Jumat, 21 Maret 2014

Menapak Jejak Amien Rais

Judul: Menapak Jejak Amien Rais
Penulis: Hanum Salsabiela Rais
Penerbit: Esensi, Erlangga Group, Jakarta
Tahun: I, 2010
Tebal: 285 Halaman
Peresensi: Syaefudin Simon


Meski telah banyak buku yang mengupas biografi politik Amien Rais, tapi buku Menapak Jejak Amien Rais – Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta” ini “lain daripada yang lain” karena ditulis Hanum Salasabiela Rais, anak kedua Amien.
Membaca buku ini, pembaca diajak memahami peristiwa sejarah reformasi politik Indonesia lebih dalam lagi melebihi apa yang pernah ditulis orang lain.
Hanum mengungkapkan bagaimana perasaan orang-orang terdekat Amien (ibu, istri, anak-anak, dan saudara-saudaranya), teman-temannya, dan sikap bapaknya dalam perjalanan panjang perjuangannnya.
Di situlah Hanum berhasil mencatat sisi-sisi manusiawi sejarah Amien dalam menapaki perjuangan tersebut.
Banyak kisah menarik yang sangat manusiawi, bahkan terkadang mistis, di balik perjuangan Amien meruntuhkan kekuasaan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Beberapa di antaranya adalah kisah tentang ancaman pelenyapan Amien, ketegaran ibu dan istri Amien, dan tabir hitam di Bina Graha.
Seorang perwira mendatangi Amien Rais memberi tahu bahwa Soeharto memerintahkan tentara untuk melenyapkan dirinya. Tapi ternyata, eksekutornya ragu dan merasa tak ada alasan untuk melenyapkan Amien.
Berkat doa yang selalu dibacanya ketika hendak keluar rumah, akhirnya rencana pelenyapan dirinya itu gagal. Sang perwira itu sampai kini menjadi teman akrab Amien. Kisah menarik lain adalah ketabahan keluarganya dalam mendukung Amien.
Ketika kondisi Jakarta sedang genting menjelang kejatuhan Soeharto, Mei 1998, Amien yang terus mendapat ancaman pembunuhan, bertanya kepada ibunda dan istrinya – apakah ikhlas bila dia terbunuh?
Ternyata jawabnya melegakan – baik ibu dan istrinya ikhlas dan menyerahkan segalanya kepada Allah. Karena itu, Amien seakan mendapat amunisi untuk meneruskan perjuangannya.
Membaca buku ini, khususnya di bab dua, pembaca disuguhi cerita tentang masa-masa kritis era reformasi, 1997-1998.
Dengan menggali dari sumber pertama yang notabene ayahnya sendiri, Hanum berhasil mengungkapkan kisah-kisah yang menarik dari aspek manusiawi tentang sosok Amien dalam mengawal reformasi Indonesia.
Di samping kisah perjalanan Amien yang merupakan “biografi politik” reformasi Indonesia, Hanum juga mengisahkan hubungan Amien dengan anakanaknya yang sangat indah dan luar biasa.
Bagi Amien, anak-anaknya adalah sebuah keajaiban Tuhan. Sebabnya, pasangan Amien Rais dan Kusnasriyati Sri Rahayu harus menunggu sepuluh tahun dengan penuh harap dan doa agar mendapatkan anak.
Meski banyak mengisahkan kehidupan Amien dari sisi anak-anak, istri, dan keuarga besarnya, tapi buku ini tetap bisa menjadi sumber informasi sejarah perubahan politik di Indonesia.
Dengan bahasa yang enak dan gaya tutur yang mengalir, membaca buku ini ditanggung tidak akan bosan. Apalagi di dalamnya banyak petuah dan teladan Amien bagi kita, bagaimana cara Amien mendidik anak-anaknya agar berjiwa patriot, manusiawi, demokrat dan religius.
Dari buku ini, pembaca akan mengetahui Amien adalah seorang muslim moderat yang mencintai bangsa dan negaranya – tidak seperti dugaan orang yang acap menuduhnya sebagai muslim ekstrem.
Ini terbukti, antara lain, dari busana anak-anak perempuannya, termasuk Hanum, yang tidak berjilbab.
Amien juga bukan seorang pendendam karena dia tetap jujur mengakui bahwa Soeharto, presiden yang pernah dikecamnya, adalah tokoh besar yang harus dihormati karena jasa-jasanya yang besar dalam membangun Indonesia.[*]

*) Syaefudin Simon, alumnus UGM, Ketua Departemen Media dan Publikasi Persatuan Umat Islam Indonesia (PUI).

Sumber:
Koran Jakarta, 13 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar