Judul:
Strategi Tiga Naga: Ekonomi- Politik
Industri Minyak Cina di Indonesia
Penulis: Tirta N Mursitama dan Maisa Yudono Penerbit: Kepik Ungu
Peresensi:
Geger Riyanto*)
|
Rasanya baru tempo
hari China keluar dari tahun-tahun kemelut totalitarianisme Mao. Kini, negara
yang merupakan kantong terbesar penduduk dunia itu siap “membeli”
belahan-belahan dunia yang telah dibangkrutkan oleh krisis fi nansial 2008
kemarin.
Selain membeli
perusahaan-perusahaan ikonik di Barat, China membeli utang sejumlah negara.
Yang menjadi dinamo pertumbuhan fenomenal negeri Tirai Bambu tersebut adalah
industrialisasi. Laptop murah yang mungkin sedang kita pakai untuk membaca
resensi ini dimungkinkan karena asupan bahan olahan atau manufaktur dari China.
Tengok juga data
Institute for International Economics. Sektor industri China mengonsumsi 71
persen dari total energi yang ditenggak negara tersebut. Bandingkan dengan
sektor industri Eropa yang hanya mengonsumsi 31 persen dari total energi negara
mereka dan Amerika yang hanya 25 persen.
Pertumbuhan
industri yang terbilang beringas tersebut kemudian menuntut China mengubah cara
pandangnya terhadap energi. Buku ini mengaji bagaimana China yang sebelumnya
mengeksploitasi minyak bumi dari wilayahnya sendiri dan untuk kebutuhannya
sendiri, berpaling menjadi negara yang amat haus energi dan menatap berbagai
negara yang molek dengan sumber daya minyak dan gasnya.
Indonesia salah
satunya. Dari data Kementerian ESDM, cadangan minyak Indonesia mencapai 3,75
miliar barel dari 60 cekungan minyak bumi yang ada. Penulis membuka kegesitan
China dalam menangkap kesempatan menggali sumber daya minyak di luar negeri
dimungkinkan di bawah manajemen negara yang rapi, sesuatu yang bertentangan
dengan pemahaman umum bahwa birokrasi negara cenderung lamban dan korup.
Salah satu
contohnya, China memilah perusahaan minyak milik negaranya menjadi tiga
perusahaan yang berbeda untuk meningkatkan keefektifan eksplorasi minyak
buminya. Ada PetroChina, perusahaan utamanya, CNOOC, perusahaan minyak laut
lepas, dan Sinopec, yang berfokus pada energi alternatif.
Dunia buku kita
memang kekurangan terbitan-terbitan studi ekonomi- politik semacam ini. Ini
menjadi nilai lebih tersendiri bagi Strategi Tiga Naga. Hanya, patut
disayangkan, pembahasan buku ini terlalu bersifat makro.
Jajaran data angka
dan sejarah cenderung mendominasi kendati di kata pengantar para penulis
mengatakan mereka pun berusaha masuk ke aspek yang lebih mikro. [*]
*) Alumnus
Sosiologi Universitas Indonesia
Sumber:
Koran Jakarta, 1
Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar