Judul: Negara
Paripurna
Pengarang: Yudi Latif
Penerbit: PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta,
Tahun: I. 2011
Tebal: xviii + 667
Halaman
Peresensi: Syaefudin
Simon
|
Ketika politik makin karut marut; ketika
kemiskinan makin meluas; ketika kerusuhan makin menyebar; ketika keadilan makin
menjauh; ketika moralitas makin membusuk; dan ketika terorisme makin meruyak,
muncul pertanyaan: adakah kesalahan yang fatal di negeri ini sehingga semua
“kejahatan dan keburukan” itu berkumpul dan menghantamnya? Jawabnya: bacalah
buku Negara Paripurna karya Yudi Latif ini.
Melalui pendekatan geografi s, antropologis,
historis, fi losofi s, dan sosial politis—Yudi tiba pada sebuah kesimpulan:
Indonesia adalah negeri yang tengah limbung dan berjalan tanpa arah karena
meninggalkan warisan nenek moyang dan founding fathers-nya yang paling
berharga, yaitu Pancasila.
Menurut Yudi, Pancasila adalah penjelmaan
falsafah bangsa Indonesia yang paling realistis karena berpijak pada proses
perjalanan sejarah pembentukan nusantara itu sendiri. Sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua dan
antarsamudera, dengan daya tarik kekayaan sumberdaya yang melimpah, Indonesia
sejak lama menjadi titik temu penjelajahan bahari yang membawa pelbagai arus
peradaban (hlm 3).
Tidak salah jika Bung Karno menyatakan Indonesia adalah taman sari
peradaban dunia. Di taman sari peradaban dunia inilah hidup berbagai macam suku
bangsa dengan berbagai macam warna kulit, bahasa, dan keyakinan. Bhinneka
Tunggal Ika adalah sebuah keniscayaan dalam proses pembentuk bangsa Indonesia.
Untuk itu; toleransi, pluralisme, dan ketuhanan yang berakar pada sejarah
pembentukan bangsa harus terus menerus dibina dan dijaga eksistensinya. Tanpa
itu, tunggulah kehancuran Indonesia.
Meski buku ini mengupas Pancasila dengan
menunjukkan relevansinya dengan kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman batu
(neolitikum) hingga zaman modern, namun pemaparan Yudi tentang tahap-tahap
pembentukan nusantara hingga munculnya Pancasila terasa sangat menarik, luas
wawasan, penuh argumentasi ilmiah, dan tidak terjebak jargon-jargon politik.
Dalam buku ini, Yudi mempertanyakan; bagaimana mungkin dari sila ke-4 dalam
praktik pemilu legislatif dan eksekutif dilakukan melalui sistem elektoral
dengan perhitungan one man one vote?
Amerika Serikat (AS) yang telah berpengalaman
tiga abad dalam berdemokrasi saja sistem pemilunya dengan perwakilan, Indonesia
malah sebaliknya. Banyak sekali masalah-masalah aktual yang disorot Yudi dalam
bukunya— mulai ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan hukum, kacaunya sistem
pemerintahan, karut marutnya sistem pendidikan, lemahnya sistem pertahanan, dan
lain sebagainya, yang semuanya terjadi akibat dilalaikannya Pancasila. Dalam
buku ini, Yudi mampu mengemas kajian komprehensif tersebut dengan gaya tulisan
populer dan hidup. [*]
Dimuat
di Koran Jakarta, 26 April 2011
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar