Judul:
Menapak Jejak Amien Rais
Penulis: Hanum Salsabiela Rais Penerbit: Esensi, Erlangga Group, Jakarta Tahun: I, 2010 Tebal: 285 Halaman
Peresensi:
Syaefudin Simon
|
Meski telah banyak
buku yang mengupas biografi politik Amien Rais, tapi buku Menapak Jejak Amien
Rais – Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta” ini “lain daripada yang
lain” karena ditulis Hanum Salasabiela Rais, anak kedua Amien.
Membaca buku ini,
pembaca diajak memahami peristiwa sejarah reformasi politik Indonesia lebih
dalam lagi melebihi apa yang pernah ditulis orang lain.
Hanum mengungkapkan
bagaimana perasaan orang-orang terdekat Amien (ibu, istri, anak-anak, dan
saudara-saudaranya), teman-temannya, dan sikap bapaknya dalam perjalanan
panjang perjuangannnya.
Di situlah Hanum
berhasil mencatat sisi-sisi manusiawi sejarah Amien dalam menapaki perjuangan
tersebut.
Banyak kisah
menarik yang sangat manusiawi, bahkan terkadang mistis, di balik perjuangan
Amien meruntuhkan kekuasaan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Beberapa di antaranya adalah kisah tentang ancaman pelenyapan Amien, ketegaran
ibu dan istri Amien, dan tabir hitam di Bina Graha.
Seorang perwira
mendatangi Amien Rais memberi tahu bahwa Soeharto memerintahkan tentara untuk
melenyapkan dirinya. Tapi ternyata, eksekutornya ragu dan merasa tak ada alasan
untuk melenyapkan Amien.
Berkat doa yang
selalu dibacanya ketika hendak keluar rumah, akhirnya rencana pelenyapan
dirinya itu gagal. Sang perwira itu sampai kini menjadi teman akrab Amien.
Kisah menarik lain adalah ketabahan keluarganya dalam mendukung Amien.
Ketika kondisi
Jakarta sedang genting menjelang kejatuhan Soeharto, Mei 1998, Amien yang terus
mendapat ancaman pembunuhan, bertanya kepada ibunda dan istrinya – apakah
ikhlas bila dia terbunuh?
Ternyata jawabnya
melegakan – baik ibu dan istrinya ikhlas dan menyerahkan segalanya kepada
Allah. Karena itu, Amien seakan mendapat amunisi untuk meneruskan
perjuangannya.
Membaca buku ini,
khususnya di bab dua, pembaca disuguhi cerita tentang masa-masa kritis era reformasi,
1997-1998.
Dengan menggali
dari sumber pertama yang notabene ayahnya sendiri, Hanum berhasil mengungkapkan
kisah-kisah yang menarik dari aspek manusiawi tentang sosok Amien dalam
mengawal reformasi Indonesia.
Di samping kisah
perjalanan Amien yang merupakan “biografi politik” reformasi Indonesia, Hanum
juga mengisahkan hubungan Amien dengan anakanaknya yang sangat indah dan luar
biasa.
Bagi Amien,
anak-anaknya adalah sebuah keajaiban Tuhan. Sebabnya, pasangan Amien Rais dan
Kusnasriyati Sri Rahayu harus menunggu sepuluh tahun dengan penuh harap dan doa
agar mendapatkan anak.
Meski banyak
mengisahkan kehidupan Amien dari sisi anak-anak, istri, dan keuarga besarnya,
tapi buku ini tetap bisa menjadi sumber informasi sejarah perubahan politik di
Indonesia.
Dengan bahasa yang
enak dan gaya tutur yang mengalir, membaca buku ini ditanggung tidak akan
bosan. Apalagi di dalamnya banyak petuah dan teladan Amien bagi kita, bagaimana
cara Amien mendidik anak-anaknya agar berjiwa patriot, manusiawi, demokrat dan
religius.
Dari buku ini,
pembaca akan mengetahui Amien adalah seorang muslim moderat yang mencintai
bangsa dan negaranya – tidak seperti dugaan orang yang acap menuduhnya sebagai
muslim ekstrem.
Ini terbukti,
antara lain, dari busana anak-anak perempuannya, termasuk Hanum, yang tidak
berjilbab.
Amien juga bukan
seorang pendendam karena dia tetap jujur mengakui bahwa Soeharto, presiden yang
pernah dikecamnya, adalah tokoh besar yang harus dihormati karena jasa-jasanya
yang besar dalam membangun Indonesia.[*]
*) Syaefudin Simon,
alumnus UGM, Ketua Departemen Media dan Publikasi Persatuan Umat Islam
Indonesia (PUI).
Sumber:
Koran Jakarta, 13
Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar