Judul
Buku: Menggerakkan Pergerakan;
Kaderisasi, Kemandirian,
Sinergi
Penulis: Mochammad Afifuddin M.Si Penerbit: Visi Indonesia Jakarta Cetakan: Pertama, 2011 Tebal: vi + 74 Halaman Peresensi: Masduri*) |
Akhir-akhir
ini ada statemen bahwa Indonesia sedang menuju negara gagal. Pernyataan ini
berdasar fakta yang dialami masyarakat saat ini, kemiskinan dan penganggruran
belum terentaskan, hukum jadi sarang bersembunyinya para koruptor, pelindungan
hak terhadap warga negara lemah, terbukti dengan serangkaian kasus kekerasan
dengan dalih agama.
Ketika
negara dihadapkan pada berbagai persoalan ini, pemerintah kerepotan, mereka
saling lempar tanggung jawab. Komitmen kuat untuk menyejahterakan bangsa
Indonesia belum bisa mereka tunjukkan. Mereka terlalu asyik dengan kemewahan
fasilitas yang diberikan negara. Sehingga tanggung jawab kenegaraan yang mereka
bebani tidak terlaksana dengan baik.
Kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah minim. Tidak heran jika masyarakat banyak
melakukan penentangan pada pemerintah, termasuk kritik, demo dan berbagai
bentuk ekspresi yang dilakukan masyarakat untuk mengungkapkan kekecewaannya
pada pemerintah. Apa yang mereka lakukan sebenarnya merupakan upaya agar
hak-hak dirinya sebagai warga negara bisa terpenuhi. Meski sampai detik ini
penderitaan yang dialami masyarakat belum teratasi.
Harapan
besar akan lahirnya pemimpin yang memihak pada masyarakat terus menggema. Tapi
sayang kesadaran masyarakat akan perannnya dalam demokratisasi saat pemilihan
belum ditunjukkan secara maksimal. Mereka masih tergiur pada kebahagian sesaat,
dengan menerima suap dari calon pemilu. Sehingga tidak usah heran jika pemimpin
yang terpilih kurang, bahkan tidak mempedulikan nasib dirinya.
Meskipun
gagasan tentang parahnya akibat politik uang lama disuarakan. Sampai saat ini
belum bisa menyentuh kesadaarn masyarakat, terutama di pedesaan. Mereka masih
suka menerima sauap. Sebenarnya saya tidak heran dengan fakta ini, mengingat
kondisi ekonomi masyarakat di pelosok rata-rata mereka ada orang tidak punya.
Namun jika ini dibiarkan akan semakin membuka peluang lahirnya pemimpin yang
apatis dan tidak peduli pada kepentingan masyarakat.
Peran PMII
Ketika
masalah bangsa tak kunjung selesai. Harapan satu-satunya ada pada para pemuda,
secara khusus dalam hal ini adalah mahasiswa, sebagai insan yang terdidik dan
lebih paham terhadap persoalan politik. Mahasiswa memiliki peran urgen bagi
kemajuan negara. Kita masih ingat peristiwa 1998, yang menggulingkan presiden
Suharto. Sejarah ini dapat kembali menjadi spirit bagi para pemuda untuk
benar-benar melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik.
Untuk
lebih menguatkan gerakan perubahan yang dikehendaki mahasiswa jelas butuh wadah
yang kompeten. Maka kehadiran PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
menjadi penting untuk menampung mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi demi
kemajuan negara dan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan PMII merupakan tumpuan
harapan masyarakat bagi perubahan bangsa ke depan. Di tengah karut-marutnya
persoalan bangsa saat ini, tentu masyarakat berharap besar akan peran PMII.
Salah
satu aktivis PMII, Mochammad Afifuddin menyegarkan kembali semangat pergerakan
sahabat-sahabat PMII, melalui bukunya, Menggerakkan Pergerakan; Kaderisasi, Kemandirian,
Sinergi. Ia mencoba memberikan gagasan segar tentang
langkah-langkah konkret yang mesti dilakukan oleh PMII ke depan. Karena sekian
persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia merupakan tanggung jawab besar para
mahasiswa PMII. Dengan melakukan tindakan konkret, salah satunya melakukan
pemberdayaan bagi masyarakat, memahamkan mereka yang buta politik, agar tidak
terjebak pada pragmatisme politik, yang ujung-ujungnya mereka selalu dirugikan.
Sehingga hal-hal yang membuka peluang bagi lahirnya pemimpin yang koruptor dan
apatis bisa dihindari.
Selain
itu, peran PMII sebagai social control bagi perjalanan
pemerintahan juga harus selalu ditingkatkan. Apalagi sekian fakta, menunjukkan
kebobrokan moral pemerintah kita. Korupsi terus berkembang biak, hukum
diperjual belikan, HAM warga negara tidak bisa terlindungi, dan sekian banyak
persoalan lain yang segera harus dituntaskan. Peran PMII disini harus kembali
disegarkan, untuk melakukan evaluasi dan kritik bagi kepemimpinan yang sedang
berjalan.
Kader-kader
PMII yang mulai kemaren tertidur atau mereka yang terperangkap pada pragmatisme
politik, sehingga idealisme PMII sebagai motor pergerakan bagi peruabahan
negara terjual pada kekuasaan dan uang, harus segera dihentikan. Jika tidak
PMII akan ternena bobokkan oleh gemerlap kursi kepemimpinan dan uang. Dan
cita-cita luhurnya, untuk menyejahterakan masyarakat terkubur dalam sejarah.
Sungguh sebauah kepicikan yang harus dijauhi.[*]
*) Aktivis PMII Rayon Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar