|
Judul: Laskar Pelangi
Penulis: Andrea Hirata Penerbit: Bentang Pustaka, 2005 Tebal: 529 hal ISBN: 979-3062-79-7 |
Kami
sangat menyukai pelangi. Bagi kami pelangi adalah lukisan alam, sketsa Tuhan
yang mengandung daya tarik mencengangkan. Tak tahu siapa di antara kami yang
pertama kali memulai hobi ini, tapi jika musim hujan tiba kami tak sabar
menunggu kehadiran lukisan langit manakjubkan itu. Karena keragaman kolektif
terhadap pelangi maka Bu Mus menamai kelompok kami Laskar Pelangi. (hal 160)
Masa
kecil selalu indah untuk dikenang. Tanpa disadari apa yang kita alami di masa
kecil akan membentuk kita pada hari ini. Apa yang kita lakukan hari ini,
bagaimana cara pandang hidup kita terhadap hidup ini, semua terbentuk saat masa
kecil. Novel ini diangkat dari memoar masa kecil penulisnya – Andrea Hirata –
atau tokoh Ikal dalam novel ini yang dengan apik mengolah pengalaman masa
kecilnya bersama Laskar Pelangi menjadi suatu novel yang memikat dan menyentuh
secara emosional bagi siapapun yang membacanya.
Laskar
Pelangi bertutur tentang petualangan sepuluh anak kampung Melayu Belitong yang
hidup dalam kemelaratan. Mereka secara tidak disengaja dipersatukan ketika
sama-sama memasuki bangku sekolah di kampungnya. Novel ini diawali dengan kisah
dramatis penerimaan murid baru di sekolah miskin SD Muhammadiyah yang merupakan
satu-satunya sekolah yang ada di kampung tersebut. Sebuah sekolah yang
terpinggirkan dan hampir saja ditutup jika tidak memenuhi kuota menerima 10
orang murid SD di tahun ajaran pertamanya. Pada detik-detik terakhir menjelang
batas waktu penerimaan murid baru usai kuota itu belum juga terpenuhi, para
guru dan calon murid yang menunggunya sudah siap menelan kekecewaan tak bisa
bersekolah karena sekolahnya akan ditutup.Untunglah di detik-detik terakhir muncul
seorang calon murid yang memungkinkan sekolah tersebut bisa terus berjalan.
Kesepuluh
anak inilah yang merupakan cikal-bakal terbentuknya Laskar Pelangi. Sembilan
tahun bersama –sama (6 tahun SD dan 3 tahun SMP) dalam kelas dan bangku yang
sama membuat ikatan persahabatan diantara mereka semakin erat, begitupun ikatan
dengan guru dan sekolahnya yang membuat mereka saling melengkapi dan dengan
kreativitasnya masing-masing membela dan memperjuangkan sekolah mereka dari
pandangan rendah sekolah-sekolah lain diluar kampung mereka yang telah mapan.
Keragaman karakter Laskar Pelangi yang terjaga kekonsistenannya hingga akhir
cerita membuat alur cerita dalam novel ini semakin menarik. Mereka adalah tokoh
Lintang si super jenius, Mahar sang seniman, Flo anak tomboi gedongan yang
memutuskan untuk bergabung dengan Laskar Pelangi, Sahara gadis yang judes,
Kucai yang bercita-cita jadi politikus, Samson yang perkasa, Syahdan yang ingin
jadi aktor Akiong yang pengugup, Harun “anak kecil yang terperangkap dalam tubuh
dewasa”, Trapani, pria yang tampan dan lembut, Borek si pengacau, dan Ikal si
pemimpi yang merupakan tokoh yang bercerita dalam novel ini.
Memang
tak semua anggota Laskar Pelangi mendapat porsi yang sama kemunculannya dalam
novel ini, selain Ikal si pencerita, tokoh Lintang mendapat porsi yang cukup
banyak. Lintang si anak kuli kopra yang jenius yang harus bersepeda sejauh 80
klilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu membuat pembaca
novel ini termotivasi semangatnya untuk terus mengejar ilmu tanpa menyerah.
Berkat kejeniusannya Lintang kelak akan mengharumkan nama sekolahnya dalam
lomba cerdas cermat yang diikuti oleh sekolah-sekolah terkenal di sekitar
kampungnya.
Lalu
ada tokoh Mahar seorang anak yang imajinatif, kreatif yang walaupun sering
mendapat ejekan dari teman-temannya namun berhasil mengangkat derajat
sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus. Selain itu kesembilan orang Laskar
Pelangi yang lain pun dalam novel ini dikisahkan begitu bersemangat dan
berjuang dalam menjalani hidup dan berjuang meraih cita-cita.
Keseluruhan
kisah Laskar Pelangi ini tersaji dengan sangat memikat. Pembaca akan dibuat
tercenung, menangis dan tertawa bersama kepolosan dan semangat juang para
Laskar Pelangi. Namun tak hanya itu saja, novel ini juga sangat berpotensi
untuk memperluas wawasan pembacanya. Deskripsi lingkungan Kampung Melayu
Belitong yang dideskripsikan secara jelas dan memikat membuat pembaca novel ini
akan mengetahui kondisi lingkungan dan kondisi sosial budaya masyarakat Kampung
Melayu Belitong yang hidup dibawah garis kemiskinan yang ironisnya ternyata
hidup berdampingan dengan komunitas masyarakat gedong PN Timah yang hidup
dengan segala kemewahan dan fasilitas yang lebih dari cukup.
Novel
ini juga memuat glossarium lebih dari seratus entri yang sebagian besar berisi
entri nama-nama latin tumbuh-tumbuhan dan hewan yang ada di Belitong, mineral
yang ada dalam perut bumi, makanan, istilah ekonomi, budaya dan sebagainya.
Dari
segi alur cerita novel ini sepertinya akan memikat pembacanya untuk segera
menyelesaikan novel inspiratif ini. Kalimat-kalimatnya enak dibaca dan mengalir
secara lancar. Namun kemunculan nama-nama latin dari tumbuh-tumbuhan sepertinya
akan membuat kelancaran membaca novel ini menjadi sedikit tersendat. Selain itu
eksplorasi tokoh Lintang yang jenius disaat berdebat dengan seorang guru dari
kota pada saat lomba cerdas cermat terasa tidak logis bagi seorang anak SMP
karena di bagian ini Lintang dengan fasih memaparkan prinsip-prinsp optik
Descrates, Newton, sampai Hooke. Namun karena kisah ini dikemas dalam bentuk
fiksi maka batas antara fakta dan fiksi kiranya tak perlu diperdebatkan.
Pada
intinya novel Laskar Pelangi menyampaikan pesan mulia bahwa kemiskinan bukanlah
alasan untuk berhenti belajar dan bukan tak mungkin sebuah sekolah kecil dengan
segala keterbatasannya ternyata mampu melahirkan kreativitas-kreativitas yang
melampaui sekolah-sekolah favorit yang telah mapan baik dari segi fisik maupun
pengajarannya. Selain itu kehadiran Novel Laskar Pelangi ini setidaknya akan membuktikan
bahwa penulis lokal mampu menghasilkan sebuah novel yang menggugah dan
inspiratif yang selama ini sepertinya didominasi oleh penulis-penulis asing.[*]
--HERNADI TANZIL, co-moderator milis pasarbuku
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar