Judul: Hukum dan Ancaman Keberlangsungan
Industri Rokok
Penyunting: Zamhuri
Penerbit: Prodi Magister Ilmu Hukum UMK dan
LS2B
Sumur Tolak Kudus
Tahun: I, Februari 2011
Tebal: 145 halaman
Peresensi: Ali Rif’an
|
Kebijakan tentang rokok selalu mendatangkan
polemik. Pro dan kontra pun sering terjadi. Kalangan antirokok misalnya,
menginginkan agar rokok segera dibumihanguskan dari negeri pertiwi. Alasannya,
rokok tidak memiliki manfaat sedikit pun.
Rokok justru merusak kesehatan, mengempeskan
kantong, membuat orang ketagihan, dan mengganggu kenyamanan publik. Karena itu,
pemerintah melalui Undang-Undang Kesehatan kemudian mencoba membatasi ruang
gerak industri rokok. UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 113 misalnya, menyebutkan
bahwa rokok telah dimasukkan sebagai zat adiktif, dan Pasal 115 menetapkan
tentang pembatasan area merokok serta iklan rokok.
Di sisi lain, industri rokok justru dimasukkan
sebagai salah satu kategori dari 10 industri prioritas negara, dengan target
penerimaan cukai yang setiap tahun terus dinaikkan. Bayangkan saja, pada 2010
rokok menyumbang cukai sebesar 57 triliun rupiah. Di sinilah kebijakan rokok
menuai sebuah dilema. Banyak yang bilang, produk hukum terkait kebijakan rokok
terkesan bermuka dua. Pemerintah terkesan cari aman.
Alasannya, jika industri rokok dikurangi atau
dihilangkan, maka para petani tembakau akan gulung tikar dan kehilangan mata
pencaharian. Alasan selanjutnya yakni industri rokok telah menyumbang banyak
lapangan pekerjaan. Bisa dibayangkan jika industri rokok ini tiba-tiba ditutup.
Buku berjudul Hukum dan Ancaman Keberlangsungan Industri Rokok ini penting untuk dibaca. Di dalamnya memuat gagasan diskursif oleh pihak-pihak yang merasa berkepentingan atau pun “kebakaran jenggot” dengan kebijakan rokok.
Buku berjudul Hukum dan Ancaman Keberlangsungan Industri Rokok ini penting untuk dibaca. Di dalamnya memuat gagasan diskursif oleh pihak-pihak yang merasa berkepentingan atau pun “kebakaran jenggot” dengan kebijakan rokok.
Jika ditelisik, paparan para elemen masyarakat
di atas terasa memberi siraman kepada para pembaca ihwal polemik kebijakan
rokok secara lebih komprehensif. Sebab, dalam memahami rokok, banyak masyarakat
kita masih cenderung parsial dan emosional. Karena itu, buku ini mewakili
sebagian ketegangan perbincangan terkait rokok. Pun telisik wacana
politik-hukum rokok yang dianggap mengancam keberlangsungan industri rokok.
Hingga saat ini, pemerintah belum mampu
mengambil kebijakan (policy) yang bisa menciptakan kebajikan (wisdom) bagi
semua pihak. Regulasi yang ada belum dapat mengintegrasikan kepentingan negara
dengan pelbagai kelompok masyarakat. Justru rakyat dibuat bingung dengan
kebijakan-kebijakan rokok yang terkesan setengah hati dan cenderung politis. Seharusnya,
pengendalian tembakau bukanlah berpamrih untuk mematikan industri atau petani
rokok, tetapi politik pengendalian tembakau bertujuan melindungi masyarakat
dari kerusakan akibat konsumsi dan paparan asap tembakau. Karenanya, peredaran
rokok perlu dibatasi dan dikontrol secara ketat.
Tak pelak, jika sekarang terjadi sebuah paradoks
terhadap fungsi cukai itu sendiri. Jika kita sadar, cukai pada dasarnya adalah
pajak dosa (sin tax) yang dikenakan terhadap produk-produk yang bisa
menimbulkan dampak ekstralitas atau candu. Tetapi, faktanya cukai justru
dimanfaatkan negara sebagai pintu pendapatan yang menggairahkan. Cukai bukan
lagi berfungsi mengendalikan peredaran produk-produk yang memang pemakaiannya
musti dibatasi. Ini tentu menyedihkan! [*]
Dimuat
di Koran Jakarta, 8 Juni 2011
Sumber:
http://resensibuku.com/?p=1347
http://resensibuku.com/?p=1347
Tidak ada komentar:
Posting Komentar