Judul:
Sayyid Ulama Hijaz; Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani
Penulis: Samsul Munir Amin Penerbit: Pustaka Pesantren, LKiS Yogyakarta Halaman: xiv + 128 halaman Cetakan: I, Februari 2009 Peresensi: Anwar Nuris*) |
Ada
beberapa nama yang bisa disebut sebagai tokoh kitab kuning Indonesia. Sebut
misalnya; Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, Syekh Yusuf
al-Makassari, Syekh Syamsudin as-Sumatrani, Hamzah Fansuri, Nuruddin ar-Raniri,
Syekh Ihsan al-Jampesi, dan Syekh Muhammad Mahfudz at-Tirmasi. Mereka ini
termasuk kelompok ulama yang diakui tidak hanya di kalangan pesantren di
Indonesia, tapi juga di beberapa universitas di luar negeri.
Bahkan,
konon banyak ulama dan pakar bahasa Arab, termasuk ulama Al-Azhar, yang tidak
segera percaya saat mereka tahu bahwa pengarang kitab Amtsilah
at-Tashrifiyyah adalah Kiai Makshum Ali dari Jombang, Indonesia, yang
dimaklumi tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa ibu. Kitab Ilmu Tashrif
(konjugasi) ini terkenal karena dapat menjelaskan proses bentukan kata dan tata
matra (wazan) secara ringkas.
Selain
Kiai Makshum Ali, juga ada Kiai Ihsan bin Dahlan Jampes dari Kediri. Dengan
karya monumentalnya yang berjudul Sirajut Thalibin sebagai kitab syarah
(penjelas) dari Minhajul ’Abidin-nya Al-Ghazali, mampu membuat penasaran
para penggemar “etika al-Ghazali” di Eropa, karena mereka mengakui
doktrin-doktrin Imam al-Ghazali yang begitu rumit namun dengan gamblang
diuraikan oleh Kiai Ihsan. Bahkan ketika kitab Siraj terbit dan beredar di
dalam maupun di luar negeri, datanglah utusan raja Faruq dari Mesir yang
meminta Kiai Ihsan untuk mengajar di Universitas al-Azhar. Akan tetapi, beliau
menolak tawaran tersebut dan lebih memilih untuk tetap tinggal di Indonesia.
Begitu
pula yang terjadi dengan Syekh Imam Nawawi al-Bantani. Beliau adalah satu dari
tiga ulama asal Indonesia yang diizinkan mengajar di Masjidil Haram di Makkah,
dan di antara ketiganya, beliaulah yang di anugerahi gelar Sayyid Ulama Hijaz
(Pemimpin Ulama Hijaz). Dan juga satu-satunya ulama Indonesia yang namanya
tercantum dalam literatur-literatur Arab yang sangat masyhur, antara lain dalam
kamus Al-Munjid karya Louis Ma’luf yang terkenal itu.
Nama
Syekh Nawawi sangat lekat di kalangan kiai dan santri di Indonesia, karena
hampir semua kiai di Jawa dan Indonesia secara umum memiliki geneologi
intelektual yang sama-sama bermula darinya. Diantara muridnya yaitu; KH Hasyim
Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Kiai Mahfudz Tremas, Kiai Asnawi Kudus, Kiai Ahmad
Khatib al-Minangkabawi, dan Kiai Kholil Bangkalan, dan masih banyak yang
lainnya.
Yang
perlu digarisbawahi di sini adalah, bahwa dikalangan ulama dan pengarang Islam
dikenal dua nama Nawawi. Keduanya sama-sama ulama dan pengarang besar. Pertama
adalah Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Birri bin Hasan bin Husaini Mukhyiddin
an-Nawawi as-Syafi’i. Dia adalah seorang Ulama Syafi’iyyah yang lahir dan wafat
di Nawa, Damsyiq. Dia dikenal sebagai Imam Nawawi dan hidup sekitar abad ke-13
Masehi. (hlm. 9).
Yang
kedua adalah Abu Abd al-Mu’thi Muhammad ibn Umar ibn Arabi ibn Nawawi al-Jawi
al-Bantani at-Tanari. Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi al-Jawi
al-Bantani. Dilahirkan di Kampung Tanara, Serang, Banten pada tahun 1230 H/1815
M. Pada tanggal 25 Syawal 1314 H/1897 M beliau wafat dalam usia 84 tahun dan
dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti Khadijah, Ummul Mukminin, istri Nabi
Muhammad SAW. Sebagai tokoh kebanggaan umat Islam di Jawa khususnya di Banten,
Umat Islam di desa Tanara, Tirtayasa, Banten setiap tahun di hari Jum’at
terakhir bulan Syawal selalu diadakan acara Haul beliau.
Ayahnya
bernama Kiai Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin Masjid. Dari
silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke-12 dari Maulana
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra
Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyararas (Tajul ‘Arsy).
Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad melalui Imam Ja’far al-Shodiq, Imam
Muhammad al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husen, Fatimah al-Zahra.
Mengenai
kiprahnya di kalangan komunitas pesantren, Syekh Nawawi tidak hanya dikenal
sebagai ulama penulis kitab, tapi juga ia adalah mahaguru sejati. Nawawi telah
banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan batasan-batasan etis tradisi
keilmuan di lembaga pendidikan pesantren. Ia turut banyak membentuk
keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri pesantren yang sekaligus juga banyak
menjadi tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Apabila KH Hasyim Asyari
sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya
NU, maka Syekh Nawawi adalah guru utamanya.
Maka
dengan mengangkat kembali wacana produktifitas ulama Indonesia, buku ini
menyajikan biografi singkat Syekh Nawawi. Setidaknya ada beberapa manfaat yang
diharapkan sebagaimana yang diinginkan buku ini. Pertama, untuk memberikan
informasi yang lebih luas mengenai Syekh Nawawi; sejarah hidup, jasa-jasanya
dalam penyebaran agama Islam, dan karya-karyanya yang fenomenal yang sampai
sekarang dijadikan rujukan beberapa pesantren di Indonesia. Kedua, untuk mengungkap
secara lebih mendalam pemikiran-pemikiran dakwahnya, terutama dalam kitab Tafsir
al-Munir-nya. (Hlm. 82-93)
Memperhatikan
karya-karya Syekh Nawawi, dia dikenal memegang teguh dan mempertahankan
traidisi keilmuan klasik, suatu tradisi keilmuan yang tidak bisa dilepaskan
dari kesinambungan secara evolutif dalam pembentukkan keilmuan agama Islam.
Besarnya pengaruh pola pemahaman dan pemikiran Syekh Nawawi terhadap para tokoh
ulama di Indonesia, dapat dikatakan ia adalah poros dari akar tradisi keilmuan pesantren
dan NU. Untuk itu buku yang di tulis Samsul Munir Amin ini sepatutnyalah
mendapatkan perhatian dan apresiasi serius oleh kader-kader NU sekarang yang
rata-rata ansich bergelut dalam dunia politik praktis dan melupakan tradisi
keagamaan pendahulunya.
Buku
setebal 128 halaman ini di-frame, dikemas dengan konsep ilmiah populer karena
memang sebelumnya buku ini adalah hasil skripsi penulis. Meskipun demikian,
bahasa yang digunakan buku ini tetap mudah dipahami oleh kaum awam sekalipun.
Sebuah buku yang membahas biografi mahaguru sejati (the great scholar)
ulama-ulama Indonesia.[*]
*) Ketua Umum IKMAS (Ikatan Mahasiswa Sumenep) di Surabaya, alumnus Pondok Pesantren Nasy-atul Muta’allimin Gapura, Sumenep
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar