Judul:
Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi:
Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk
Para Ulama
Penulis: Syaikh Idahram Tebal: 278 hlm Ukuran: 13,5 x 20,5 cm ISBN: 978-602-8995-00-9 Terbit: Cetakan I, 2011 Penerbit: Pustaka Pesantren, Yogyakarta. Peresensi: M. Ajie Najmuddin*) |
KH
Said Agil Siroj, dalam kata pengantar beliau di buku ini mengungkapkan bahwa
kemunculan Salafi Wahabi di abad ke-18 M meskipun tidak termasuk ke dalam
golongan Khawarij, tetapi antara keduanya, ada beberapa kesamaan. Kelompok
Wahabi, seperti hendak mengulangi sejarah kekejaman kaum Khawarij, yang muncul
jauh sebelumnya pada tahun ke-37 Hijriah, tatkala melakukan pembongkaran
tempat-tempat bersejarah Islam dengan dalih memerangi kemusyrikan. Tak cukup
dengan tindakan itu, mereka bahkan tak segan untuk membantai terhadap sesama
umat muslim sendiri, bahkan para ulama yang tidak sejalan dengan pemikiran
(sempit) mereka.
Tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh kelompok–kelompok ekstrim tersebut secara
langsung telah mencoreng nama Islam. Islam adalah agama yang sempurna dan tidak
mengajarkan umatnya untuk berbuat kerusakan, sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Qur’an, “Dan Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).
Apa yang dipaparkan dalam buku ini, tentang sejarah tindakan ‘merusak’ yang
dilakukan oleh kelompok Salafi Wahabi ini tidak boleh kita lupakan dan mesti
kita waspadai.
Lantas
siapakah sebenarnya kelompok Salafi Wahabi yang dimaksud dalam buku Sejarah
Berdarah Sekte Salafi Wahabi Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama
ini? Penulis buku, Syaikh Idahram, menjelaskan bahwa nama wahabiyah ini
dinisbatkan kepada Muhammad ibnu Abdul Wahab, yang lahir pada tahun 1115 H dan
wafat pada tahun 1206 H. Adapun kata Salafi, berasal dari kata as-salaf
yang secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum
zaman kita. Adapun secara terminologis, as-salaf adalah generasi yang
dimulai dari para sahabat, tabi’in dan tabi’at tabi’in. Mereka
adalah generasi yang disebut Nabi Saw sebagai generasi terbaik.
Namun
demikian, penggunaan istilah Salafi tersebut oleh sebagian kelompok Islam
tertentu dijadikan propaganda. Mereka melakukan klaim dan mengaku sebagai
satu-satunya kelompok salaf. Ironisnya, mereka kemudian menyalahkan dan
bahkan mengkafirkan muslim lain yang amalannya ‘tidak sesuai’ dengan paham yang
mereka anut. Mereka menganggap sesat terhadap umat muslim lain, yang dianggap
melakukan perbuatan bid’ah, semisal ziarah kubur mereka tuduh sebagai perbuatan
syirik.
Lebih
dari itu, sederet data dan fakta penyimpangan serta rentetan sejarah pembunuhan
yang terpapar dalam buku ini, menyisakan sejumlah pertanyaan, apakah tindakan
mereka tidak menyalahi ajaran Islam sebagai “rahmat bagi semesta alam”?
Kita
pasti akan miris, ketika membaca tulisan tentang sejumlah tindakan kelompok
Wahabi yang melakukan banyak pembantaian terhadap umat Islam serta ulamanya.
Seperti yang mereka lakukan tatkala menyerang kota Thaif, Uyainah, Ahsaa,
bahkan Makkah dan Madinah, juga tak luput dari sasaran keganasan mereka. Sayid
Ja’far Al-Barzanji dalam salah satu bukunya menuturkan, ketika Wahabi menguasai
Madinah, mereka merusak rumah Nabi saw, menghancurkan kubah para sahabat, dan
setelah melakukan perusakan tersebut mereka meninggalkan Kota Madinah dalam
keadaan sepi selama beberapa hari tanpa azan, iqamah, dan shalat.
Apabila
ditelisik lebih dalam setidaknya ada dua faktor penyebab kemunculan kelompok
seperti Wahabi. Pertama, pada dasarnya kemunculan mereka bermula dari sejarah
pertarungan pengaruh dan kekuasaan (politik). Muhammad bin Abdul Wahab yang
terusir dari kaumnya, kembali mendapat angin segar ketika bertemu dengan
penguasa Dir’iyah, Muhammad ibnu Saud. Ajaran Wahabi akan terlindungi manakala
bernaung dalam kekuatan penguasa, di sisi lain kekuasaan akan semakin
menancapkan kukunya tatkala mendapat legitimasi ajaran agama. Jadi perjuangan
Wahabi bersama ibnu Saud, bisa dikatakan tak lebih hanya pertarungan perebutan
kekuasaan yang berkedok agama.
Faktor
lain yang mendasari tindakan ekstrim mereka, diantaranya juga karena pemahaman
mereka yang kaku dalam memahami teks-teks agama (tekstual), sehingga cenderung
terjerumud dalam memahaminya. Misalnya, mereka sangat kaku dalam memahami
perintah-perintah Rasulullah saw. Paradigma ini yang kemudian menyebabkan
mereka dengan mudahnya menyalahkan dan mengkafirkan umat muslim lain.
Penulisan
buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk
Para Ulama ini adalah untuk menjelaskan semua itu secara ilmiah, dengan
bukti yang kuat baik secara aqli dan naqli. Buku ini menyingkap hal-hal penting
dibalik wabah takfir (pengkafiran), tasyrik (pemusyrikan), tabdi'
(pembid'ahan) dan tasykik (upaya menanamkan keraguan) terhadap para
ulama ahlussunnah wal jama'ah yang marak menjamur akhir-akhir ini.
Semuanya disuguhkan secara sistematis namun ringan. Buku ini tidak hendak
bertujuan untuk memecah belah persatuan umat Islam, tetapi lebih merupakan
sebuah upaya untuk mengingatkan akan bahaya dan menyadarkan umat dari
paham-paham ekstrim tersebut.
Indonesia
sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar, semestinya
memberikan perhatian tegas dan serius dalam upaya untuk mencegah dan
menghentikan pengaruh pemahaman yang dapat mengarah pada tindakan terorisme dan
eksklusivisme semacam ini, yang pada akhirnya dapat mengancam persatuan umat.
Dalam salah satu komentar para tokoh tentang keberadaan buku ini, ketua MUI, KH
Ma’ruf Amin menegaskan, “Dengan membaca buku ini diharapkan seorang muslim
meningkat kesadarannya, bertambah kasih sayangnya,lapang dada dalam menerima
perbedaan dan adil dalam menyikapi permasalahan”.
Dan
memang bagi para pembaca dari kalangan luar Wahabi, buku ini dapat memberikan
informasi yang cukup, sehingga dapat mengetahui bahaya pengaruh serta
mengetahui ciri paham ekstrim. Sedangkan bagi para simpatisan wahabi, buku ini
juga dapat menjadi sumber informasi yang jelas, sehingga mereka akhirnya tahu
dan sadar akan sejarah paham yang mereka anut. Semoga kita semua diberi
petunjuk oleh Allah Swt untuk senantiasa tetap menuju ke jalan yang lurus
dan benar.
*) Penulis adalah Aktivis PMII Solo, tinggal di Sukoharjo
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar