasio jumlah penduduk perempuan di atas rasio penduduk laki-laki, yaitu 99,1, yang berarti dari 100 penduduk perempuan trdapat 99 penduduk laki-laki.
Akan tetapi kemajuan zaman sekarang juga memunculkan kesadaran dan respon dari masing –masing perempuan sebagai individu. Mereka menyadari bahwa perempuan tidak selalu menjadi pihak yang selalu menerima begitu saja, dan selalu dianggap lebih rendah dari laki-laki. Evolusi kesadaran itu muncul dalam bentuk pergerakan perempuan yang bertujuan untuk memperbaiki nasib perempuan secara sosial, ekonomi, maupun politik.
Dan dari sisnilah Dr. Riant menjelaskan juga tentang Identitas gender. Identitas di sini merupakan suatu skema mental yang penting dalam kehidupan seseorang. Identitas peran gender menjelaskan sejauh mana seorang menganggap dirinya sebagai feminis dan maskulin sebagaimana ditentukan oleh peran seksualnya. Sedangkan persepsi diri tidak selalu konsisten dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
Teori Psikoanalisis menjelaskan bahwa perilaku seseorang terkait dengan factor biologis seperti; evolusi, gene dan anatomi. Sebaliknya teori sosialisasi (social learning)menjelaskan berdasarkan konsep ‘nature-nurture’ dan melihat bahwa perbedaan peran gender merupakan hasil dari tuntutan dan harapan lingkungan. Sedangkan teori perkembangan kognitif merupakan teori interaksi yang menekankan pada interaksi antara keadaan organisme atau perkembangan kognitifnya dengan informasi yang ada dalam lingkungan budaya (halaman 24).

Perempuan sederajat
Dalam islam dijelaskan “inna akromakum ‘inda Allahi atqokum”. Di sinilah yang menunjukan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, yang membedakan adalah hanya derajat ketakwaannya. Jika dari fungsi sosialnya laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama asalkan memiliki kualitas yang tinggi untuk berperan dan tampil di depan publik.
Menarik!. Dari sinilah penulis menjelaskan secara jelas tentang bagaimana pentingnya pemberdayaan perempuan, karena Pemberdayaan perempuan merupakan tuntutan hak asasi manusia. [*]

Dimuat di Batam Pos, 1 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar