Judul
Buku: Radikalisme Sekte Wahabiyah
Penulis: Syekh Fathi al Misri al Azhari Penerjemah: Asyhari Masduqi Penerbit: Pustaka Asy’ari Cetakan: I, 2011 Tebal: 236 halaman Peresensi: Winarto Eka Wahyudi*) |
“Dari
ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ya Allah, berkahilah Syam dan
Yaman bagi kami.“ Mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan
berkah.” beliau menjawab: “Ya Allah berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.”
mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan berkah.” Beliau menjawab:
Di Najd itu tempatnya segala kegoncangan dan berbagai macam fitnah. Dan disana
akan lahir generasi pengikut syetan.”
Hadit
shahih ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (979), al-Turmudzi (3888) dan ahmad
(5715). Menurut para ulama seperti al-Imam al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan,
Al-Hafidz Al-Ghummari, al-Hafidz al-‘Abdari dan lain-lain, maksud dari generasi
pengikut syetan adalah yang akan lahir di Najd dalam hadits tersebut adalah
kelompok Wahabi.
Karena
sangat pentingnya untuk mewaspadai hal tersebut, maka akan timbul pertanyaan,
siapakah kelompok Wahabi itu sebenarnya? serta amaliyah- amaliyah seperti
apa yang mereka lakukan sehingga Nabi mengatakan bahwa mereka adalah generasi
pengikut syetan? Disini akan diuraikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
sangat fundamental tersebut.
Pelopor
kelompok ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab. Oleh karena itu para ulama
mengatakan paham/sekte ini dengan sebutan Wahabiyah, dinisbatkan kepada ayahnya
yaitu Abdul Wahab. Walaupun secara nomenklatur penamaannya sebenarnya salah,
karena pembangun pertama asas gerakan ini adalah Muhammad, bukan Abdul Wahab.
Namun bukan merupakan esensi mengenai permasalahan ini.
Muhammad
bin Abdul Wahab berasal dari kabilah bani Tamim, lahir tahun 1115 H, dan wafat
1206 H. menurut buku Kasyfus Syubahat yang ditulis oleh cucunya, yaitu
Abdul Lathif bin Ibrahim Ali Syekh bahwa Muhammad bin Abdul Wahab lahir di
suatu desa yang bernama “ainiyah”.
Pada
awalnya dia belajar di Makkah dan Madinah, diantara gurunya adalah Syekh
Muhammad Sulaiman Al Kurdi, Syekh Abdul Wahab (ayahnya sendiri), dan kakaknya
Sulaiman bin Abdul Wahab. Namun sungguhpun demikian, walaupun semua gurunya
berfaham ahlusunnah wal jama’ah, akan tetapi Muhammad bin abdul Wahab
ini mengajarkan ajaran baru yang nyleneh dan tidak sesuai dengan
kebanyakan para ulama.
Mula-mula
pada saat dia di Madinah melihat amalan-amalan/ibadat-ibadat orang Islam
dihadapan makam Nabi yang berlainan dengan syari’at Islam, menurut kacamatanya.
Kemudian pindah ke Basra dan menyiarkan fatwanya yang ganjil-ganjil tetapi dia
segera diusir oleh penguasa dan dikeluarkan dari kota Basrah.
Kemudian
ia menyampaikan fatwanya yang lagi-lagi sangat ganjil di negerinya sendiri
yaitu ‘ainiyah. Tetapi Raja di negeri itu yang namanya Utsman bin Ahmad
bin Ma’mar yang mulanya menolong tetapi setelah mendengar fatwa-fatwanya lalu
mengusir dan berusaha membunuhnya. Kemudian ia pindah ke Dur’iyah yang rajanya
bernama Muhammad bin Sa’ud. Di daerah ini Muhammad bin Abdul Wahab didukung
sepenuhnya oleh penguasa negeri tersebut, sehingga bersatulah antara ulama dan
penguasa yang akhirnya bergabunglah antara paham agama dengan raja.
Karena
didukung oleh kekuasaan Raja, maka Muhammad bin Abdul Wahab sanagt leluasa
menfatwakan faham-fahamnya tersebut, bahkan pengikutnya semakin bertambah.
Biasanya dia menfatwakan orang-orang di Makkah itu banyak yang kafir, karena
mereka berdo’a dengan bertawasul dihadapan makan Nabi, membolehkan berkunjung
jauh menziarahi makam Nabi, memuji-muji Nabi dengan membaca sholawat burdah,
dalailul khairat yang dianggap berlebih-lebihan memuji Nabi, membaca
kisah-kisah maulid Barzanji dan akhirnya mereka dikafirkan karena tidak
mau mengikuti Muhammad bin Abdul Wahab.
Didalam
buku yang berjudul Radikalisme Sekte Wahabiyah ini penulis banyak
mengurai pendapat-pendapat mereka yang terkesan berani dan ekstrem, antara
lain: mengingkari kenabian Adam, Syits, dan Idris, mengkafirkan Hawa,
mengatakan alam azali, neraka fana’, menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya, mengatakan Allah jism, menisbatkan anggota badan, duduk dan
sifat-sifat makhluk kepada Allah. (hal 15).
Faham-faham
Wahabi yang bisa kita lihat pada saat sekarang adalah dengan cara mengetahui
amalan-amalannya antara lain yang ditulis dalam buku ini adalah: mengharamkan
berdo’a berjama’ah, mengharamkan adzan kedua pada sholat Jum’at, mengharamkan
sholat sunnah qobliyah Jum’at, mengharamkan berjabat tangan setelah
selesai sholat berjam;ah, haram beristigotsah, tawasul, tahlilan
dan lain sebagainya.
Bahkan,
untuk membongkar kesesatan faham ini ke akar-akarnya, penulis memaparkan
bagaimana afiliasi Muhammad bin Abdul Wahab serta ulama-ulama Wahabiyah yang
lain (Ibnu Baz, Al Albani dll) dengan Yahudi, bahkan kesamaan antara paham
Wahabi dengan faham Yahudi sekalipun diulas dalam buku ini.
Penisbatan
radikalisme dalam kubu gerakan ini dikarenakan barang siapa yang tidak sesuai
atau ikut dalam kelompoknya, maka halal darahnya untuk dibunuh karena sudah
berstatus kafir. Salah satu contohnya adalah seperti yang dikutip dalam buku
ini dalam koran As-Safar Sabtu 30 Mei 2001 (h.11) Muhammad Hasanin
merilis isi sebuah dokumen yang mengatakan bahwa salah seorang pembesar
Wahabiyah mengatakan: “Tidak seyogyanya ada peperangan antara orang-orang
pilihan Islam (Wahabi) kecuali melawan orang-orang musyrik dan kafir, orang kafir
yang musyrik pertama kali adalah orang-orang Turki Usmaniyah dan juga keturunan
Bani Hasyim dan ringkasnya seluruh pengikut Nabi Muhammd selain kelompok
Wahabi.”
Tiada
gading yang tak retak, inilah istilah bagi setiap sesuatu pasti memiliki
kekurangan, termasuk dalam buku ini. Antara lain adalah dalam pedoman penulisan
karya ilmiah memang buku ini kurang begitu memperhatikan. footnote yang
menjadi suatu keharusan untuk memperlihatkan validitas suatu karya terkesan
diabaikan pada bagian-bagian akhir dalam buku ini. Padahal dalam bagian yang
tanpa catatan kaki ini merupakan komponen krusial yang merupakan esesnsi
ditulisnya buku ini. Serta peredaran buku yang memang kebutuhan ummat ini
dirasa sangat minim, dikarenakan peresensi sendiri mendapatkannya pada saat
pelatihan ahlusunnah wal jama’ah bukan dengan cara membeli di toko buku.
Namun
secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca oleh ummat Islam secara
keseluruhan dan semua kalangan, karena dapat membentengi diri sekaligus
mewaspadai faham-faham Wahabiyah yang dewasa ini kian menunjukkan geliatnya.[*]
*) Koordinator ASWAJA Center IPNU IAIN Sunan Ampel Surabaya
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar