Judul: Kontroversi
Hakim Perempuan pada Peradilan Islam
di Negara-negara
Muslim
Penulis: Dr Hj
Djazimah Muqoddas SH M.Hum
Penerbit: LKiS,
Yogyakarta
Tebal: 297 halaman
Tahun: I, Maret 2011
Peresensi: Muhammad
Mukhlisin
|
Kuatnya budaya patriarkat dalam masyarakat,
terutama Islam, menimbulkan tindakan diskriminatif terhadap kaum perempuan. Hal
tersebut disebabkan faktor-faktor dogmatis dibarengi dengan penafsiran yang
kurang memihak terhadap perempuan. Imbasnya, hak-hak terhadap perempuan
terbelenggu, baik dalam ranah keluarga, pemikiran, ekonomi, tradisi sosial,
budaya, maupun politik dan sistem hukum.
Buku setebal 297 halaman ini merupakan disertasi
dari Dr Hj Djazimah Muqoddas SH MHum untuk meraih gelar doktor perempuan pertama
bidang hukum Islam di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Disertasi yang berjudul
asli “Hakim Perempuan di Peradilan Agama (Studi Komparatif tentang Kedudukan
Hukum Hakim Perempuan Menurut Fuqoha dan Peraturan Perundang-undangan di
Negara-negara Muslim)” ini merupakan sumbangan akademis yang begitu berharga.
Paling tidak ada empat poin penting yang dapat diambil dari buku ini.
Pertama, buku ini secara terperinci
mengeksplorasi kedudukan hakim perempuan di berbagai negara Islam yang
cenderung masih menganggap kontroversial, di antaranya adalah Sudan, Malaysia,
Pakistan, dan Indonesia. Kedua, dialog tentang konsepsi teoretis kedudukan
hakim perempuan menjadi menarik untuk dicermati dengan berbagai argumen, baik
dari ulama maupun ahli hukum dan sosial.
Djazimah Muqoddas dengan berhati- hati
mengelompokkan bagian ini menjadi tiga bagian, yaitu grand theory yang menolak
hakim perempuan, middle theory yang memperbolehkan hakim perempuan pada
kasus-kasus tertentu, dan applicative theory yang menerima hakim perempuan pada
semua kasus. Ketiga, analisis kedudukan hakim perempuan dalam sejarah
Indonesia. Dalam konteks Indonesia sendiri sebenarnya, diakui Djazimah
Muqoddas, perjuangan perempuan dalam memperoleh kedudukan publik termasuk
hakim, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Tetapi setiap interval sejarah Indonesia memunyai perjuangan hak
perempuan yang berbeda-beda. Sampai akhirnya, pengakuan terhadap hakim
perempuan ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Peradilan Agama No 7
Tahun 1989. Keempat, pembinaan terhadap hakim perempuan di peradilan agama.
Meskipun kedudukan hakim perempuan secara konstitusi sudah diatur dalam
undang-undang, sikap masyarakat dalam menerima keberadaan hakim perempuan belum
maksimal.
Terakhir, buku ini sangat menarik untuk dibaca
baik oleh kalangan akademisi, praktisi hukum, aktivis jender, maupun masyarakat
umum karena kandungannya yang kaya tidak hanya dengan analisis teori kebijakan
hukum, tetapi dilengkapi dengan khazanah dialektika dari pemikir-pemikir Barat
dan ulama muslim serta pengalaman pribadi penulis buku sebagai seorang hakim
perempuan sehingga kita tidak lagi terjebak dalam pola pikir diskriminatif
jender. [*]
Dimuat
di Koran Jakarta, 13 April 2011
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar