Jumat, 21 Maret 2014

Massa, Teror dan Trauma; Menggeledah Negativitas Masyarakat Kita

Judul: Massa, Teror dan Trauma;
          Menggeledah Negativitas Masyarakat Kita
Peresensi: Fajar Kurnianto
Penulis: F Budi Hardiman
Penerbit: Lamalera dan Ledalero, Yogyakarta
Tahun: I, Januari, 2011
Tebal: xlviii+234 halaman


Kekerasan massa dalam berbagai bentuk dan motifnya belum benar-benar sirna di negeri ini. Melalui buku ini, F Budi Hardiman mencoba membaca fenomena kekerasan massa dalam perspektif filsafat bahwa kekerasan massa tidak lahir tanpa sebab.
Sebab yang tidak hanya terkait dengan konteks sosial, tapi juga konteks kedirian manusia, yakni individu para pelaku kekerasan itu sendiri. Diri yang tidak semata-mata dibaca sebagai wujud fisik (tubuh), tapi juga nonfisik yang berkait erat dengan aspek psikologi dan mental.
Kekerasan di antaranya berakar dari adanya heterofobia, perasaan takut akan “yang lain”. Sebuah ilustrasi menarik dipaparkan Hardiman. Pada 1999, fotografer Konrad R Mueller mengambil beberapa foto di Museum Sejarah Kedokteran Berlin Charite. Foto-foto yang kemudian dipamerkan itu terlihat ganjil: sosok-sosok janin terdeformasi bermata satu, berwajah tua, tanpa hidung, bungkuk, dan seterusnya. Gambaran kerusakan parah yang nyaris melenyapkan ciri-ciri kemanusiaan di dalamnya.
Inilah contoh terbaik yang menjadi titik pijak untuk melihat persoalan heterofobia. Sosok-sosok terdeformasi itu begitu lain, tidak lazim, dan keluar dari standar normal yang dapat disebut sebagai manusia. Orang-orang yang melihatnya sekejap akan timbul perasaan jijik, ngeri, dan penasaran. Secara sederhana, itulah yang disebut dengan “yang lain”. Ia “lain”, meski jenisnya sama-sama manusia. Orang yang heterofobia cenderung melihat “yang lain” sebagai ancaman.
Ada stigma yang memblokade manusia untuk membatasi kontak sosial dengan “yang lain” itu. Heterofobia adalah salah satu masalah karena dari sinilah—menurut Hardiman—bersumber kegagapan terhadap kelainan di luarnya. Analisis struktural dan mental juga digunakan Hardiman untuk melihat kekerasan massa. Ada banyak teori tentang massa, antara lain Gustave Le Bon (bapak psikologi massa), dan dua muridnya: Sigmund Freud dan Ortega Y Gasset. Teori-teori mereka bertitik pada sisi mentalitas, melihat massa dengan pendekatan mental.
Ini berbeda dengan teori-teori Marxis yang melihat massa dengan pendekatan strukturalistis bahwa massa beraksi tidak melulu karena emosi, tapi “strategis”: mengikuti kepentingan-kepentingan kelas yang bersifat objektif. Dengan demikian, aksi massa bersifat rasional. Hardiman lebih cenderung pada teori “tindakan kolektif” model Bader bahwa massa tidak melulu digerakkan oleh kemarahan, frustrasi, agresi, kebencian, atau ketidakpuasan seperti binatang buas yang lapar (pendekatan mental).
Mereka juga tidak murni mengikuti orientasi strategis yang melekat pada kepentingan-kepentingan mereka. Aksi massa bukanlah “perilaku kolektif”, juga bukan “akibat logis” dari mekanisme-mekanisme struktural. Teori “tindakan kolektif” melihat aksi massa sebagai “tindakan”. Jika “perilaku” berkenaan dengan spontanitas naluriah, “tindakan” menyangkut kesadaran manusiawi (hlm 79). Kekerasan massa menurut teori “tindakan kolektif” adalah buah-buah ketidakadilan sosial (hlm 107). [*]

*) Fajar Kurnianto, Alumnus UIN Jakarta

Sumber:
Koran Jakarta, 19 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar