Judul
Buku: Sejarah al Qur’an:
Verifikasi tentang
Otentisitas al Qur’an
Penulis: Prof. Dr. H. A. Athaillah, M.Ag. Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta Cetakan: Pertama (1), Juli 2010 Tebal: 382 halaman Harga: Rp 55.000,- Peresensi: Otong Suhendar*) |
Al Qur’an adalah
kitab suci umat Islam dan sekaligus sebagai sumber ajaran yang harus diimani
dan diaplikasikan dalam setiap sendi kehidupan. Al Qur’an juga merupakan sumber
inspirasi bagi setiap orang yang mampu menyelami makna-makna yang terkandung di
dalamnya.
Sebelum
al Qur’an diturunkan, di bumi ini sudah terdapat beberapa kitab suci yang
menjadi pedoman hidup manusia, seperti Taurat, Zabur, dan Injil. Berbeda dengan
ketiga kitab suci tersebut yang hanya diperuntukan bagi umat tertentu, al
Qur’an diperuntukan untuk seluruh umat manusia. Jadi tidaklah mengherankan,
selama lebih dari 14 Abad al Qur’an tetap terjaga otentisitasnya, karena
perhatian kaum muslim terhadap al Qur’an ini sungguh luar biasa.
Berbagai
upaya telah dan akan terus dilakukan umat Islam untuk memelihara otentisitas al
Qur’an, baik dengan hafalan maupun dengan tulisan. Upaya tersebut telah
berlangsung sejak Nabi Muhammad saw masih hidup sampai sekarang, sehingga
kemurnian al Qur’an tetap sama seperti awalnya.
Prof
Dr HA Athaillah, M.Ag. melalui bukunya yang berjudul “Sejarah al Qur’an;
Verifikasi tentang Otentisitas al Qur’an” mengajak para pembacanya untuk
melihat sisi otentisitas al Qur’an melalui historisnya sekaligus menolak
pandangan kaum orientalis dan sebagian umat Islam sendiri yang meragukannya.
Menurut
penilaian mereka (seperti Abraham Geiger, Richard Bell), al Qur’an itu bukanlah
wahyu Allah, melainkan hasil karya Muhammad saw yang sumbernya berasal dari
berbagai pihak. Di antaranya ada yang berasal dari orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Di samping itu, mereka menggugat keabsahan mushaf ‘Utsmani dan
otentisitasnya. Sebagaimana yang dikatakan John Wonsbrough; Teks al Qur’an baru
menjadi baku setelah tahun 800 M., dan kitab yang diyakini oleh umat Islam
selama ini hanyalah fiksi belaka yang kemudian direkayasa oleh kaum Muslim
sendiri (hlm. 1).
Pandangan-pandangan
negatif yang dilontarkan oleh kaum orientalis tersebut dibantah oleh
penulis buku tersebut dengan metode analisis dari berbagai argumen dan data
yang telah mereka kemukakan dengan menggunakan dalil-dalil dan bukti-bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, baik dalil-dalil yang dikutip
dari al Qur’an sendiri, fakta-fakta sejarah, maupun hasi penemuan-penemuan
ilmiah di abad modern ini yang relevan dengan informasi-informasi yang
terkandung di dalam al Qur’an.
Senada
dengan pernyataan penulis pada bagian pendahuluan buku tersebut; bahwa ada dua
masalah pokok yang akan dijawab dalam buku tersebut. Pertama, apakah betul al
Qur’an itu firman Allah?. Kedua, apakah al Qur’an masih otentik hingga saat
ini?
Dalam
menjawab kedua pertanyaan tersebut dan sekaligus membuktikan kebenaran tentang
otentisitas al Qur’an, penulis tidak langsung merespons pernyataan-pernyataan
kaum orientalis dan sebagian kaum muslim tersebut secara sinis, tetapi ia
menyuguhkan sejarah al Qur’an berdasarkan fakta dan data akurat yang telah
diseleksi kebenaran dan keabsahannya oleh para pakar di bidangnya (hlm. 9-10).
Otentisitas al Qur’an
Al
Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satunya
adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah (QS.
15:9). Mengutip pendapat seorang ulama kontemporer, Muhammad Husain al
Thabathaba’iy yang menyatakan bahwa sejarah al Qur’an demikian jelas dan
terbuka, sejak turunnya sampai sekarang ia dibaca oleh kaum muslim, sehingga
pada hakikatnya al Qur’an tidak membutuhkan sejarah untuk membuktikan
keotentikannya. Kitab suci tersebut - lanjut Thabathaba’iy – memperkenalkan
dirinya sebagai firman-firman Allah dengan menantang siapapun untuk membuat
tandingannya.
Salah
satu bukti, bahwa al Qur’an yang berada di tangan kita sekarang adalah al
Qur’an yang turun kepada Nabi Muhammad saw. tanpa perubahan dan tetap
sebagaimana keadaannya dahulu. Sejalan dengan pendapat Thabathaba’iy diatas,
Rasyad Khalifah juga mengemukakan bahwa dalam al Qur’an sendiri terdapat
bukti-bukti sekaligus jaminan akan keotentikannya.
Sejarah
mencatat bahwa sejak zaman Nabi Muhammad saw, al Qur’an telah dihafal oleh
ratusan sahabatnya. Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat al
Qur’an, namun untuk menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, tidaklah
cukup hanya mengandalkan hafalan saja, tetapi dalam bentuk tulisan juga.
sejarah menginformasikan bahwa ayat-ayat al Qur’an sebelum dikumpulkan dan
ditulis dalam satu mushaf (mushaf ‘Utsmani) telah ditulis dalam berbagai benda
seperti kulit, tulang, pelepah kurma, dan kepingan batu.
Pada
masa sekarang ini pun masih sama, meskipun al Qur’an telah tercetak dalam
sebuah mushaf, perhatian kaum Muslim untuk menjaga otentisitas al Qur’an tetap
luar biasa, seumpama kita menyurvei dari ujung Timur sampai Barat bumi ini,
maka kita pasti akan tercengang, kita akan menemukan jutaan para penghafal al
Qur’an. Jadi sangatlah wajar, jika al Qur’an dari periode awal ketika Nabi
masih hidup sampai masa kita masih sama tanpa ada perubahan sedikit pun.
Akhirnya,
dengan membaca buku “Sejarah al Qur’an; Verifikasi tentang Otentisitas al
Qur’an” ini, para pembaca akan menemukan bukti-bukti keotentikan al Qur’an yang
disajikan oleh penulisnya dengan menggunakan “sejarah” sebagai pisau
analisinya.[*]
*)
Staf Pembimbing pada Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar