Judul: Relativitas Teori Khusus dan Umum
Penulis: Albert Einstein Penterjemah: Prof. Liek Wilardjo, Ph.D., D.Sc. Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan pertama, Juli 2005
Tebal: xix + 198 hal. |
“Saya ingin menunjukkan bahwa ruang-waktu bukanlah sesuatu yang
secara niscaya dapat dianggap memiliki eksistensi yang mandiri, tidak
tergantung pada benda-benda nyata dalam kenyataan fisika” (hal. xix).
Keinginan yang diungkapkan Einstein di atas terwujud dalam teori
relavitas-nya, secara mengejutkan, membalik anggapan publik fisika saat itu,
membuktikan dimensi ruang dan waktu bukanlah suatu dimensi yang mandiri dalam
arti memiliki besaran/ukuran yang tetap. Ukuran ruang dan waktu adalah relatif,
sangat tergantung kepada sesuatu yang dijadikan sebagai acuan (frame of
reference).
Einstein menyajikan contoh klasik, jika seseorang menjatuhkan batu
dari jendela kereta yang sedang melaju, maka dia akan melihat batu tersebut
jatuh ke tanah membentuk lintasan lurus. Sementara orang lain yang berdiri diam
di luar kereta akan melihat batu tersebut jatuh membentuk lengkungan parabola
(hal. 12).
Inilah relativitas, tidak ada sesuatu pun dalam dimensi
ruang-waktu memiliki eksistensi (keberadaan) tunggal dan mandiri.
Albert Einstein membangun monumen revolusioner dengan penemuan
teori relativitas khusus dan (disempurnakan menjadi) relativitas umum. Teori
relativitas khusus membatasi diri pada relatif-nya gerak obyek pada kecepatan
konstan. Sementara teori relativitas umum membahas relatif-nya gerak obyek pada
semua kondisi (termasuk kecepatan konstan maupun tidak), dan bahkan terhadap
semua fenomena alam.
Pada umumnya fisika tidak akan pernah bisa dipisahkan dari
angka-angka dan rumus-rumus, apalagi menyangkut teori relativitas. Namun, dalam
buku Relativitas Teori Khusus dan Umum (judul dalam edisi bahasa Inggris adalah
Relativity: The Special and General Theory) Einstein berusaha keras menjelaskan
teori relativitas dengan lugas dan populer. Berusaha menggunakan angka dan
rumus sehemat mungkin agar masyarakat awam, yang menjadi pembaca buku ini, bisa
memahami teori relativitas dengan (relatif) mudah. Sehingga, beberapa rumus
yang terpaksa dimunculkan tidak perlu membuat dahi Anda berkerut. Lewatkan saja
rumusnya, dan Anda akan cukup paham tentang garis besar teori Einstein hanya
dengan mencermati rangkaian kalimat penjelasnya.
Kelebihan lain dari buku ini, yang diterjemahkan oleh Guru Besar
Emeritus bidang fisika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Liek
Wilardjo, adalah dibaginya kronologis penjelasan dalam tiga bagian yang terdiri
dari 32 bab kecil.
Sebanyak 17 bab dipakai untuk menjelaskan bagian pertama,
berbicara tentang teori relativitas khusus. Dua belas bab berikutnya
menjelaskan bagian kedua tentang teori relativitas umum. Sementara sisanya
menjelaskan tinjauan atas jagat-raya sebagai satu kesatuan, membicarakan
spekulasi bertepi atau tidaknya jagat raya. Suatu perdebatan yang tetap hangat
sampai kelak terbukti secara empiris.
Pertanyaan yang muncul segera adalah, mungkinkah orang awam bisa
menguasai teori relativitas hanya dengan membaca buku ini? Tentu tidak. Sekali
lagi, bukan tuturan teknis yang disajikan Einstein, melainkan menjelaskan dengan
bahasa awam tentang teorinya.
Dia sendiri mengatakan buku ini dimaksudkan memberi pemahaman
kepada pembaca yang dari sudut pandang filsafat dan keilmuan meminati teori relativitas,
tetapi tidak meminati bahasa matematika dalam fisika teori (hal. xvii).
Masing-masing bab buku, dengan ketebalan tidak lebih dari enam
halaman, sangat singkat bagi sebuah penjelasan fisika. Tapi menguntungkan bagi
pembaca non-fisikawan un¬tuk tidak menjadi bosan sebelum sempat menyelesaikan
satu bab pun. Setidaknya, dari penjelasan tersebut kita akan tahu betapa
gagasan Einstein berhasil mengubah paradigma fisika, sekaligus menunjukkan
“naif”nya pemahaman manusia pada masa itu terhadap alam.
Salah satu pengaruh luar biasa adalah diadopsinya dimensi waktu
untuk melengkapi definisi dunia. Sebelum Einstein menemukan teorinya, dunia
hanya dijelaskan dalam kon¬sep tiga dimensi saja, yaitu panjang, lebar dan
tinggi. Atau dalam bilangan koordinat Cartesius dilambangkan dengan x, y dan z.
Tiga bidang ukur koordinat yang saling tegak lurus.
Teori relativitas menyertakan dimensi waktu sebagai “pembentuk”
dunia. Hal itu yang membuat kita hari ini mendefinisikan dunia bukan lagi
sebagai tiga dimensi, melainkan empat dimensi. Yaitu dimensi ruang (terdiri
dari tiga bilangan koordinat Cartesius x, y dan z) ditambah dimensi waktu.
Dunia empat dimensi tersebut dipaparkan secara ringkas dan jelas oleh Einstein
dalam Bab 17 yang berjudul Ruang Empat-Dimensi Minkowski.
Melalui pembahasannya terhadap teori-teori fisika yang
“mendampingi” dan “me¬latar¬¬belakangi” kelahiran teori relativitas, seperti
teori Maxwell, Lorentz, Fizeau, Minkowski, dan beberapa yang lain, Einstein
jujur “mengakui” bahwa teori besar relativitas bukan semata hasil kerja
kerasnya dari nol. Melainkan ikut diwarnai kesalingdukungan dengan teori dan
beberapa fisikawan lain. Sedikitnya, memberi fakta baru bagi kita adanya
sedikit bias mengenai citra Albert Einstein yang selama ini digambarkan sangat individualis
(dan mandiri!).
Teori relativitas, dicetuskan tahun 1905, telah mencapai usia satu
abad. Perubahan mencolok yang bisa diamati akibat penerapan teori ini dalam
kehidupan luas adalah tersedianya beragam (alternatif) jawaban untuk satu
pertanyaan. Misalnya ditanyakan berapakah kecepatan sebuah kereta (obyek yang
sering dipakai Einstein sebagai contoh dalam buku ini) yang sedang melaju di
atas rel, jawabannya akan beragam.
Beberapa kemungkinan jawaban muncul sebagai berikut. Pertama,
kecepatan relatif kereta api terhadap pengamat yang berdiri diam di pinggir rel
kereta. Kedua, kecepatan relatif kereta api terhadap pengamat yang sedang naik
(misalnya) bus searah dengan laju kereta. Ketiga, kecepatan relatif kereta api
terhadap pengamat yang berjalan di dalam salah satu gerbongnya, berlawanan arah
terhadap laju kereta. Alternatif jawaban-jawaban tersebut tampak begitu wajar
hari ini, tetapi seratus tahun lalu hanya Einstein yang berani menyadarinya.
Satu-satunya potensi kemunculan kritik setelah membaca terjemahan
ini terletak pada gaya bahasa pilihan Liek Wilardjo. Kalimat-kalimatnya sedikit
terasa aneh saat dibaca, kaidah penggunaan kata secara efektif dan efisien
‘mangkus dan sangkil’ sengaja diabaikan.
Potensi kemunculan kritik ini bukannya tidak disadari, jauh
sebelum memasuki pembahasan bab demi bab, Liek Wilardjo telah menyatakan bahwa
yang dia lakukan adalah menterjemah secara ketat dan bukan menterjemah bebas
apalagi melakukan parafrasa. Tujuannya jelas, jangan sampai keaslian rasa pada
gaya bahasa Albert Einstein meruap hilang.
UNESCO mencanangkan tahun 2005 sebagai Warsa Fisika, sebagai tahun
penghormat¬an dan penyadaran bahwa fisika sebenarnya adalah awam. Fisika adalah
kehidupan kita sehari-hari dan bukan sains yang berlaga di dalam menara gading.
Lalu, mengapa tidak kita ikuti keberanian Einstein menjadikan fisika sebagai
bagian hidup? Sekaligus mencoba menghapus dalamnya kesenjangan antara rasa
bangga terhadap siswa-siswa Indonesia pemenang olimpiade fisika, dengan
keprihatinan yang muncul dari rendahnya kemampuan sains mayoritas siswa
lainnya.[*]
*) Mardian Wibowo, peminat sains, tinggal di Jakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar